Lauren senantiasa menunggu Alvaska membuka suaranya untuk menjelaskan semuanya, namun Alvaska masih tetap diam.
"Kak maksudnya apa, kok banyak sekali foto aku?" Tanya Lauren sekali lagi. Alvaska tetap diam dengan pandangan yang tak lepas dari Lauren.
"Kak jawab dong!"
Alvaska menghela nafas menatap Lauren lama. "Kamu milikku Zela!" Ucap Alvaska dingin, dengan tatapan yang berubah tajam.
Lauren binggung bukan ini jawaban yang dia mau, kenapa laki-laki ini cepat sekali berubah terutama tatapannya.
"Maksud kakak apa?" Cicit Lauren tatapan itu membuat Lauren takut.
"Ingat kamu hanya milikku! Aku pemilikmu!" Tubuh Lauren menegang apa maksudnya? Kenapa Alvaska membuatnya takut?
"Haha kakak pasti bercanda." Kekeh Lauren mencoba setenang mungkin.
"Dimana letak bercanda itu Hazela?" Alvaska memajukan tubuhnya membuat jarak mereka terkikis, dan itu membuat Lauren ketar-ketir.
"Ehm kakak mau ngapain?" Tanya Lauren pelan, diluar dugaan Alvaska menyatukan kening mereka sambil memejamkan mata dan tangan yg merambat ke pinggang Lauren mendekatkan tubuh kecil itu di dekapannya. Wajah Lauren pun berubah menjadi merah padam.
"Berjanjilah kamu hanya milikku dan aku milikmu." Lirih Alvaska membuka mata, mata mereka bertubrukan saling memandang satu sama lain.
Lauren hendak menjauhkan wajah mereka dengan mendorong dada Alvaska, benar saja wajah mereka berjauhan namun tidak dengan tubuh mereka. Alvaska malah mempererat pelukannya.
"Kakak seenaknya! Aku bukan barang." Lirih Lauren sedikit emosi.
"Tapi bagiku kamu barang, kamu cuma milik aku. Tolong jawab iya!" Paksa Alvaska.
"Aku tidak mau! Aku ingin pulang!" Tolak Lauren dengan nada tinggi, dia sudah jengah dengan Alvaska, ini bukan Alvaska yg dia kenal.
"Kau berani menolak ku sampai-sampai kau berani juga membantah ku Hazela?!" Ucap dingin Alvaska tangan yang meremas pinggang Lauren. Lauren meringis pelan.
"Kak sakit." Ringis Lauren pelan.
"Sakit hm?" Lauren mengangguk. "Maka turutilah apa mau ku."
"Tidak mau!" Tolak Lauren memberanikan diri untuk menatap Alvaska.
"Jangan memancing emosi ku Zela!" Bentak Alvaska mendorong kencang baru Lauren hingga terjatuh dari sofa.
Lauren kaget dia mematung ini pertama kalinya dia diperlakukan kasar, dia menatap Alvaska tidak percaya.
Alvaska dia hanya diam saja tidak ada rasa bersalah setelah apa yang dia lakukan.
"Kau masih mau menolak ku?" Tanya Alvaska mencekram pipi Lauren membuat bibir Lauren sedikit maju.
Plak!
"Dasar brengsek!" Lauren menampar pipi Alvaska, dia reflek sungguh. Muka Alvaska yang menoleh ke samping pun menggeram beraninya gadis ini.
Lauren merutuki dirinya apa yang baru saja dia lakukan?
"Tangan dan mulutmu harus di hukum sayang." kekeh Alvaska, bagi Lauren kekehan kali ini menakutkan. Jantung Lauren terpacu hebat menunggu apa yang akan Alvaska lakukan.
Tangan Alvaska masuk kedalam kantong celana nya menggambil benda tajam yang selalu menemaninya. Pisau kecil itu sudah ada di hadapan Lauren.
"Sepertinya bermain-main sebentar seru juga." Alvaska tersenyum menatap pisau kecil itu, dia meraih tangan kanan Lauren yang tadi menamparnya.
Badan Lauren sudah bergetar, matanya sudah berkaca-kaca ingin menangis. Dia menggeleng.
"Mari kita mulai."
"akhh kak sakit." Teriak Lauren pasalnya telapak tangan itu digores oleh pisau Alvaska.
"Hiks kak cukup ini sakit!" Alvaska seolah tuli dia tetap melanjutkan kegiatan tersebut. Dia menuliskan nama nya dia telapak tangan tersebut. A-L-V-A-S-K-A.
"Diam dulu Zela!" Bentak Alvaska.
"Perfect." Alvaska bangga dengan hasil yang dia goreskan itu. Lauren terus menangis sungguh laki-laki ini tidak punya hati, wajahnya sudah dibanjiri oleh air matanya.
"Brengsek!"
"Oh iya lupa mulutmu belum aku hukum." Ujar Alvaska. Lauren menggeleng menolak apa yang akan Alvaska lakukan.
Alvaska memajukan wajahnya dengan wajah Lauren. Lauren membulat kan matanya. Dia jadi semakin takut dengan laki-laki yang ada di depannya.
Lauren memejamkan matanya menunggu apa yang akan Alvaska lakukan.
"Kau menunggu untuk ku cium Hazela?" Kekeh Alvaska. Lauren membuka matanya dia malu ingin rasanya mengubur dirinya hidup-hidup.
Sialan batin Lauren.
・・・
Rayya sedang berjalan sendiri ditaman dekat rumah menikmati sore hari yang cerah. Dengan hanya menggunakan Hoodie dan celana panjang dan rambut terikat kuda.
Dia sedari tadi tidak berhenti tersenyum, mungkin sekarang dia sudah dibatin orang-orang kalau dia gila.
Karena terlalu larut dalam pikirannya Rayya sampai tidak fokus dengan jalannya dia menubruk seseorang. Namun kenapa dia yang terjatuh? Atau lebih tepatnya dia ditubruk seseorang.
Rayya mendongkrakkan kepala dia sedikit emosi ingin memarahi pelaku tersebut. Dia berdiri dan menepuk pantatnya sedikit untuk menghilangkan kotoran karena dia terjatuh tadi, "Mas kalo jalan lihat-lihat dong kan saya jadi jatuh." Gerutu Rayya. Ternyata yang menabraknya laki-laki. Orang di depannya dengan wajah yang tertutup masker Kanya diam.
"Masnya engga denger apa gimana?!" Laki-laki tersebut membuka maskernya, Rayya kaget ternyata yang dia marahi adalah Lintang kakak kelasnya.
"E-eh kak Lintang aduh maaf kak." Ucap Rayya tidak enak.
"Lain kali kalo jalan lihat-lihat." Jawab Lintang dan langsung pergi begitu saja.
"Huh aku engga mimpi kan? Tadi aku bicara sama kak Lintang? Wah demi apa?" Rayya memegang dada kirinya jantung menggila.
"Eh kak Lintang engga sampe jantungan kan pas aku tabrak tadi? Kan yang jatuh aku kenapa jadi mikirin kak Lintang, kayaknya yang jantungan itu aku deh." Kekeh Rayya, dia agaknya memang sudah gila.
・・・
Next??
Hai hai hai aku kembali kangen engga nih?
Semoga engga bosan ya kalian sama cerita ini^^
Jangan lupa bintang dan komen
See you next part><
KAMU SEDANG MEMBACA
ALVASKA HYEDEN
Romance"Kamu hanya untukku, tidak ada seorangpun yang dapat mengambilmu dariku, aku pemilikmu. Jangan kau berani mendekati laki-laki lain selain aku! tidak akan ku biarkan itu terjadi! kamu milikku Lauren Hazela Anderson." - Alvaska Hyeden Xendrick. "berte...