28 - Berita Kematian

102 17 3
                                    

Saat ini, Alexia sudah berada di Istana Iris. Tatapannya terpaku pada Ellard yang sekarang berdiri di depan pintu utama Istana, ia segera mendekatinya lalu menepuk pelan bahu kanannya membuat Ellard sadar dari lamunan.

"Ah, Tuan Putri ... maaf mengganggu malam-malam," ucap Ellard.

Alexia menyadari perasaan sedih dari wajah Ellard. Tanpa berkata apa-apa, ia menggenggam tangan kanan Ellard dan menariknya menuju ruang tamu Istana Iris. Kini mereka sudah berada di dalam ruangan itu dengan keadaan pintu tertutup. Tiba-tiba Alexia menarik Ellard ke dalam pelukannya. Ellard tertegun, tapi seperkian detik setelahnya, ia membalas pelukan.

"Setiap sedih, orang-orang biasanya membutuhkan pelukan. Jadi aku tahu kau butuh pelukan sekarang. Maaf karena aku tak datang menemanimu sebelumnya." Alexia mengelus lembut belakang rambut Ellard, membiarkan kepala laki-laki itu bertumpu pada bahu kirinya. Dulu ... setelah kakakku meninggalkanku lalu setelah kematian ibuku, aku juga membutuhkannya tapi aku tak pernah mendapat pelukan itu sehingga emosiku tidak stabil. Jangan sampai kau juga sepertiku, lanjutnya dalam hati.

Ellard mengeratkan pelukannya, air matanya telah membasahi bahu kiri Alexia, tapi tak ada suara yang keluar dari mulutnya sehingga keheningan menyelimuti ruangan. Aroma bunga lavender dari leher Alexia membuat perasaan Ellard tenang. Setelah satu menit lewat, Ellard melepas pelukan mereka. Lalu ia tertegun saat Alexia mengelap jejak air mata di wajahnya.

"Kau ini ... kenapa selalu manja dan cengeng sekali saat di dekatku? Tapi di dekat orang lain, kau malah seperti serigala salju." Alexia menggelengkan kepala heran kemudian menurunkan tangan. "Ngomong-ngomong kenapa kau ada di sini? Malam-malam lagi."

Ellard menggaruk pipinya yang tidak gatal, tetapi memerah malu. "Saya ... hanya merasa ingin menemui Tuan Putri. Beberapa tahun lalu, ibu saya sudah tiada. Hari ini, ayah saya juga tiada. Saya merasa sendirian ... jadi saya ingin menemui Tuan Putri saja."

"Kau tidak sendirian. Aku akan selalu ada di sisimu." Alexia tersenyum tipis sambil mengelus rambut Ellard.

Wajah Ellard semakin memerah. Dia berdeham, perlahan rona merah pada wajahnya menghilang dan Alexia juga telah menurunkan tangan. "Ngomong-ngomong, waktu kemari, saya melihat beberapa ksatria istana pergi ke luar. Jumlah mereka terlalu banyak seperti berniat menangkap pemberontak."

"Mungkin ... mereka mau ke wilayah Hoshea untuk menangkap Marquess Hoshea di sana. Kau pasti tahu dari rumor beredar kalau ayahku terkena racun, kan? Marquess Hoshea adalah tersangka utamanya karena ada bukti pembelian yang kuminta waktu itu," jawab Alexia. "Oh ya! Kau sekarang adalah Duke, apa kau akan berhenti menjadi pengawal pribadiku?"

"Tidak," jawab Ellard cepat.

"Tapi kau akan tambah sibuk nan--"

Ellard menangkup kedua pipi Alexia membuat Alexia berhenti berbicara. "Saya tidak bisa meninggalkan Anda saat situasi persaingan takhta masih tidak stabil seperti ini. Tak apa sibuk, lagian saya bisa menyelesaikan tugas Duke pada malam hari saja." Dia lalu memajukan wajahnya sedikit sampai dahi mereka menempel. "Ngomong-ngomong Tuan Putri kurang tidur lagi ya? Kantung mata Anda menghitam."

Alexia merasakan ritme jantungnya berdetak dua kali lebih cepat, pipinya memerah saat hembusan nafas Ellard mengenai wajahnya. "Aku tidur kok, meski tiga sampai empat jam sehari saja. Setelah semua masalah selesai, aku janji akan istirahat lebih banyak."

Ellard melepaskan wajah Alexia. "Ya, Anda harus menepatinya. Istirahatlah lebih banyak setelah semua masalah ini selesai," ucapnya sambil menowel hidung Alexia.

Ellard menggenggam dan menarik pelan tangan kanan Alexia menuju kamar utama Istana Iris atau lebih tepatnya kamar Alexia sendiri. Kini mereka sudah berada dalam kamar. Ellard membaringkan Alexia ke atas kasur lalu menarik selimut menutupi seluruh tubuh gadis itu sampai leher.

Takdir Takhta Berdarah ✔ EndTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang