#1

13.5K 110 0
                                    

"Berhenti teriak atau lo, gue cium!" Bisik Devan dengan nada penuh penekanan, seraya mencekal kedua pergelangan tangan Adara yang sedang berontak.

Bagaimana Adara tidak berontak, Devan saja membawanya ke belakang gudang sekolah yang selalu sepi.

"Lo ngapain sih bawa-bawa gue ke sini? Emang gue sampah apa, lo bawa ke gudang." Teriak Adara yang masih dalam cekalan Devan.

Devan masih bungkam, bukannya melepas malah menarik Adara secara paksa ke tepi dinding. Devan menghembuskan nafasnya.

"Lo ngapain sih buang nafas didepan muka gue? Kayak nggak ada tempat lain aja." Bentak Adara sekali lagi.

Sedari tadi, Adara masih belum mengerti apa maksud Devan membawanya kemari. Karena sedari tadi ia hanya diam tak menjawab beberapa pertanyaan dari Adara. Devan berdehem. Sambil menampakkan ekspresi sok garangnya, ia berucap.

"Punya masalah apa lo sama gue, hah?" Tanya Devan dengan nada pelan namun penuh penekanan.

Melihat ekspresi serta nada bicara Devan yang serius membuat Adara menelan salivanya susah payah.

"Tunggu dulu. Lepasin gue dulu, please!" Pinta Adara.

Masih dengan tatapan sok garangnya, Devan melepas cekalan Adara. Ingin rasanya Adara mundur satu langkah saja, namun sudah tidak ada celah lagi untuk dia kabur.

"G-gue, masih, nggak, ngerti, maksud lo, deh, Dev." Kata Adara terbata karena ia merasakan gugup yang tiada tara.

"Kenapa sih, lo selalu menghindar tiap kali ketemu gue? Giliran diajak ngobrol, lo selalu bentak-bentak. Udah gitu tatapan lo nggak enak lagi."

Mendengar penuturan Devan barusan membuat Adara memutar bola matanya malas.

"Lo capek-capek bawa gue ke sini cuma buat bahas itu, iya?" Tanya Adara seraya mendorong tubuh Devan yang sebelumnya hanya berjarak dua jengkal dari hadapannya.

Devan masih diam tak membalas perbuatan Adara barusan.

"Tapi sorry ya, gue nggak ada waktu buat bahas beginian." Ujar Adara lagi seraya mendorong tubuh Devan sekali lagi.

Adara berniat melangkah untuk pergi. Dengan gerakan sigap, Devan mencekal pergelangan tangan kanan Adara. Ia mendekatkan tubuhnya lebih dekat satu jengkal dari tubuh Adara. Membuat aroma maskulin Devan menyeruak ke dalam indera penciuman Adara.

"Lo, lo, mau, ngapain?" Tanya Adara yang gugup setengah hidup.

"Lo suka kan sama gue?" Tanya Devan akhirnya, masih dengan ekspresi yang sama.

Bibir Adara menganga seketika.

"Hah? Maksa! Lo kali yang suka sama gue. Bukan gue yang suka sama lo!" Bantah Adara dengan beraninya.

Devan menatap tajam bola mata Adara. Adara hanya bisa mengerjap-erjapkan matanya tanpa berani membalas tatapan tajam dari Devan. Devan tersenyum sarkas.

"Kalo emang iya, kenapa?" Devan bertanya balik.

Masih mencekal paksa Adara.

"Ah! Mau lo apa sih?" Teriak Adara frontal. "Asal lo tahu aja ya, gue tuh nggak suka sama lo! Gue benci sama lo ----" Adara menjeda kata-katanya untuk meneguk salivanya.

Namun yang terjadi justru Devan semakin mendekatkan wajahnya kepada Adara. Ingin Adara mundur, akan tetapi tepat belakang kepalanya adalah dinding. Sebelumnya Adara memang punya feeling tidak enak terhadap perlakuan Devan saat ini. Pasalnya berkali-kali dengan gerakan cepat mata Devan melirik bibir Adara.

"G-gue, enek lihat muka lo! Pokoknya, g-gue----"

Detik itu juga, dengan gerakan paksa dan tanpa aba-aba Devan menempelkan bibirnya pada bibir Adara. Yang semula bibir Adara menganga, kini mengatup mengikuti bagaimana arah bibir Devan bergerak. Mata Adara terbelalak seketika. Disisi lain, Devan malah memejamkan matanya menikmati sensai ciuman mendadak yang ia lakukan pada Adara. Bukannya diam, justru Adara tambah berontak.

"Hmmph....!" Adara memukul-pukul bahu serta punggung Devan supaya menjauh.

Saat itu, Devan sudah melepas cekalan Adara. Dengan tangan kanan menarik dagu Adara secara paksa, sedangkan tangan kiri ia tempelkan didinding. Beberapa detik kemudian, Adara berhasil melepas paksa ciuman Devan dari bibirnya menjauh. Devan mengusap tengkuknya sejenak.

-Plakkk---

Adara menampar pipi kanan Devan. Ia menghembuskan nafasnya kasar. Seketika Devan merasakan panas nyeri dari tamparan Adara, membuat pipi kanannya memerah. Devan masih diam seraya memegangi pipi kanannya. Ia melirik Adara sedetik, lalu menoleh ke sembarang arah.

"Tega lo, ya! Selancang itu lo sama gue?" Bibir Adara bergetar, matanya sudah berkaca-kaca sejak tadi. "Maksud lo apa barusan, hah?" Tanya Adara lagi, ia masih geram dengan sikap Devan yang menurutnya seenaknya sendiri.

"Cuma dengan cara itu, lo bisa jadi milik gue." Jawab Devan datar dengan suara bassnya yang khas.

"Lo nggak mikir apa," ujar Adara sembari menunjuk-tunjuk kepalanya. "dengan cara ini lo bisa dapetin gue, iya? Lo punya otak nggak sih, hah?"

"Tapi, Dar. Gue beneran suka sama lo." Sahut Devan dengan entengnya.

"Gila lo! Najis!" Detik itu juga Adara melenggang pergi.

"Dara, Dar!" Panggil Devan tanpa mengejar. "Gue suka sama lo, Dara!" Teriak Devan lagi.

Adara berjalan cepat menyusuri koridor menuju kelasnya. Ia menundukkan kepalanya, sambil menangis ia mengusap bibirnya menggunakan punggung tangan kanannya. Dari belakang terdengar suara hentakan kaki berlari ke arahnya.

"Dara, lo kenapa?" Panggil Ricky seraya berlari menjajari langkah Adara.

Adara enggan menoleh sekaligus menjawab pertanyaan Ricky. Ricky memandang wajah Adara.

"Lo nangis? Siapa yang berani bikin lo nangis?"

Merasa risih, Adara mempercepat langkahnya untuk pergi. Ricky pun tak berniat untuk mengejar karena ia tahu, mungkin sekarang Adara sedang ingin sendiri. Dari kejauhan terlihat Devan sedang berjalan santai menyusuri koridor menuju arah Ricky berdiri. Dengan penampilan seragam yang keluar dari tempat, dasi melebar dari leher, kancing baju terbuka dua dari atas serta rambut acak-acakan. Devan berjalan sembari memasukkan tangan kiri kedalam saku kirinya serta mengusap-usap bibir menggunakan tangan kanannya.

"Lo pasti pelakunya," cegat Ricky sambil menarik sebelah kerah Devan frontal. "Ngaku! Lo apain aja Adara barusan, hah?"

"Bacot!" Singkat Devan tanpa ingin membalas perbuatan Ricky barusan.

Tanpa basa-basi lagi, karena sudah lelah dengan semua yang ia lakukan barusan. Devan langsung melangkah melenggang pergi dari tempat tersebut. Membuat Ricky tak terima, namun ia enggan mengejarnya.

Dara & DearestTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang