9. ENDING

65 9 0
                                    

Byeol memasukan buku-buku kedalaman rak, membawa beberapa yang paling penting seraya melangkah keluar kamar. Perlahan nuruni tangga, senyum tak tertahan lagi kala indra penciuman mengendus aroma roti panggang selai kacang kesukaannya.

Wooyoung sibuk dengan roti selai nya, sementara si pria tinggi itu masih membuat satu lagi - untuk adik bungsunya.

Kemana perginya wajah ceriah kak Mingi biasanya? Pria itu tampak murung. Yang lebih mengherankan, mengapa Wooyoung justru malah tersenyum-senyum sendiri? Apa mereka bertengkar, atau sesuatu baru terjadi? Byeol hanya bisa menggeleng heran.

"Ada apa?" tanya Byeol sembari mendudukan diri di dihadapan Wooyoung.

"Aku bermimpi mendapat kotoran, itu artinya aku akan beruntung, kan?" kata Wooyoung bangga. Si bungsu mengernyit heran. Di jaman ini, mana ada orang yang percaya pada ramalan mimpi seperti itu.

"Parahnya aku bermimpi kehilangan tangan kanan, itu mungkin pertanda kesialan yang mengerikan. Ck, payah ... Nah, makanlah!" Byeol merima roti dari uluran tangan Mingi, sedikit terkekeh mendengar cerita kedua kakak nya yang konyol itu.

Berbicara tentang mimpi, semalam Byeol pun kembali memimpikannya. Entah, meski sudah 4 tahun setelah kejadian di gurun itu, ingatan tentang Hongjoong sama sekali belum memudar. Namun, gadis itu yakin, jika lebih lama dari lima tahun kedepan satu-persatu kenangan pasti akan terkikis juga.

Ah, apa ini kebetulan? Mingi memimpikan kesialan, Wooyoung memimpikan keberuntungan, sementara Byeol memimpikan Hongjoong - lagi. Mungkinkah sesuatu akan terjadi? Gadis yang mengunyah sarapannya sembari memperhatikan kedua kakaknya itu menggeleng pelan sembari tertawa konyol, terlalu merindukan seseorang membuat pikirannya meliar.

"Aku sudah selesai, aku akan berangkat duluan. Karna bos dari perusahaan iklan itu akan membicarakan bayaran ku hari ini. Astaga, aku tidak boleh terlambat!" ujar Byeol, lalu meneguk segelas susu putih yang telah tersiap di hadapan.

Mata gadis memejam nyaman, ketika tangan Mingi masih mengusap lembut pucuk surai hitamnya, pria itu tersenyum begitu manis, lalu menangkup kedua belah pipi si adik.

"Adik kecilku susah besar! Sekarang dia sudah bisa bekerja sendiri, apa dia akan meninggalkanku setelah ini?"

"Ck, kakak bicara apa! Aku akan selalu disini, bersama kak Wooyoung dan kak Mingi," ucapku bersungguh-sungguh.

"Tidak usah repot, suatu saat nanti aku juga akan pergi dengan istri ku dan punya keluarga sendiri, begitu juga kak Mingi. Iyakan kak?" Wooyoung menepuk pundak Mingi yang ikut menertawai Byeol, mengejek si bungsu seperti biasanya. Menyebalkan. Namun, bukan kedua kakaknya, jika kehabisan cara menjahili untuk menjahili Byeol.

"Sudahlah, pergi sana! Kami mau makan lebih banyak roti. Lagipula nanti kau dapat bayaran, bisa beli lagi. Hehehe," Mingi mengibaskan tangan, memberi isyarat pada Byeol untuk cepat pergi.

Gadis bersurai coklat itu melangkah keluar rumah, berjalan pelan menuju halte terdekat. Ini masih pagi, waktu pertemuan dengan CEO itu masih tersisa beberapa jam, jadi ia akan berjalan santai.

Bibir spontan mengikuti lirik lagu yang didengar dari erphone bluetooth yang terpasang di telinga. 'My Love - Baekhyun' selalu saja lagu itu mengingatkan Byeol pada Hongjoong yang saat ini berada entah dimana.

Kaki pontan berhenti, kala seorang pria melewati Byeol. Gadis itu Berbalik. Rambut biru tua, seolah ia pernah melihatnya. Hongjoong, firasat Byeol mengatakan pria yang baru berpapasan dengannya itu adalah sang Kapten - Kim Hongjoong. Namun, perasaan gadis itu diselimuti keraguan.

Jika memang pria itu Hongjoong, dia tak mungkin mengabaikan ku. Atau, mungkinkah dia lupa ingatan setelah bangun dari koma? Aishh, tetap saja. Takdir kami telah terputus, dan pria itu tak mungkin Hongjoong.

[Hoongjoong] PIRATE KING (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang