25/09/2021
..
..
..
Bob memeriksa gerendel yang terdapat di sisi sebelah dalam pintu. "Dasar nasib kita sedang sial!" katanya. "Patah!"
"Kurasa itu bukan soal nasib," kata Jupiter. "Kurasa tadi orang-orangan itu melihat kita memasuki terowongan, lalu menarik kesimpulan bahwa kita bisa berbahaya karena sudah banyak rahasianya yang berhasil kita ketahui. Lalu dipatah-kannya gerendel itu. Kemudian kita dipancingnya masuk kemari, dengan jalan membakar kain-kain bekas itu."
"Begitu gampang kita diakali." kata Pete. "Tapi aku tadi tidak sempat berpikir, karena takut terjadi kebakaran."
"Reaksimu itu sudah diperkirakan olehnya," kata Jupe. "ia sengaja memilih ruangan yang kokoh ini. Biar seperti apa pun kita berteriak- teriak dan menggedor-gedor di sini, takkan ada yang bisa mendengar."
"Juga apabila kita memukul-mukul pipa yangterpasang di langit-langit itu?" kata Pete. "Bukankah bunyinya akan diteruskan ke luar?"
Jupe mengangguk. "Memang, tapi pipa-pipa ini tidak dihubungkan dengan bagian-bagian lain dari rumah ini, melainkan menyambung ke suatu mesin pendingin yang mestinya ditempatkan di luar rumah. Takkan ada yang bisa mendengar kita menggedor-gedor, kecuali jika orang itu berada di dekat-dekat sini."
Pete terhenyak ke lantai. "Jadi kita akan ditinggalkan begitu saja di sini?" katanya ketakutan.
"Lama-lama pasti akan ada orang datang mencari kita," kata Jupiter dengan nada yakin. "Sepeda-sepeda kan kita tinggalkan tadi di depan, dekat mobil Letitia. ia pasti akan melihatnya."
"Tapi beranikah ia turun kemari?" kata Bob sangsi. "Ke kolong rumah yang banyak labah-labahnya?"
Jupiter termangu sebentar.
"Kurasa tidak," katanya kemudian dengan lesu. "Lagi pula, nanti jika ia melihat sepeda-sepeda itu, kemungkinannya ia akan menyangka bahwa kita di tempat Dr. Woolley. Sedang apabila Burroughs atau istrinya yang melihat-yah, sudah pasti mereka takkan berbuat apa-apa."
Setelah itu mereka sama-sama membungkam. Pikiran mereka serasa buntu.
"Tapi Bibi Mathilda pasti bisa menduga di mana kita berada," kata Jupiter sesudah beberapa saat. "Pasti akan disuruhnya Hans atau Konrad mencari kita. Atau diteleponnya Chief Reynolds, yang pasti akan langsung menebak bahwa kita ada di rumah ini. Tapi itu pasti masih akan lama." Jupiter tidak perlu melanjutkan kalimatnya, karena kedua temannya juga berpikiran serupa. Akan berapa lamakah cukup banyak udara untuk bernapas dalam ruangan tertutup rapat itu?
Waktu berjalan seperti merayap, jam demi jam. Jupiter mulai merasa lapar. Sudah waktu makan malamkah saat itu? Atau mungkin ia merasa lapar, karena tadi tidak makan siang?
Tiba-tiba ruangan itu terasa bergetar.
"Apa itu?" tanya Pete ketakutan sambil meluruskan duduknya. "Mungkin gempa kecil," kata Bob.
"Hebat," gumam Pete sambil bersandar lagi ke dinding. "Seperti terkurung dalam ruangan tanpa udara segar saja belum cukup gawat, sekarang ada pula kemungkinan kita tertimbun hidup-hidup di sini!" Waktu berlalu lagi dengan lamban. Rasanya sudah berjam-jam mereka di situ, tanpa bisa berbuat apa-apa.
Ketika mereka mulai cemas karena rasanya napas mulai sesak, tiba-tiba Jupiter memasang telinga.
"Bunyi apa itu?" bisiknya.
Kedua temannya ikut memperhatikan.
"Ada yang menggedor-gedor sesuatu," kata Pete menarik kesimpulan, ia berdiri, lalu menghampiri pintu.
"He!" teriaknya keras-keras. "Kami di sini!" Digedor-gedornya pintu dengan tangan yang dikepalkan.
Jupiter melepaskan sepatunya, lalu ikut menggedor-gedor pintu dengannya. Mereka bertiga berteriak-teriak.
Akhirnya pintu kokoh itu terbuka. Seorang pria jangkung berambut lebat yang sudah putih muncul di ambangnya. Kulitnya coklat terbakar sinar matahari, sedang mukanya penuh kerut. Letitia juga ada di situ, berpegang erat pada lengan laki-laki tua itu.
"Syukurlah, kalian selamat," kata laki-laki itu. "Sudah kukira kalian pasti ada di sekitar sini. Aku tadi melihat kalian datang, tapi setelah itu lenyap!"
Jupiter melangkah ke luar.
"Untung ada orang misterius yang mengamat-amati rumah ini," katanya sambil nyengir.
"Orang misterius?" kata Letitia Radford. "Maksudmu, dia ini? Aku kenal dia! Ben Agnier ini dulu tukang yang selalu membersihkan kolam renang kami. Ada apa sih sebenarnya, di sini? Mana Burroughs dan istrinya? Ketika aku bangun tadi, tahu-tahu mereka sudah tidak ada lagi-begitu pula kalian bertiga!"
"Jika mereka berdua tidak ada lagi, maka itu berarti urusan mereka sudah selesai," kata Jupiter sambil mengangguk ke arah terowongan di ujung lorong.
"Jadi itu rupanya yang mereka lakukan selama ini!" kata Ben Agnier sambil memandang ke arah lubang itu. "Membuat terowongan!"
"Ya, menuju ke Museum Mosby," kata Jupiter.
ia menyalakan senter lalu masuk ke dalam terowongan itu, diikuti oleh yang lain-lainnya, termasuk Ben Agnier.
"Tunggu!" seru -Letitia Radford. "Jangan tinggalkan aku!"
"Ayo cepat!" balas Agnier.
Letitia bergegas menyusul di belakang Bob, yang masuk paling akhir. Selama berjalan sampai ujung terowongan, tidak satu pun dari mereka membuka mulut, meski sebenarnya tidak ada alasan untuk berhati-hati. Sesampai di ujung, nampak sebuah lubang besar di tengah dinding beton yang tadinya masih menghalangi. Tercium bau yang tajam.
"Dinamit, kalau menurut baunya," kata Agnier dengan wajah serius. "Sekarang aku mengerti!" kata Jupiter. "Kami merasakan getarannya tadi. Ledakan itu mestinya terjadi setelah pukul lima, sesudah para penjaga pulang semua."
Agnier masuk ke ruang kolong museum lewat lubang itu. Diterangi senter yang dipegang oleh Jupiter, dengan cepat sudah ditemukannya sakelar lampu di situ. Semua yang masuk memandang berkeliling sebentar. Mereka melihat peti-peti kemas, sebuah ruangan tempat ketel pemanas ruangan, serta sebuah ruangan lagi yang di dalamnya ada alat rumit untuk mengatur agar suhu di dalam rumah itu tidak berubah-ubah. Setelah itu semua dengan didului oleh Agnier naik ke atas. Letitia Radford menyusul dekat sekali di belakang mereka, ia tidak berani tertinggal terlalu jauh.
"Mr. Malz!" seru Jupiter memanggil, ketika mereka sudah sampai di serambi dalam sebelah depan.
Tidak ada yang menjawab.
"Mungkin ia tidak ada di sini," kata Pete.
Mereka memasuki kamar demi kamar di lantai dasar. Semuanya kelihatan seperti biasa di situ, tidak ada yang berubah. Berulang kali nama Gerhart Malz dipanggil-panggil. Tapi tetap tidak dijawab. Rumah itu sunyi senyap.
Masih adakah Gerhart Malz di museum itu? Jangan-jangan ia dikurung di salah satu tempat seperti anak-anak tadi! Jupiter bergidik karena merasa seram, mengingat pengalamannya.
"Mr. Malz!" seru Jupiter sambil mendaki tangga putar yang menuju ke tingkat atas.
Lukisan-lukisan di lantai dua sudah tidak ada lagi. Lukisan Vermeer, Rembrandt, Van Dyck, dan juga Rubens. Semuanya diambil dari tempat pajangan semula!
Letitia Radford menatap dinding-dinding telanjang dengan pandangan nanar.
"Segenap koleksi Mosby," katanya. "Burroughs dan istrinya? Mereka yang menggali terowongan itu? Jadi... jadi ternyata Burroughs-lah orang-orangan itu?"
Saat itu terdengar bunyi gedoran berulang-ulang. Datangnya dari atas. Jupiter lari dengan cepat mendaki tangga ke lantai tiga yang merupakan tempat kerja dan juga tempat tinggal Gerhart Malz. Bunyi gedoran semakin jelas terdengar. Jupiter lari ke arah bunyi itu, diikuti dari dekat oleh Bob dan Pete. Mereka mendatangi sebuah lemari dinding yang terdapat di kamar tidur yang tidak luas di sisi kiri tangga, lalu membuka pintunya.
Gerhart Malz meringkuk dalam lemari itu dalam keadaan terikat dan mulut tersumbat..
----------------
ah aku sudah ingat siapa dalang ini semua, wkwk aku tertipu.
KAMU SEDANG MEMBACA
(30) MISTERI BONEKA BERINGAS
Ciencia Ficciónkejadian tak terduga dilalui oleh Jupiter dan kawan-kawannya saat menaiki truk yang disopir oleh Hans. Ban truk itu pecah dan mereka harus meminta tolong dengan melintasi sebuah perkebunan jagung yang seharusnya tidak ada di pegunungan sini. Jupiter...