Chapter 15 - Ini Waktunya!

19 2 0
                                    

Waktu terus bergulir, menggilas apa saja yang mencoba menghalangi detaknya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Waktu terus bergulir, menggilas apa saja yang mencoba menghalangi detaknya. Terdengar suara mesin printer yang terus berdecit di dalam ruangan Rommy. Rommy terlihat sibuk menyalin berkas–berkas dan data–data yang selama ini sudah ia kumpulkan untuk membuktikan bahwa Iwan tidak bersalah, dan akan menyerahkan itu semua kepada Fariz dan Dany.

Setelah semua selesai, Rommy mulai merapikan meja kerjanya, memasukan semua salinan berkas dan data yang ia miliki ke dalam tas kerjanya. Rommy bergegas meninggalkan ruangannya. Langkah Rommy terhenti, ketika dirinya melintas di depan ruang kerja Iwan. Pintu ruang kerja Iwan tampak tidak tertutup rapat dan terlihat cahaya dari dalam ruangan itu. Perlahan, Rommy mendekati ruangan Iwan dan mengintip dari sela–sela pintu. Telihat Budi, kaki tangan Iwan duduk di balik meja kerja Iwan dengan beberapa berkas di hadapannya sambil berbicara dengan seseorang melalui telepon.

"Tenang bos, semuanya udah aman. Saya sudah mengatur semua bukti yang akan membuat Iwan menjadi tersangka," ujar Budi sambil terus berbicara di telepon. "Situasi ini benar-benar menguntungkan kita! Lebih baik Iwan terus bersembunyi agar tuduhan dan opini publik semakin kuat mengarah padanya," lanjut Budi.

Rommy mendengar semua pembicaraan telepon tersebut. Rommy mengambil ponsel dari dalam saku celananya, membuka fitur video, lalu merekam semua yang ia lihat dan dengar. Budi tidak sadar akan kehadiran Rommy. Setelah merasa cukup, Rommy mematikan ponselnya dan bergegas meninggalkan kantor, untuk melaporkan semua hal yang ia miliki, tahu dan dengar kepada Fariz dan Dany.

Iwan dan Nini berjalan di lorong–lorong 'komplek' lokalisasi, di bawah siraman cahaya warni–warni yang terpancar dari beberapa neon sign yang mereka lintasi. Nini dan Iwan berjalan dengan santai, bergandengan tangan. Mereka seolah–olah tidak mempedulikan tatapan sinis dan cibiran dari beberapa orang yang berpapasan dengan mereka.

"Kamu enggak malu, jalan sama seorang pelacur?" tanya Nini lirih.

"Kamu enggak malu, jalan sama seorang buronan?" balas Iwan.

Mereka saling menatap, lalu tertawa ringan. Iwan dan Nini terus berjalan, menikmati suasana malam. Hingga mereka tiba di depan sebuah hotel kelas melati. Seorang pria berusia 50-an, memanggil Nini. Nini menatap Iwan.

"Makasih ya Wan, kamu udah mau menerima aku apa adanya," ucap Nini lembut sambil mencium kening Iwan, mencium tangan, lalu berjalan menghampiri pria yang tadi memanggil dirinya. Pria itu langsung merangkul Nini dan membawa Nini masuk ke dalam hotel.

Iwan menatap semua kejadian itu dengan senyum yang tulus, lalu beranjak pergi, menjauhi hotel, meninggalkan Nini yang 'bekerja', dan menanti Nini kembali, kembali ke dalam pelukannya, membawa hati dan cinta yang tulus untuk dirinya. Ya! hanya untuk dirinya.

Matahari sedang terik–teriknya. Di hari Jum'at itu, suasana gedung KPK tampak terlihat lebih ramai daripada biasanya. Beberapa wartawan terlihat berkumpul di sudut-sudut gedung. Rombongan mobil milik KPK memasuki halaman gedung, dan berhenti tepat di depan lobby. Dany turun dari salah satu mobil diikuti oleh beberapa orang penyidik KPK. Terlihat Budi, kaki tangan Iwan turun dari mobil dengan tangan yang terborgol.

Tentang Kisah - Love, Hate & FriendshipTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang