Chapter #18 - Putus

40 1 0
                                    

Sejak ucapan terakhir Dara, suasana didalam mobil pun berubah menjadi canggung selama sisa perjalanan pulang, sampai akhirnya mobil Kara sampai didepan rumah Dara. Terlihat disana sudah terparkir terlebih dahulu mobil dengan pemiliknya yang juga sedang berdiri menghadap kedatangan mobil Kara. Dari dalam mobil dengan jarak kurang lebih dua meter, kedua mata Dara sudah menatap benci sosok yang sedang menunggunya didepan gerbang rumahnya tersebut.

"Dara," panggil Kara, saat Dara melepas seatbelt dan hendak membuka pintu mobil.

"Gue ingetin sama lo sekali lagi, kalo kesempatan baik itu nggak akan datang dua kali." Ucapan Kara membuat Dara mengurungkan niatnya untuk keluar dari mobil ini dan kembali ke posisi semula.

"Gue kaya gini nggak ada maksud apa-apa kok sama lo, tapi gue yakin banget kalo banyak hal yang belum lo tahu kan dari Devan? Itu artinya, lo bukan prioritas dia dan lo, cuma dimanfaatin." Lanjut Kara serius.

"Maksud lo, berarti selama ini dia boong gitu dengan semua kata-kata romantis dia sama gue?"

"Devan romantis ya, baru tahu gue.."

"Jawab gue!"

"Ya lo pikir aja sendiri, gue yakin lo nggak sebuta itu karena cinta."

"Tap-tapi, dia sama sekali nggak seperti yang lo ucapin semuanya."

"Oh ya, terserah? Terserah lo sih, mau percaya gue atau nggak gue. Gue kan juga nggak maksa, gue cuma ngingetin kalau lo harus lebih hati-hati sama dia."

"Nggak! Dia nggak kaya gitu." Dara menggeleng tak setuju dengan ucapan Kara barusan. Dengan percaya dirinya Kara hanya mengangkat kedua alis bersamaan dengan bahunya. Dara  pun memutuskan untuk segera keluar dari mobil ini, sebelum ucapan Kara semakin tidak jelas baginya. Saat keluar dari mobil, Dara tak merespon keberadaan Devan yang sedang menatapnya dari tadi, ia hanya menganggap seperti angin lalu saja.

"Dara!" teriak Kara seraya menurunkan kaca mobilnya. Dara hanya menoleh, dan didapati Kara sedang tersenyum kearahnya sambil mengangkat tangan yang didekatkan pada telinga kiri membentuk seperti telepon, ia masih tak peduli dengan keberadaan Devan disana.

Hal tersebut sontak membuat Devan terkejut sekaligus emosi dibuatnya. Berniat mengajak bertengkar, namun Kara sudah lebih dulu melajukan mobilnya. Sedangkan Dara hanya acuh seraya melenggang masuk melewati gerbang menuju halaman rumahnya.

"E-eh.. Dara tunggu, sayang!" teriak Devan saat tahu Dara sudah tidak ada disebelahnya.

"Sayang!" seru Devan dengan Gerakan cepat ia menahan tangan kanan Dara, dan membuatnya berbalik badan.

"Stop panggil gue sayang, atau gue suruh pak Pandu buat usir lo." Ujar Dara, yang selalu merasa kesal jika melihat wajah Devan sejak pertengkaran ini terjadi.

"Sayang." Devan justru dengan gencar mengulang ucapan tersebut, membuat Dara seketika mengepal kuat.

"Pak Pandu, tolong saya pak...!!!" teriak Dara tanpa tahu kalau dirumah sedang tidak ada orang. Orang yang meninggalkan rumah terakhir adalah bibi, namun ia sengaja tak mengunci pintu depan karena hanya keluar sebentar.

"Arrgghhh lepasin!!!!!!" semakin berontak justru semakin kuat pula cekalan Devan pada kedua pergelangan tangan Dara.

"Bibiii...!!!"

"Sakit, Devan!"

"Makanya, dengerin aku dulu!"

"Nggak!" ketus Dara.

"Dara, sayang."

"Nggak mau!"

"Ternyata bener ya omongan Kara.." ujar Dara kemudian, karena ia lelah jika terus berontak sedangkan tenaganya tak sebanding dengan Devan. "Kalo lo itu cuma manfaatin gue doang, hanya untuk validasi status. Kenyataannya gue bukanlah prioritas lo selama ini."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 02, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Dara & DearestTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang