The Eyes

207 45 17
                                    

The Eyes
--------------

"Hey Y/n, selamat pagi!". Fundy berlari menghampiri.

Y/n menoleh dan tersenyum padanya.

"Pagi juga Fundy, bagaimana belajarmu semalam?". Tanya Y/n ramah.

"Yah.. kau tau lah, bagaimana caraku belajar". Fundy tersenyum licik ke arah Y/n.

"Ow.. harap saja Mr. Darryl atau guru lainnya tidak akan melihatmu". Jawab Y/n.

"Kali ini aku pasti berhasil Y/n, guru tidak akan tau".

"Yakin sekali..". Y/n tertawa.

"Tentu saja, dan ketika aku berhasil aku akan menggosokkan hasil terbaikku di wajahmu Y/n". Ujar Fundy penuh keyakinan.

"Baiklah baiklah..". Y/n kembali tersenyum menatap tingkah laku temannya itu.

Bel berdering membuyarkan pembicaraan mereka dan dengan segera masuk ke kelas masing-masing.

Ujian pun di mulai setelah Mr. Darryl membagikan kertas ujiannya dan memulai lomba makan es dogernya.

(Please.. stand by)

Dan memulai ujian hari itu.

* * *

Kantin mulai dipenuhi para siswa dari berbagai kelas, saling bertemu dan memulai adat istiadat khas mereka.

Mencari meja kosong sambil membawa pesanan dan mengobrol kan hal tidak penting mereka atau bahkan teman sekelas mereka sendiri.

Y/n melangkahkan kakinya mencari meja kosong, ia sendiri kali ini Wilbur sedang memiliki urusan di ruang guru, Tommy menghilang entah kemana dan Fundy sedang di ruang BK.

Setelah berputar-putar akhirnya ia menemukan sebuah meja yang bisa ditempatinya namun meja itu telah terlebih dulu dikuasai orang lain, Techno.

Malas mencari lagi Y/n memutuskan untuk meminta izin padanya, barangkali ia masih mau membantunya.

"Permisi?". Tanya Y/n.

Techno hanya berdeham tanpa mengalihkan pandangannya dari buku yang sedang dibacanya.

"Boleh aku duduk disini? Meja lain penuh". Techno menurunkan sedikit bukunya lalu kembali ke urusan nya.

"Eum.. tak ada tempat lain". Techno membuang nafasnya kasar lalu menoleh menatap intens Y/n.

"Bukan kah sudah ku bilang hanya kali itu aku membantumu?". Tanya Techno dengan nada sarkastik nya.

"Maaf, aku..".

"Baiklah terserah kau saja". Techno mengalihkan atensinya kembali pada bukunya.

Y/n berterima kasih pelan dan duduk berseberangan dengan Techno, Techno mendecih pelan sambil menggumamkan sesuatu.

Y/n mencoba mengajak Techno mengobrol namun selalu diabaikannya membuat Y/n merasa kurang nyaman, hingga suatu kalimatnya berhasil membuat Techno berhenti membaca bukunya untuk sesaat dan merespon.

"Kemarin aku pergi menemui Wilbur dirumahnya, dia bilang kau saudaranya tapi aku tak melihatmu disana". Ucap Y/n.

Techno berhenti membaca namun tetap tak mengalihkan pandangannya.

"Aku tak tinggal dengannya". Jawab Techno singkat.

"Oh.. begitukah?". Y/n memastikan.

"Semacam itu".

"Wilbur bilang, ada alasan kenapa kau tidak tinggal dengannya, juga bersama Phil". Ucap Y/n lagi.

"Memang ada, kau kenal Philza?". Techno balik bertanya.

"Baru-baru ini sih, tapi beliau ayah yang baik". Jawab Y/n.

Techno terdiam, sedangkan Y/n meneruskan komentarnya hingga ia pun selesai dan meminum minumannya.

"Sudah puas?".

"Maaf?". Y/n tak mengerti.

"Sudah puas membicarakan dua anggota keluargaku itu?". Techno memperjelas kalimatnya.

Kini Y/n yang terdiam dan Techno menutup bukunya.

"Jika kau berkenan berhenti membicarakan mereka atau aku akan pergi sekarang". Ujar Techno lagi.

Tak ada penekanan di kalimatnya namun terdengar agresif seperti ia benar-benar tak mau dengar tentang Wilbur ataupun Philza.

Y/n memilih diam dan melanjutkan menghabiskan makanannya.

* * *

S

eorang pria tinggi dengan sarung tangan hitam di kirinya dan putih di kanannya menatap hampa kearah langit senja di hadapannya.

Bernafas kasar sambil mengacak-acak rambutnya frustasi, dari balkon rumah yang ditempatinya.

Cahaya senja masih terlihat sebelum akhirnya digantikan oleh sang penguasa malam ketika telah habis masanya.

Secangkir kopi dingin menemaninya di senja itu, nampaknya telah dari lama berada diatas meja dan hanya sedikit yang diminumnya.

"Apa yang harus kulakukan jika ini semakin berlanjut?!". Ucapnya lalu memukul kepalanya.

"Dia tak bisa terus seperti ini, tapi aku harus bagaimana? Oh.. Tuhan, semua ini salahku!". Ucapnya lagi sambil meremas rambutnya.

Perlahan ia kembali menetralkan pikirannya dan meminum seteguk dari kopi dinginnya, lagi-lagi ia membuang nafas kasar seakan benar-benar frustasi pada apa yang dipikirkannya.

Sejenak ia melihat ringkasan kilas balik dari dalam pikirannya membuatnya semakin kesal dan kembali memukul keras kepalanya.

"Tenanglah, semua mungkin akan baik-baik saja, tenanglah Ranboo tenangkan dirimu".

"Mungkin..".

"Atau bahkan tidak sama sekali".

"Biarkan sang mata yang memutuskannya..".

TBC
---------



























































Telat? Ya maap, lagi ujian soalnya.


Jangan lupa vote dan comment ya..










































Kali-kali minta vote ma comment, boleh kan?

:)

Violin - Technoblade x Reader [ Discontinued ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang