-1957
Puluhan tangkai bunga baby breath putih terikat rapi menjadi buket. Bersiap menjadi hadiah untuk seseorang yang sekitar satu tahun lebih meninggalkannya. Meninggalkan seluruh dunia dan perasaan cinta yang sempat menengadah meminta pembalasan. Di detik keduanya mengerti atas perasaan terbalas satu sama lain, Tuhan berhendak tak serupa. Pada beranda tempat manusia berpulang dan bersandar keheningan menyeruak detak. Kala awan abu-abu menyapa dua insan yang melangkahkan kaki mereka menghadap sosok yang begitu berperan penting atas kisah keduanya, Binar dan Wira sangat berterimakasih banyak.
Benderang Novanjana adalah sosok yang begitu berarti bagi Binar. Ia mengajarkan beberapa pelajaran hidup yang begitu berharga dan berguna bagi dirinya sendiri. Dan bagi Wira, Nova adalah sosok yang mampu membuat gadisnya bahagia dimasa remaja menuju dewasa mereka. Wira harus berterimakasih terhadap pria itu karena hidup Binar dapat lebih berwarna sebelum dirinya datang untuk menyematkan cincin pada jari manis gadis itu. Nova menjaga Binar dengan begitu tulus–menemaninya setiap kali membeli cassette di toko persimpangan SMA. Hal-hal remeh yang bahkan Wira tak mengira akan membuat Binar begitu bahagia.
Setelah semilir angin menyambut mereka dengan lembut, Wira meletakkan buket bunganya tepat diatas nisan Nova. Disanalah sosok yang pernah Binar cintai beristirahat. Ia gugur setelah mengabdi pada negara sebagai angkatan darat. Ada dua peluru yang telah dicabut dari ulu hatinya setelah berperang membantu perdamaian antar dua negara. Karena Nova memiliki jabatan yang tinggi saat itu, maka jadilah dirinya dikirim menjadi ketua pemimpin untuk pergi ke Kongo menyelesaikan pertikaian yang terjadi disana. Meski merasa sangat kehilangan sekaligus patah hati, Binar begitu senang saat tersadar Nova pergi dengan penuh kehormatan. Ia dikebumikan dengan begitu khidmat dan hormat oleh TNI lainnya. Diiringi doa-doa baik yang menyusul di akhir hayat.
"Kenapa? Binar rindu ya?" Wira memindahkan kepangan rambut Binar yang semula di depan pundak menjadi ke belakang pundak wanita itu. Diusap kemudian pucuk kepala Binar berharap kehangatan yang ia berikan mampu tersalur kedalam sukma Binar.
Binar mengangguk. Lalu ia tatap kedua netra suaminya dengan teduh, "Bagaimana sekarang kabarnya ya? Apa dia bahagia?"
"Sudah pasti. Karena Tuhan lebih sayang Nova, jadi sudah pasti Tuhan memberinya yang terbaik." Binar tersenyum manis mendengar penuturan Wira.
Tak ada lagi jiwa-jiwa sedih yang berkerumun mendatangi wanita itu. Sepenuhnya sudah ia ikhlaskan atas kepergian mantan pujaan hati. Dengan gerak lamban tangannya terulur meletakkan buku karyanya sendiri di atas nisan Nova. Tulisan-tulisan itu menjadi saksi bisu atas penyembuhannya oleh rasa kehilangan. Ketika dada mengembang untuk memasok oksigen, euforia senantiasa menyapa. Sirat bahagia atas ingatan mengenai kenangannya dengan dambaan hati itu kembali berputar di dalam pikiran. Dan dengan penutup berupa doa, kedua insan yang bersyukur atas segala yang Tuhan gariskan untuk makhluk di seluruh alam semesta ini berpamit undur diri. Meninggalkan pemakaman dengan rasa damai dan tenang yang akan menjadi obat hati mereka masing-masing.
Tanpa mereka ketahui, sosok yang di doakan telah mendengar suara hati keduanya juga memanjatkan ribuan doa agar dua insan yang kini saling mencintai itu dapat hidup bahagia sampai kematian menjemputnya.
END
"Kala nadiku berhenti, bayangmu akan tetap ada dan selalu menghantui. Bidikan iris hitam pekat yang menyelimuti gelapnya kisah senantiasa menemani."Benderang Novanjana
"Biarkan sanubariku tetap berdetak sebagai saksi atas perasaan dan penantian yang abadi. Antara lara dan bahagia yang pernah aku arungi pada samudera yang kusebut sebagai pujaan hati."Arya Wira Satria
KAMU SEDANG MEMBACA
Late Spring | Haechan ✅
Fanfictionsaat Bintang menelusupkan secarik pesan di atas kertas usang pada vinyl yang Sinar beli, ia mengira semesta akan berpihak padanya. namun dengan gamblang Tuhan menolak permohonan di sepertiga malam. lantas ia putus keping harap yang sudah ia rajut d...