31 - Pertarungan Langsung

114 17 4
                                    

Chaiden masuk ke dalam kamar lalu menendang pisau digenggaman Keiza sampai terjatuh ke lantai. Setelahnya, ia segera menahan tangan Keiza ke belakang tubuh membuat tuan putri itu tak bisa bergerak. Reviano sendiri memandang datar, ia yakin dua pria itu sudah mati, bisa disimpulkan dari luasnya genangan darah terbentuk.

Setelah Keiza dijatuhi hukuman mati, persaingan takhta akan selesai, batin Reviano.

≪•◦ ❈ ◦•≫

Alexia baru saja keluar kamar mandi dengan mengenakan pakaian milik Ellard. Ellard memilihkannya sendiri sebelumnya sebab gaun Alexia kotor akibat abu. Awalnya Ellard memberi gaun yang baru saja dibelinya, tetapi Alexia meminta pakaian pria supaya nyaman menaiki kuda. Untunglah ada pakaian Ellard yang berukuran kecil. Sekarang ia duduk di salah satu sofa, berhadapan dengan Ellard, Caesar dan Daniel.

"Anda tahu Tuan Putri? Kemarin di Istana ada kejadian menggemparkan," ucap Daniel.

"Benar!" timpal Caesar. "Tuan Levon Gideon bilang kalau Anda sudah mati. Lalu waktu dia ke Istana Edelweiss, ia ditusuk tuan putri Keiza! Saya dengar tuan putri Keiza membunuh raja juga, saksi matanya pangeran Reviano dan dua orang ksatria. Pagi ini, tuan putri Keiza akan dihukum mati!"

Alexia terkekeh membuat ketiga lelaki di sana bergidik ngeri. "Sudah kuduga kakakku sangat mengerikan dan tidak sabaran. Dia mau cepat-cepat menjadi raja, tapi tidak bisa begitu dong, hari ini pertarungan akhir bagi kami."

≪•◦ ❈ ◦•≫

Terlihat banyak orang berkumpul di alun-alun ibu kota kerajaan Berdine. Pisau guillotine memantulkan cahaya matahari yang berada di langit tinggi, seorang gadis dengan rambut merah muda, Keiza kini berdiri di depan alat tersebut. Satu-satunya bangku pada atas podium yang berjarak tidak jauh dari Keiza, diduduki Reviano. Ethan dan Lucas berdiri di kanan kirinya.

"Sebentar lagi kau akan menjadi raja, tapi Alexia ...," Lucas mengepalkan tangannya, "carilah mayatnya nanti."

"Tenang saja, Paman. Kupastikan jiwa Alexia akan tenang," balas Reviano.

Ethan memandang matahari semakin tinggi. "Sudah waktunya," gumamnya. Lalu ia beralih fokus menatap depan. "Tuan Putri Keiza sudah melakukan kejahatan besar, membunuh raja dan sekretaris pribadinya. Kejahatan ini tidak dapat ditoleransi dan hukuman mati akan didapatkannya!" teriaknya.

Keiza mendongak, menatap Reviano dengan ekspresi sakit hati. "Ini bukan salahku! Aku--"

"Aku melihatmu menusuk raja," sela Reviano datar. "Ada dua ksatria juga melihatmu memegang pisau saat itu. Tuan Hector melihatmu membunuh tuan Gideon. Sekarang ... bagaimana kau menyangkal ini?"

Keiza mengepalkan kedua tangannya kuat sambil menunduk. Harusnya aku mendengarkan peringatan tuan putri Alexia. Aku bodoh! Bodoh! Maaf, tuan putri Alexia, batinnya menangis.

"Saksi bisa berbohong dan mata dapat menipu, Pangeran Reviano," sahut seseorang cukup keras.

Tiba-tiba terjadi kericuhan di antara kerumunan orang karena ada empat kuda menerobos dan berhenti dekat podium. Tiga kuda ditunggangi Ellard, Daniel dan Caesar, sementara sisanya adalah Alexia yang menaiki Whitney. Alexia mengangkat dagunya angkuh disertai seringaian. Dahi Reviano pun mengernyit, melihat keberadaannya.

Alexia yang menyahuti tadi. Kini dia memandang semua orang. "Kudengar raja meninggal kemarin malam, tapi sekarang pelakunya mau dieksekusi, artinya tidak dilakukan penyelidikan. Aku tak mau jiwa ayahku tak tenang karena ada kesalahan dalam masalah ini. Jadi hentikan proses hukuman ini sebelum faktanya terungkap jelas."

"Alexia, tenanglah. Pertama-tama aku senang kau masih hidup." Reviano beranjak dari bangku. "Tapi kau tidak tahu apa-apa. Tidak terjadi kesalahan, faktanya sudah terungkap. Jadi diam dan lihatlah orang hina itu mendapat hukumannya sebentar lagi."

Takdir Takhta Berdarah ✔ EndTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang