Page forty three

318 91 46
                                    

"Jangan mengharapkan apa-apa lagi dari Ibu, Ibu tahu ini bukan kesalahanmu, tetapi tidak ada yang bisa Ibu salahkan selain kau di sini

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Jangan mengharapkan apa-apa lagi dari Ibu, Ibu tahu ini bukan kesalahanmu, tetapi tidak ada yang bisa Ibu salahkan selain kau di sini. Jadi, jangan pernah mengharapkan apa-apa dari Ibu. Ibu tidak akan membuangmu, tidak juga mengirimmu ke panti asuhan, Ibu akan mencukupi semua kebutuhanmu. Hanya itu saja, tidak lebih dan tidak kurang. Mulai sekarang, kau harus bertahan dengan dirimu sendiri, dengan kedua kaki dan tanganmu tanpa bantuan lebih dari Ibu. Kau harus paham kalau kehidupan itu tidak selalu manis seperti gulali yang sering kau makan, Elvetta. Elvetta Rheno, putriku satu-satunya, kau yang membuat ayahmu lari meninggalkanmu dan aku. Hah, pria sialan itu berpikiran kau bukan putrinya hanya karena warna rambutmu tidak mirip denganku atau dengannya. Tidak salah, tapi tidak benar juga, pada intinya ini adalah hidup yang harus kau jalani. Saat kau dewasa nanti, keputusan ada di tanganmu, bagaimana kau akan menjalani hidup, menjadi abu atau menjadi permata. Itu tergantung pada langkah kakimu."

Seorang wanita dengan rambut berwarna merah gelap dan sedikit mengombak itu menatap dingin pada gadis kecil yang baru saja melewati ulang tahunnya yang ke tujuh. Wanita itu berdiri angkuh, seperti sedang berdiri di hadapan musuh. Tatapannya lurus, tidak merendahkan hanya tidak menghargai, wanita itu seolah tengah menatap pada satu karung tomat busuk yang dihadiahkan padanya. Si gadis kecil yang ditatap hanya bisa termangu mendengarkan kalimat-kalimat yang tidak benar-benar ia paham. Sedikit banyak ia mengerti ucapan ibunya, tetapi tidak seluruhnya.

Dan semakin si gadis kecil dewasa, ia semakin paham apa yang ibunya maksudkan. Satu kali pun sang ibu tidak pernah peduli padanya, kalau ia sakit, hanya akan dibawa ke dokter, saat jam makan akan disediakan makanan di atas meja, ada atap untuk berlindung dari panas dan hujan, juga tidak perlu khawatir tentang biaya hidup dan sekolah. Gadis kecil yang beranjak dewasa itu merasa hidup sebagai tanaman hias yang diurus seadanya, mungkin mirip pot bunga yang diberikan oleh tetangga atau ikan hias yang ada di kolam teras depan. Airnya diganti dan diberi makan, dilihat sekilas lalu pintu rumah akan ditutup rapat. Tidak ada komunikasi, tidak ada kehangatan, dingin dan suram.

Si gadis kecil besar dengan cara seperti itu. Dengan harapan-harapan dan doanya yang ia buat, yang setiap saat ketulusannya berkurang secara perlahan. Pandangan irinya selalu ada, pada mereka yang berkeluarga lengkap, pada anak yang dijemput pulang ibunya, pada siswi yang dihadiahkan jepit rambut murahan oleh ayahnya, pada mereka yang menceritakan bagaimana menyenangkannya berada di rumah. Si gadis tidak pernah merasakan demikian, hal menyenangkan itu, hal yang membuatnya tertawa itu cepat sekali pudar seperti embun yang tidaj bertahan lama. Si gadis tidak pernah melihat sosok ayah, dan ibunya berhenti bersikap baik setelah ia cukup tumbuh dan mampu diajak bicara. Apa-apa yang si gadis pakai selalu jadi pusat perhatian, mewah dan mahal, bagus dan berkilauan, berbalikan dengan apa yang ia rasa dan apa yang ia jalani di rumah.

"Lihat gelang Elvetta! Bagus sekali!"

"Ya! Seperti mutiara asli!"

Para murid perempuan selalu meributkan hal tidak penting, dan hal-hal kecil seperti ini membuat Elvetta memiliki pikiran lain. Ia mulai membeli teman-temannya, ia mulai membeli kesenangan dan kehangatan dengan uang yang ibunya tinggalkan. Elvetta akan memberikan salah satu barang berharganya pada siapa saja yang bisa menghibur, entah itu mengajaknya bermain atau menceritakan dongeng yang sudah ia baca sebelumnya. Dongeng yang ia selalu ingin orang lain bacakan untuknya. Pada hari lain, Elvetta akan mengajak teman-temannya ke rumah untuk membuat rumah yang selalu rapi itu berantakan. Elvetta membiarkan teman-temannya berlarian ke sana kemari, memecahkan guci atau lukisan, lalu memakai pakaian-pakaiannya yang membuat Elvetta muak.

Karena apa yang ia lakukan, rumahnya yang lebih mirip museum itu jadi lebih ramai, jadi lebih hidup seperti rumah lainnya. Elvetta tertawa lalu kembali mengumpat ketika mendapati sang ibu yang tidak terganggu sama sekali dengan tingkah anaknya yang disengaja. Elvetta mengusir teman-temannya, berteriak dan lari ke dalam kamar. Dan sang ibu tetap tidak memedulikannya. Ada sosok laki-laki asing yang Elvetta lihat bersama dengan ibunya, sosok lelaki muda tampan yang membuat Elvetta jijik. Apa yang ibunya lakukan itu menjijikkan, romansa di antara orang dewasa itu menjijikkan menurutnya.

Elvetta melewati hari dengan gulita, perasaan benci dan dengki yang ditutupi dengan barang mewah dan harta. Hingga hari di mana ia bertemu dengan seseorang bernama Aylene. Gadis yang menyadarkannya jika pertemanan itu tidak bisa dibeli, jika hubungan itu tidak bisa dihargai, semahal apa pun Elvetta membayar, Aylene tidak akan pernah mau berteman dengannya. Kala itu Elvetta hancur, dinding yang terbangun mandiri dan kokoh itu runtuh jadi serpihan, Elvetta menangis dengan lantang, dengan suara keras, suara yang tidak pernah lagi ia keluarkan. Elvetta hanya anak remaja yang butuh ketulusan. Aylene menyelamatkannya, seperti cahaya yang datang pada gelap, seperti matahari yang muncul saat hujan badai, seperti jalan keluar yang terlihat saat buntu. Elvetta begitu bersyukur Tuhan memberikannya apa yang tidak pernah ia pinta.

Elvetta memutuskan untuk keluar dari rumah, sudah terlalu lama ia membiarkan dirinya ditelan oleh gelap bulat-bulat, kali ini ada cahaya yang merengkuhnya, ada Aylene yang akan menemani langkahnya. Dan setelah keluar meninggalkan sang ibu, Elvetta bukan lagi anak yang dipenuhi barang mewah, Elvetta juga tidak akan temukan daging pada menu makan siang atau malamnya, juga tidak akan tidur di tempat tidur luas dan lembut, Elvetta akan jadi gadis penuh kekurangan termasuk materi. Kembali, Aylene mengenalkannya pada menulis, membantu Elvetta mencari jalan keluar untuk masalahnya.

°°°

Aku membuka mata, aku tidak sadar jika ketiduran beberapa saat lalu. Tubuh Zeavan teramat nyaman untuk dijadikan penyanggah, tubuhnya tidak begitu besar, pas di kedua tanganku. Suhu tubuhnya hangat dan kulitnya tidak kasar, hal-hal yang membuatku terhipnotis untuk kehilangan kesadaran.

Aku menatap sekitar, sebuah kamar; dinding dan atap berwarna putih dengan lampu besar tepat di atas kepalaku, sinarnya keemasan hingga tidak menyakiti mata. Ada banyak lukisan yang dipajang di dinding, potret kucing dan potret keluarga besar. Bisa kulihat ada Archello, dan keluarganya. Aku tersentak mendapati informasi yang tiba-tiba masuk ke dalam pikiran, paru-paruku seperti rusak secara mendadak, tidak menghasilkan oksigen dengan benar hingga aku kesulitan bernapas.

"Sudah bangun? Halo, Nona Pelanggan, aku sungguh khawatir karena kau tidak kunjung sadar."

Sebuah suara menambah rusak ketenangan yang baru aku alami, aku melirik ke arah samping tepat dari mana suara lembut itu berasal. Archello duduk di sampingku, tersenyum manis dengan postur tubuh sempurnanya. Hari ini ia tampak santai, mengenakan kemeja abu-abu gelap tanpa luaran. Wajahnya tenang seperti biasa sekaligus mengantarkan rasa ngeri seperti biasa. Aku berusaha tenang.

"Archello," panggilku pelan. Archello tersenyum, ia mengangguk dan menarik kursi agar lebih dekat denganku.

"Bagaimana perasaanmu?"

"Baik, aku baik. Terima kasih sudah membiarkanku beristirahat." Aku tersenyum dan berusaha untuk bangun dari tempat tidur, aku harus menemui Zeavan dan memastikan anak itu baik-baik saja.

"Jangan bangun, tidur, tidur saja. Berbaring, kau harus berbaring Nona Pelanggan, itu kata Dokter," sanggah Archello saat ia melihatku berusaha untuk bangun, "kau yakin kau baik-baik saja Nona Pelanggan?" sambungnya. Aku mengerutkan kening samar karena pertanyaan yang ia lemparkan padaku, aku tidak merasa pertanyaan ini ia tujukan untuk kesehatanku. Aku memutuskan diam tidak menjawabnya, aku terlalu bingung untuk menjawab. Aku bisa melihat senyuman Archello jadi lebih lebar.

"Maksudku, kau yakin kau baik-baik saja setelah tahu kau ... sudah mati?"

Garden Of Mirror [ Noir ] [ COMPLETED - TERBIT E-BOOK ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang