21 - Benci

98 15 1
                                    

Alexia tertegun, suara rendah dengan nada dingin tersebut menusuk tulang Alexia. Dia memandang Reviano yang sudah memundurkan wajah darinya dan sekarang berdiri. Dalam hati, dia bertanya-tanya apa makna perkataan kakaknya tadi. Namun belum sempat menanyakannya, Reviano lebih dulu menjauhinya dan keluar dari kamar.

"Ibumu?" gumam Alexia.

Suara langkah kaki memasuki kamar membuat Alexia spontan menoleh, ia mendapati Ellard yang menampilkan ekspresi khawatir kini mendekatinya. Belum sempat mengatakan apa-apa, Alexia tertegun karena Ellard tiba-tiba memeluknya.

"Tuan Putri ... saya sangat khawatir. Sebelumnya tatapan Anda kosong dan berbicara penuh putus asa, lalu tiba-tiba saja Anda pingsan dalam kondisi demam tinggi. Saya khawatir sekali," ujar Ellard dengan bahu bergetar.

"Em ... Ellard." Alexia tidak membalas pelukan, ia merasa canggung.

Ellard terkesiap. Kemudian dia buru-buru melepaskan pelukan. "Ah, maaf."

"Tak apa, aku paham. Kau pasti sangat khawatir, apalagi saat itu aku pingsan di depanmu." Alexia lalu memandang pintu, menunggu seseorang yang tak kunjung muncul. "Ngomong-ngomong di mana Chloe? Setiap aku sakit, dia pasti akan sangat khawatir dan terus mengomeliku untuk banyak istirahat. Cepat beritahu dia sekarang kalau aku sudah sadar dan baik-baik saja."

Ellard terdiam di tempat. Sebenarnya dia paham Alexia menyuruhnya pergi dan memberitahu kondisinya kepada Chloe, tapi masalahnya dirinya tidak bisa memenuhi perintah itu. Ada satu kebenaran menyakitkan yang belum diketahui Alexia, ia benar-benar ragu memberitahunya sekarang.

"Tuan Putri, sebenarnya ...," Ellard menunduk dalam, "beberapa jam lalu, nona Chloe Dasha ditemukan tiada di danau belakang Istana Iris."

Alexia tertegun selama beberapa saat, ekspresi tidak percaya tercetak jelas pada wajahnya sekarang. Dia berdiri kemudian mencengkram baju bagian dada Ellard. "Apa maksudmu? Jangan main-main! Katakan lebih jelas!"

Ellard membiarkan saja cengkraman Alexia pada pakaiannya, tidak marah atau kesal sedikit pun, dia memahami perasaan Alexia sekarang. Setelah dia menarik nafas panjang untuk bersiap menyampaikan kronologis lengkap, mulutnya pun terbuka kembali.

"Saat tuan putri pingsan, saya segera membawa Anda ke Istana Iris. Di sini, Anda mendapatkan perawatan dokter yang mengatakan Tuan Putri demam. Lalu selama beberapa jam, Anda tak kunjung sadar dan demam Anda juga semakin tinggi. Nona Dasha pun pergi ke Istana Edelweiss, dia berharap raja akan mencarikan dokter terbaik jika mengetahui kondisi Anda. Tetapi dia tidak kembali lebih dari satu jam, jadi saya menyusulnya.

"Di Istana Edelweiss, saya menemui raja dan memberitahu kondisi Anda. Tapi beliau bilang kalau nona Dasha tidak pernah menemuinya hari ini. Raja kemudian menjenguk tuan putri sebentar lalu kembali lagi ke Istana Edelweiss karena ada banyak tugas. Setelah raja pergi, saya dan beberapa ksatria mencari nona Dasha.

"Lalu tepat di danau belakang Istana Iris, saya melihat siluet laki-laki yang mengenakan pakaian formal dengan rambut biru tua sedang memandang danau. Sebelum sempat mendekat, ia sudah lebih dulu pergi. Saya juga tak mengejarnya karena saat itu, tatapan saya terpaku pada permukaan danau, ada tubuh nona Dasha mengambang di sana."

Perlahan Alexia menurunkan tangan dari baju Ellard. Tiba-tiba ia teringat perkataan Reviano sebelumnya. Kata 'ibumu' merujuk pada pengasuhnya, Chloe. Sosok laki-laki yang dimaksud Ellard juga menggambarkan rupa dari orang kepercayaan Reviano. Sekarang semuanya sudah jelas bagi Alexia.

"Di Istana, hanya ada satu orang yang memiliki rambut biru tua. Dia Ethan Walford, sekretaris pribadi kakakku yang sudah menjabat sejak dua tahun lalu," ucap Alexia.

Takdir Takhta Berdarah ✔ EndTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang