Ponorogo dikenal dengan julukan Kota Reog atau Bumi Reog karena daerah ini merupakan daerah asal dari kesenian Reog.
Ponorogo juga dikenal sebagai Kota Santri karena memiliki banyak pondok pesantren.
Di Ponorogo terdapat beberapa pondok pesantren yang melahirkan tokoh-tokoh nasional, di antaranya Nurcholis Madjid, Hasyim Muzadi, Din Syamsuddin, dan Hidayat Nurwahid.
"Seperti pulang ke tanah air lagi rasanya," ujar Putra menghirup udara di Ponorogo.
"Kamu orang sini?" Tanya Abi.
"Iya, bi. Asli sini. Dulu Putra mondok disini."
"Kenapa ke Jakarta?" Tanya Abi.
"Dapet beasiswa, dan jurusannya juga saya inginkan buat keperluan kedepan."
"Keperluan apa?" Tanya Abi.
"Maaf bi, masih dirahasiakan. Belum ada yang tau."
Abi mengangguk mengerti.
"Putra cita-citanya jadi apa?"
Mendapat pertanyaan seperti itu, Putra tersenyum dan memandangi alam disana.
"Saking menginginkannya, mulut ini sulit rasanya untuk menyebutkan hehe."
Lima menit kemudian datang Rektor dan Salim dengan membawa beberapa mahasiswa dari kampus, ternyata yang di kirim kesini bukanlah Putra dan Putri saja.
Ada puluhan mahasiswa yang hadir hingga membuat suasana yang tadi tenang menjadi agak ramai.
Putri langsung down.
Ia tahu dia akan tidak di sukai karena berita itu.
Di tambah lagi saat ini Putra sedang bersama dirinya dan Abinya.
Karena para mahasiswa sedang berkumpul, Abi memutuskan untuk pergi ke tempat lain.
"Ternyata perempuan pengguna susuk dikirim lomba kesini juga ya"
"Ga tau malu banget!"
"Apa dia ga liat beritanya? Ga mungkin"
"Mau apa dia sama ketua BEM? Mungkin Putra jadi target selanjutnya"
"Perempuan yang murahan hahaha"
Kata-kata itu jelas terdengar di telinga Putri.
Putra sudah tidak tahan lagi mendengar gosip ini tersebar.
"Kalian dengar berita itu darimana?" Tanya Putra dengan berani menghampiri keramaian itu.
Postur badan Putra yang tinggi membuat mereka menjadi segan, tidak ada yang berani angkat bicara kecuali satu orang, Nizam.
Ya, Nizam berada di antara mereka.
"Gua yang sebarin! Kenapa? Lu juga kena susuk PELAC*R itu kan?" Nizam teriak sangat kencang.
Kesabaran Putra mulai habis, ia menarik kerah Nizam dengan kasar dan berkata, "ngomong sekali lagi kalo berani."
Putri yang menyaksikan Nizam dan Putra bertengkar segera menghampiri mereka, "udah-udah."
"Kak Putra, temani Abi dulu di sana," ujar Putri.
Putra melepas kerah Nizam, "jangan harap urusan kita udah selesai ya." dan berjalan mundur menghampiri Abi.
Putra lepas kontrol saat itu, ia langsung beristighfar. Ingin sekali dirinya menangis dihadapan Allah karena malu tidak mencerminkan sebagaimana yang di contohkan oleh Rasul.
"Maafin saya bi." Ujarnya.
Air matanya sudah menggenang disana. Penuh penyesalan.
Seumur-umur dalam hidupnya, Putra tidak pernah emosi seperti ini. Namun rasanya sangat sakit ketika mendengar perempuan yang ada di hatinya itu diperlakukan tidak baik.
Dia merasa sudah sangat berusaha agar menjaga perempuan itu agar tidak tersakiti, namun ada orang yang dengan gampangnya menyakiti.
Karena hidup sebagai yatim piatu, hati yang bisa ia jaga hanyalah hati perempuan itu, walau sebenarnya saat ini belum menjadi miliknya.
"Putra, Apa kamu serius dengannya? Ngobrol lah kita sebagaimana sesama laki-laki. Ga usah di tutupi," Ujar Abi.
"Sebenarnya saya serius, tapi ada satu masalah..."
Belum sempat bicara, Putri memotongnya dengan berteriak, "Abi, Aku tau siapa yang nyebarin beritanya."
"Siapa?" Tanya Abi, Putra juga memasang wajah penasaran.
"Tadi kak Nizam bilang, dia emosi karena ada perempuan yang namanya Jeni menghubunginya. Katanya aku pakai susuk untuk memikat kak Putra, aku gak kenal siapa Jeni."
"Jeni?" Tanya Putra.
"Iya, kak Putra kenal?"
Putra menundukkan kepalanya, dan menggaruk-garuk kepalanya.
Teringat kisah kelam yang sudah berusaha ia kubur itu..
***
3 tahun lalu
"Santri terbaik angkatan ini jatuh kepada.... Muhammad Putra Ulum," ujar MC di depan panggung.
Semua bertepuk tangan dan meneriakki selamat kepada Putra, dari kalangan perempuan maupun laki-laki.
Semua mata tersorot pada laki-laki itu.
Putra menaikki panggung dan menerima piala sebagai penghargaan santri terbaik.
Setelah kejadian terpilihnya Putra menjadi santri terbaik, datanglah bencana bagi Putra.
Para santriwati banyak yang mendekat padanya.
Tentu bagi Putra para perempuan yang menutup rapat auratnya lebih besar godaannya daripada perempuan yang dengan bebasnya mengumbar aurat mereka, karena yang menutup aurat sudah termasuk kriteria pasangan idealnya.
Hingga sampai pada waktu itu, datang seorang perempuan bernama Jeni.
Jeni dengan kerudungnya yang panjang itu menarik perhatian Putra, namun belum sampai menaruh hati, Jeni hampir menenggelamkan Putra dalam dosa.
Padahal Putra sudah sangat menjaga dirinya, namun Jeni sudah tidak bisa mengontrol perasaannya itu lagi. Ia mengungkapkan rasa cintanya dan mengajaknya bermaksiat kepada Allah.
Jeni menjadi buta karena cintanya kepada Putra, cinta yang tadinya suci pun ia nodai dengan nafsu.
Cobaan luar biasa itu membuat Putra trauma dengan percintaan.
Putra mati rasa dan memilih untuk hanya mencintai Allah dan Rasulnya dengan menimba ilmu, sampai datang perempuan bernama Putri Humaira.
Ia menaruh hati pada perempuan itu berawal dari Putri yang selalu menolak ajakan salaman dengan laki-laki yang bukan mahramnya, terlihat betapa ia sangat menjaga diri.
Dan bagaimana cara Putri menangisi hal yang sudah ia jaga.
Semua itu terasa sangat manis di mata Putra.
Mendengar bahwa Jeni kembali mengganggu hidupnya, Putra sangat memikul beban yang sangat berat saat ini.
Hidup di kota orang lain dan sebatang kara.
To be Continued..
KAMU SEDANG MEMBACA
Putra sang Pemilik Rindu [TERBIT] ✔️
SpiritualSiapakah sosok Putra yang sebenarnya? Apa rahasia dibaliknya? Ia bahkan mampu membuat wanita shalehah yang bernama Putri berkata di sepertiga malamnya "semoga kak Putra baik-baik saja disana, seperti doa yang selalu aku panjatkan setiap saat kepada...