Chapter #17 - Retak

18 1 0
                                    

Suasana didalam bar masih sama, dengan temaram lampu yang mendominasi ruangan. Musik nyaring dari DJ masih selalu mencairkan suasana bar yang semakin malam semakin memanas.

"Sre!"

Sebuah terikan yang membuat Srega menoleh detik itu juga.

"Wahhh, Kan?"

"Pa kabar lo?" Tanya sesosok yang dipanggil 'Kan' oleh Srega berjalan menghampirinya.

"Baik kok."

"Kemaren kemana?"

"Libur dulu, bentar."

"Alah, gaya lo!"

"Eh iya, kenalin." Ujar Srega tiba-tiba.

"Kara." Ujarnya seraya mengulurkan tangannya yang langsung disambut oleh teman Srega itu.

"Sodara." Jawab Srega buru-buru ketika mendapat kode tanya dari raut wajah sesosok dihadapan mereka berdua ini.

"Kania."

***

Tanpa aba-aba, mobil Devan sudah terpakir sempurna didepan rumah Dara. Waktu sudah menunjukkan pukul setengah tujuh kurang, namun ia tak melihat siapapun disana. Akhirnya Devan memutuskan untuk turun dari mobilnya dan memasuki halaman rumah Dara. Ia berjalan melewati gerbang rumah dengan santainya bak rumah sendiri.

"Pagi, tante." Sapa Devan ketika melihat Sintya baru saja keluar dari pintu utama rumahnya seraya membawa alat semprot tanaman.

"Devan?" Spontan Sintya menoleh dengan langsung menyiratkan ekspresi tanya.

"Iya tante, Dara-nya?"

"Dara-nya udah berangkat dari tadi."

"Hah? Tante nggak lagi bercanda kan, pagi-pagi?"

Sejenak Sintya menoleh sambil tertawa kecil melihat ekpresi kejut Devan.

"Malahan tante kira dia berangkatnya sama kamu, tapi kalo sekarang kamu-nya malah nggak tahu berarti dia ya naik angkot atau nggak taxi." Ujar Sintya santai seraya menyemprot beberapa bunga peliharaannya.

"Hah, Ya Allah tan." Wajah Devan lesu seketika.

"Kamu-nya gimana, sih?"

"Padahal ini udah paling tepat waktu lho, tan."

"Kalian nggak marahan lagi, kan?"

"Um.. nggak kok tan, cuma akhir-akhir ini Dara emang lebih suka ngambek aja." Ujar Devan sambil cengengesan.

Sintya menghela nafas pendek, seraya geleng-geleng kepala. "Anak muda."

"Hehehe ya udah kalo gitu Devan berangkat dulu mah, eh tan."

"Dipanggil mama juga nggak papa, kok."

"Hehehe iya mah, Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam. Hati-hati Devan, nggak usah ngebut-ngebut lho ya, palingan Dara-nya juga udah sampe."

"Pasti, mah."

Setelah menyalami Sintya, Devan berjalan keluar dari rumah tersebut seraya merogoh saku celanannya. Bermain serius dengan benda perseginya.

"Halo, iya kenapa Dev?" tanya Ricky membuka percakapan dalam telepon.

"Dara lagi sama lo nggak, sekarang?"

"Nggak tuh, ini aja gue juga baru mau berangkat. Emang–"

Seketika Devan memutus sambungan, tanpa basa-basi lagi ia segera masuk mobil. Pikiran sudah panik, ia pun buru-buru menyalakan serta melajukan mobilnya dengan kencang.

Dara & DearestTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang