Chapter 10 - Rindu & Dendam

27 2 2
                                    

Fariz tengah sibuk meneliti berkas yang menumpuk di atas meja kerja hingga menyerupai bukit

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Fariz tengah sibuk meneliti berkas yang menumpuk di atas meja kerja hingga menyerupai bukit. Memeriksa setiap lembar demi lembar dan berkutat dengan komputernya. Ia terlihat sibuk sekali. Terkadang Fariz berpikir, semua kesibukan ini membuat dia melupakan setiap permasalahan yang mendera dirinya. Kerinduan kepada Nisa dan anaknya, serta permasalahannya dengan Iwan, seolah-olah sirna sesaat, Ya! Hanya sesaat.

Setali tiga uang dengan Fariz, Rommy juga tengah berkutat dengan setiap berkas perusahaan yang harus dipelajarinya. Agar lebih mengenal perusahaan, dan dari mana pemicu kata korupsi ini merebak.

"Rom, elo lagi sibuk?" tanya Iwan yang muncul dari balik pintu ruang kerja Rommy.

"Enggak juga, kenapa Wan?" balas Rommy.

"Elo temenin gua ya hari ini."

"Kemana?"

"Udah elo ikut aja!" ajak Iwan sambil meninggalkan ruang kerja Rommy.

Rommy bergegas merapikan meja kerjanya, mematikan komputer, lalu berjalan keluar ruangannya.

Iwan dan Rommy terlihat sibuk. Dalam sehari, ada beberapa tempat yang harus mereka datangi untuk bertemu beberapa klien. Di restoran, café, hotel ataupun di kantor beberapa perusahaan.

Rommy mengagumi etos kerja yang dimilik Iwan. Rommy pun berusaha mengimbangi kinerja Iwan dan berusaha yang terbaik untuk memberikan semua kemampuannya, demi kemajuan perusahaan milik Iwan. Walaupun terkadang, rasa bosan menerpa diri Rommy.

Rommy yang di masa sekolah maupun kuliah memiliki jiwa yang bebas, kini terjebak dengan rutinitas yang menjemukan. Namun semua rasa itu ditepis oleh Rommy, demi kariernya, perusahaannya dan yang terutama demi Ibunya.

Rommy berharap, setelah dirinya bekerja dapat membuat Ibunya berhenti mencari nafkah dengan menjahit pesanan dari para tetangga dan menikmati hari tuanya dengan lebih tenang. Rommy pun bercita-cita untuk memperbaiki rumahnya yang sudah tua dan tak terawat.

Sore mulai menjelang. Beberapa karyawan mulai bersiap pulang. Iwan keluar dari kantornya dan disambut oleh pelukan hangat anak Nisa. Nisa menghampiri Iwan sambil bercanda dan membuat Dika tertawa riang. Mereka bertiga pun pamit pada Rommy yang sedaritadi hanya berdiri mengamati keakraban mereka.

"Rom, kapan-kapan mampir ke rumah dong. Ajak Ibu kamu juga ya, nanti aku akan buatkan masakan yang special buat kalian," ajak Nisa kepada Rommy.

"Iya Nis, kapan-kapan gua akan mampir ke rumah elo ya."

"Sipp... aku tunggu ya."

"Siapp..." Rommy menjawab mantap. Nisa pun tersenyum.

"Dika, ayo pamit sama Om Rommy."

Dika menghampiri Rommy dan mencium tangannya.

"Ya udah, kita duluan ya Rom," pamit Nisa.

Rommy mengangguk dan tersenyum. Nisa dan Dika berjalan mendahului Iwan, menuju parkiran. Iwan pun beranjak meninggalkan Rommy.

"Elo jangan keseringan lembur lah! Kalau elo selalu pulang malam, kasian Ibu elo sendirian di rumah," ucap Iwan sambil terus berjalan menuju mobilnya.

"Thank's Wan," balas Rommy singkat.

Setelah kepergian Iwan, Nisa dan anaknya, Rommy menatap ke seberang jalan. Di sana Fariz tengah berdiri dengan raut wajah sedih, menatap Nisa dan anaknya. Hanya memandang dari kejauhan, tanpa bisa menyapa, menyentuh, apalagi memeluk Nisa dan anaknya. Rommy memandang Fariz dengan iba, mencoba memahami pergolakan batin yang terjadi dalam diri Fariz. Ia pun kembali memasuki kantor.

Fariz berjalan memasuki kamar apartment nya, menyalakan lampu kamarnya, lalu merebahkan diri di tempat tidur. Pikiran Fariz menerawang jauh, entah kemana. Tiba-tiba, Fariz bangkit dari tidur, mengambil diary milik Nisa, duduk di meja kerjanya dan mulai menulis.

Aku Merindu

Masa terus berlanjut... Rindu ini terbengkalai.

Aku di sini merindu... Berucap namun semu.

Aku hanya ingin bertemu denganmu...

Walau hanya lewat mimpi dan khayalan yang semu.

Hari telah berganti. Suasana kantor Iwan sudah mulai terlihat sepi, hanya terlihat beberapa office boy yang sedang merapikan dan membersihkan kantor. Malam pun tiba. Rommy masih terlihat sibuk dengan berkas–berkasnya dan juga data perusahaan selama tiga tahun terakhir. Dari balik pintu ruang kerjanya, terlihat sosok yang tengah mengintip, memperhatikan. Rommy tak menyadari, bahwa dirinya sedang diintai. Tiba-tiba, Budi, si kaki tangan Iwan masuk ke ruang kerja Rommy. Tanpa permisi, tanpa mengetuk pintu. Rommy terkejut dengan kehadiran Budi yang mendadak. Budi tersenyum penuh makna melihat keterkejutan Rommy.

"Pak Rommy, anda diminta untuk ke ruangan Pak Iwan. Beliau sudah menunggu di sana!" ucap Budi ketus dan tegas.

Rommy tampak bingung dan bertanya-tanya dalam hati, 'Tumben, ada apa ini?' Tidak biasanya Iwan berada di kantor malam-malam. Rommy berusaha menepis kebingungan dan keraguan yang melanda dirinya, lalu bergegas menuju ruang kerja Iwan.

Rommy memasuki ruangan Iwan. Di sana terlihat Iwan yang tengah menggosok Hand Gun jenis Relvover kesayangannya.

"Duduk Rom!" ucap Iwan datar. Rommy pun duduk di hadapan Iwan.

"Rom, gua udah tahu semuanya. Pertemuan elo dengan Fariz dan kegiatan elo memeriksa berkas-berkas yang enggak ada hubungannya dengan tugas lo di kantor ini!" lanjut Iwan, tanpa basa-basi.

Rommy sedikit gugup mendengar perkataan Iwan, tapi ia berusaha bersikap untuk tetap tenang. Ia melihat gelagat aneh dari kaki tangan Iwan yang berdiri di belakang Iwan. Kaki tangan itu tersenyum licik.

"Bud, tinggalin kami sebentar!"

"Siap bos," jawab Budi.

Budi berjalan meninggalkan ruangan. Rommy menggeser posisi duduknya.

"Wan, gua akan jujur ke elo. Gua memang pernah ketemu dengan Fariz, gua memang sengaja memeriksa berkas-berkas yang tidak berhubungan langsung dengan tugas gua. Tapi itu semua gua lakuin, semata-mata untuk ngebantu elo, untuk mencari bukti-bukti, kalo elo enggak bersalah!" napas Rommy sedikit tersengal. Iwan hanya diam.

"Asal elo tahu Wan, sampe saat ini, Fariz juga percaya kalo elo enggak bersalah," lanjut Rommy.

"Elo percaya sama si munafik itu?" jawab Iwan ketus.

"Maksud lo?"

"Asal elo juga tahu Rom. Sebelum elo kerja di sini, si Fariz datang ke kantor ini, mengobrak-abrik kantor gua. Berusaha mencari-cari kesalahan gua, dan berusaha ngejatuhin gua!" ujar Iwan berapi-api.

"Wan, Fariz ke kantor ini dalam rangka tugas, bukan untuk urusan pribadi!" bantah Rommy.

"Dari mana elo tahu?" balas Iwan.

"Gua enggak tahu Wan. Tapi gua yakin, dia enggak akan mencampur adukan urusan pribadi dengan urusan kerjaan, dan gua berharap, elo juga bisa bersikap yang sama!"

Iwan menghempaskan tubuhnya di kursi kerjanya. Gerahamnya mengeras.

"Udahlah Rom, mulai saat ini, elo jangan lagi ikut campur urusan gua dengan Fariz. Fariz harus menerima balasan dari apa yang telah dia tanam di masa lalu!"

Rommy terdiam melihat kekerasan hati Iwan. Dendam lama yang terpendam, kini semakin meradang.


**********

Apa usaha Rommy akan sia-sia?

Apa memang benar tidak ada yang tersisa untuk menyelamatkan kisah persahabatan mereka?

Tunggu kelanjutan Tentang Kisah yang akan selalu update setiap hari Senin, pukul 12.00 WIB.

Selamat Membaca :D


Tentang Kisah - Love, Hate & FriendshipTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang