"Jadi kita makan apa?"
"Kan sudah ku bilang, terserah. Sesuai kesepakatan makan siang kita akan menjadi tugasmu untuk menentukan"
Suryeon menjawab dengan menekan kata terserah, membuat Dantae harus kembali menyabarkan diri. Ada wanita bernama Shim Suryeon yang begitu cantik nan elegan, mandiri dan visioner dengan selalu memikirkan solusi, tapi setiap ditanya mau makan siang apa selalu menjawab, terserah. Bukan masalah bagi Dantae untuk menentukan jika saja Suryeon akan selalu dengan senang hati menerima menu yang dia pilih. Namun yang terjadi dia selalu akan mengomel panjang lebih dulu, tentang bagaimana saat ini betapa tidak inginnya dia memakan ini, memakan itu tapi pada akhirnya memesan dan menghabiskan makanan paling banyak. Lalu setelah itu dia akan kembali mengomel bagaimana Dantae membuatnya menghabiskan begitu banyak makanan padahal dia sedang tidak ingin memakannya.
"Makanan Jepang?"
"Kita sudah memakan itu kemarin."
"Restoran China?"
"Aku sedang tidak ingin."
"Makan Tuna?"
"Aku baru melihat tayangan tentang kehidupan Tuna tadi malam saat menunggumu. Aku tidak akan tega untuk memakan mereka selama beberapa hari kedepan."
"Jjampong?"
"Sekarang masih musim panas."
"Samgyetang?"
"Jangan ayam."
"Bulgogi?"
"Aku akan memasak itu nanti malam."
"Galbi?"
"Kita akan memakan daging nanti malam, jadi yang lain."
Dantae menarik nafas pelan, "Oke, Naengmyeon?"
"Tidak ingin."
"Jajangmyeon?"
"Yang lain."
"Jadi sebenarnya ingin makan apa?"
"Kan sudah ku bilang, terserah."
"Baiklah," Merasa lelah Dantae hanya memaksakan senyum membawa mobilnya menuju rumah makan yang akan menjadi tempat terpilih makan siang mereka. Namun saat akan sudah memarkirkan mobil.
"Aku tiba-tiba ingin memakan sashimi."
Dantae tersenyum mengangguk pasrah, tidak lupa menjawab iya dengan memberi Suryeon senyum manis. Memutar balik mobil untuk menuju restoran yang menjual makanan Jepang.
Meski merasa lelah dan kesal tapi ini lebih baik, daripada harus mendengar pidato kenegaraan Suryeon tentang menu makan siang mereka yang dipilihnya.
-
"Dantae," Suryeon memanggil suaminya yang sedang sibuk bermain dengan ponsel. "Makan dulu." Tegurnya menyuapkan irisan ikan ke mulut Dantae menggunakan sumpit.
"Sebentar katanya ada masalah dengan hotel di Paris." Dantae menjawab menerima suapan Suryeon.
"Sepagi ini?" Suryeon bertanya kesal, Korea itu lebih cepat 7 jam dari Paris. Berarti jika sekarang jam 12 siang, disana masih jam 5 pagi. Yang benar saja mereka sudah memiliki masalah.
Dantae hanya mengangguk kembali fokus dengan ponselnya bahkan sekarang sedang berbicara dengan bahasa french, membuat Suryeon meletakkan sumpitnya dengan kasar. Mendadak merasa kenyang, karena diabaikan.
"Selesai, mereka hanya bingung dengan-" Dantae tidak jadi menyelesaikan perkataannya saat melihat Suryeon yang sudah sibuk dengan ponselnya. Kode merah. Selama ini mereka sepakat jika saat makan bersama tidak ada yang boleh sibuk sendiri. Ponsel atau pekerjaan semuanya harus dikesampingkan.
"Sudah selesai?" Suryeon bertanya tanpa melihat kearah Dantae, "Kita pulang kalau begitu."
Dantae melihat kearah makanan mereka yang masih terlihat utuh, "Makanannya belum habis," tahannya memegang lengan Suryeon.
"Sudah basi ditinggal ke Paris." Ketus Suryeon melepas tangan Dantae berjalan pergi. Satu hal yang Suryeon benci adalah melanggar janji, dia bahkan sampai harus mengganti jadwal fitting bersama kliennya untuk memenuhi janji mereka agar selalu makan siang bersama.
"Marah kan dia" desah Dantae dengan cepat memanggil pelayan untuk membayar, tapi ternyata semuanya sudah dibayar oleh Suryeon. Membuat Dantae bergerak cepat takut kalau Suryeon pulang duluan menggunakan taxi. Tapi untungnya dia masih ada berdiri di depan waktu Dantae keluar.
"Suryeon" Dantae mencoba memanggil tapi di abaikan.
"Suryeon" Lagi tapi masih dikacangin.
"Suryeon" Masih nggak digubris.
"Sayaaang" Dantae mencoba dengan harap-harap cemas takut dilempar pakai tas.
"Apa?!" Suryeon menjawab dengan nada ketus.
"Giliran dipanggil sayang aja jawab." Dantae mencoba menggoda tapi langsung mundur saat Suryeon mengangkat tasnya, "Iya, nggak akan goda." lanjutnya mencoba menyelamatkan diri.
"Kalau begitu cepat, disini panas."
"Siap Nyonya!" Dantae dengan cepat berlari menuju parkiran untuk mengambil mobil. Sebelum ibu negara beneran manggil taxi.
"Jadi kita mau kemana?" Dantae bertanya sebelum menutup pintu mobil saat Suryeon sudah duduk.
"Butik."
"Tidak tidak, kamu belum makan jadi kita makan dulu."
"Udah nggak nafsu."
"Suryeon" Dantae dengan pelan memanggil tapi Suryeon membuang muka" Suryeon sayang, maafkan Dantae ya, tadi itu benar ada hal mendadak yang harus mereka sampaikan. Karena waktu yang sempit."
"Iya." Jawab Suryeon singkat.
"Kalau iya, jangan marah lagi. Dantae kan jadi sedih."
"Masalah apa memangnya?"
Dantae tersenyum meski masih ketus, tapi Suryeon sudah mau bertanya berarti kadar marahnya berkurang. "Ada Perdana Menteri yang akan melakukan perjalanan mau memilih hotel kami sebagai tempat menginap hanya jika aku yang menemani selama dia menginap disana."
"Jadi kamu akan kesana?"
Dantae mengangguk,"Mau pergi menemaniku?"
Suryeon terlihat berpikir ajakkan Dantae, mengingat jadwalnya. "Kapan perginya?"
"Sore ini."
"Cepat sekali."
"Namanya juga dadakkan."
Suryeon masih berpikir, "Berapa lama?"
"Sekitar satu minggu, jadi bagaimana?"
Mendengar ini Suryeon jadi cemberut seminggu ditinggal Dantae pasti akan terasa lama, "Ya sudah. Jam berapa kita pergi?"
Dantae tersenyum senang,"Setelah kita makan siang." Jawabnya menutup pintu mobil berjalan cepat untuk masuk dan duduk di kursi kemudi. "Jadi kita akan makan apa sekarang?"
"Terserah."
Senyum Dantae langsung luntur mendengar ini, sekarang mereka kembali lagi pada titik awal. Jawaban terserah.
---
Dabel up, karena aku nggak akan update sampe selese revisi.
Aku terjebak pada dua pilihan, kalian mau yang minim konflik atau yang konflik berat nih gaes?
KAMU SEDANG MEMBACA
Big C.
FanfictionSuryeon akan menikah, dan Dantae yang rela melakukan segala hal untuk menghentikannya.