17

90 15 1
                                    

Seluruh mahasiswa kampus ternama di jakarta itu berkumpul dalam sebuah aula, menunggu giliranya tampil.

Putri melihat Putra yang menunduk lesu, seperti banyak pikiran.

"Ada apa kak?" Tanya Putri.

"Kalau sewaktu-waktu perempuan yang bernama Jeni menghubungi, diemin aja ya," ujar Putra serius. Matanya menghadap kearah bawah lantai.

"Dan.. jaga diri baik-baik, seberat apapun masalah serahin ke Allah. Insyaallah hati jadi tenang," lanjutnya.

Putri sama sekali tidak mengerti ucapan yang baru saja diucapkan oleh laki-laki yang di depannya ini.

Abi merangkul pelan pundak Putri, "yuk tunggu di depan, sebentar lagi kamu akan tampil."

Putri mengangguk dan meninggalkan Putra yang duduk di belakang.

Beberapa mahasiswa yang berasal dari kampusnya itu masih menatap Putri dengan tatapan yang tajam, seolah berusaha untuk menjatuhkan mentalnya.

Mentalnya benar-benar di uji saat ini, tampil di sebuah perkumpulan yang di isi oleh orang-orang yang membencinya.

Abi hanya dapat menyupport Putri dan menyuruhnya agar tidak memedulikan omongan tajam sekitar.

"Sekarang, kita sambut penampilan hafalan Qur'an dari... Putri Humaira," ujar MC di depan panggung.

Beberapa mahasiswa dari kampus lain bertepuk tangan, sedangkan yang membenci Putri malah menatapnya seperti sampah.

Namun Putri tetap tegar, ia mencoba untuk tidak peduli dan tetap tampil sebisa mungkin.

Putri melantunkan bacaan Qur'an itu dengan tartil dan lancar, seolah ayat-ayat Qur'an bermunculan di hadapannya.

Namun di saat tampil, Putri malah mendapati sorakan dari beberapa dari mereka,

"Di bantu JIN ya!"

"Keluarin susuk lo!"

Dan masih banyak lagi hinaan-hinaan. Seluruh gedung itu ramai akibat celaan itu.

Putri menghentikan bacaan Qur'annya, ia tidak sanggup melanjutkan lagi.

Ia turun dari panggung dan keluar dari aula tersebut dengan air mata yang deras membasahi pipinya, begitu malu dirinya.

Abi mengejarnya ke luar.

Para peserta di dalam aula di buat ramai karena kejadian itu.

"Putri, kamu mau pulang? Abi juga ga mau lihat kamu kayak gini," ujar Abi lembut.

"Iya, pulang aja," ujar Putri dengan mantap.

Putri sangat sedih saat itu, mengecewakan Abinya yang sudah rela mengantarkannya jauh-jauh ke Ponorogo untuk melihatnya tampil, Putri juga sedih tidak jadi menghadiahkan umroh untuk kedua orang tuanya.

Namun mau bagaimana lagi, hatinya tidak kuat mendengar itu semua.

Akhirnya Putri di eliminasi dari lomba, dan diberi tiket pulang oleh pihak kampus.

***

Matahari dengan teriknya menyinari kota itu, Jakarta.

Hari yang panas di tambah dengan ingatan seminggu lalu yang tidak menyenangkan di memorinya.

Kejadian itu benar-benar membuat Putri terpukul.

Ia jarang keluar dari kamar, hanya membaca Qur'an lalu tertidur. Makan juga tidak beraturan.

Keluarganya yang memahami masa sulit Putri pun mengerti, tidak menuntut apapun dari perempuan itu.

Kabar baiknya, masalahnya sudah selesai dengan Mira dan Mawar. Mereka mengetahui kejadian itu langsung menyupport Putri kembali seperti biasa.

Namun hal itu tidak membuat Putri menjadi ceria seperti biasanya.

"Huft," ujarnya menghela napas.

Ia mengambil ponselnya dan mengecek kabar di instagram. Karena Mira baru saja memberi tahu akan ada pengumuman pemenang dari lomba minggu lalu.

Putri mengeceknya sebenarnya bukan karena ingin melihat dirinya, karena sudah tau tereleminasi. Ia hanya penasaran nama-nama yang menjadi pemenang.

Dan pemenang nomor 1 di jurusan Ilmu Komunikasi adalah : Muhammad Putra Ulum.

Putra berhasil memenangkan pidatonya, yang artinya ia mendapatkan hadiah beasiswa ke luar negeri.

Apa artinya laki-laki itu akan pindah kuliah?

Putri lekas keluar dari kamar dan mencari Abi, karena Abi yang berkomunikasi dengan Putra.

"Bi, kak Putra ngabarin sesuatu gak ke Abi? Kaya dia mau kuliah di luar gitu?" tanya Putri.

"Engga ada omongan apa-apa, terakhir di Ponorogo. Setelah Putri keluar dari aula itu Abi udah ga ketemu dan komunikasi lagi. Ada apa Nak?"

Putri terdiam kaku. Firasatnya begitu buruk.

"Engga apa-apa yah," ujar Putri.

Mawar cantiqu 🤍 is calling you..

"Waalaikumussalam, kenapa? Oh iya lupa aku ada kelas ganti. Ok aku otw ya."

Putri berangkat ke kampus.

Sampai di kampus, Putri masih trauma dengan tuduhan-tuduhan yang waktu itu beredar. Ia menundukkan kepalanya selama berjalan.

Namun salah satu mahasiswi di kampus menghampirinya.

"Hey, maaf ya Putri kalau aku pernah kemakan gosip. Kita semua udah tau siapa penyebar fitnahnya, namanya Jeni. Anak baru di jurusan Ilmu Komunikasi."

"Iya ga apa-apa kok," jawab Putri tersenyum ramah.

Ia mendengar kata "Jeni". Seperti nama yang ia dengar saat di Ponorogo bersama Putra. Sebenarnya siapa Jeni itu? Bahkan Putri tidak mengenalnya sama sekali.

Sungguh Putri penasaran dengan perempuan misterius itu.

"Hm, aku boleh ketemu sama Jeni?" Tanya Putri.

"Boleh."

Lalu mahasiswi itu menuntun Putri untuk bertemu dengan Jeni.

Jantung Putri berdetak dengan kencang, apa pantas ia mencari tahu segininya?

Putri menggelengkan kepalanya, ia sangat pantas untuk tahu. Karena Jeni sudah menyebarkan nama buruknya. Bahkan berani berbicara kepada Nizam hal yang tidak benar tentangnya, semuanya seperti sudah di rancang dengan rapih.

To be continued..

Putra sang Pemilik Rindu [TERBIT] ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang