sepenggal harapan

157 53 0
                                    

"DIAM!" Chenle berteriak sembari mengangkat tangannya dan mengarahkan pistol itu ke samping. 


Dorr


Memang benar tidak mengenai Renjun ataupun Jeno, tapi hal itu mampu membuat mereka benar-benar takut dan menjaga jarak dari Chenle. 

Ia menundukkan kepalanya dan menjatuhkan pistol yang ia genggam tadi ke tanah. Lama kelamaan terlihat bahunya yang mulai bergetar, menandakan ia menangis. Dan benar saja, tak lama setelah itu dirinya pelan-pelan mengeluarkan isakan isakan kecil. 

Dengan berhati hati, kaki Renjun perlahan lahan melangkah mendekati Chenle. Merasa aman Renjun segera meraih tubuh Chenle kedalam dekapannya, memeluknya dengan erat serta mengelus belakang kepalanya sembari berkata, "menangislah sekeras mungkin hingga sesak yang ada di dadamu ikut keluar bersama air matamu."

Setelah Renjun mengatakan itu, tangisan Chenle menjadi lebih keras. Bahkan saat Chenle yang sudah menyembunyikan wajahnya di bahu Renjun, suara tangisannya masih saja terdengar nyaring. Sebanyak apa beban pikiran yang Chenle tanggung sendirian? Tetapi tetap saja Chenle tidak membalas pelukan Renjun, ia hanya berdiam diri di tempatnya.

Di sisi lain Jeno tahu menjadi Chenle itu sulit, kehadirannya tanpa kesengajaan membuat Chenle tak punya arah tujuan hingga berakhir pada sihir gila Mark. 

Jeno tahu jika sepupunya itu sedikit tak normal, mengingat orang tua Mark yang selalu mengengkangnya hingga dirinya stress sampai harus bolak balik melakukan konseling di psikiater.  

Sebenarnya Jeno juga terkejut, mengetahui sepupunya yang mengalami gangguan jiwa sudah separah ini hingga berani untuk menghilangkan nyawa seseorang dengan alasan tak jelas, ya walaupun tidak dengan tangannya langsung.

Jeno ikut mendekat dan memegang tangan Chenle erat guna menyalurkan sedikit kekuatan untuk tetap bertahan.


Langit mulai terlihat terang, pertanda pagi sudah tiba. Lalu tak lama terdengar sirine polisi yang mendekat. Chenle yang terkejut langsung melepaskan diri dari dekapan Renjun, mengusap air mata yang membasahi wajahnya lalu menatap Jeno dan Renjun bergantian dengan tatapan yang sulit diartikan. Dan detik setelah Chenle berlari meninggalkan Jeno dan Renjun. Jeno yang hendak menyusul Chenle malah ditahan oleh Renjun.

"Apa lagi? bagaimana jika dia kabur?" 

"Tak apa, setidaknya dia sudah sadar, percaya dengan ku."

"Kau gila! Bagaimana jika dia kembali menjadi pembunuh dan menghilangkan lebih banyak nyawa seseorang?!" 

Renjun tak menjawab, ia hanya menatap mata Jeno dengan yakin lalu menganggukkan kepalanya perlahan lahan.

"Mereka itu, kau kan yang memanggilnya?"

Jeno menghela nafas dan menganggukkan kepalanya, "baiklah ayo menemui polisi". Renjun mengangguk, lalu setelahnya mereka berdua mencari jalan untuk kembali ke villa.



>>>



"Jadi yang kau maksud ada dua pelaku disini?" Jeno mengangguk.

Itu tadi polisi, tengah mengintrogasi Jeno dan Renjun. Terutama Jeno, sebab ia yang melapor dan salah satu orang yang paling mengetahui semua kejadian ini. 

Banyak sekali mobil polisi dan ambulance, dan sekarang posisi Jeno dan Renjun berada di salah satu ambulance, dengan tangan diborgol dan berhadapan dengan dua orang detektif dan polisi. 

Mereka semua masih di sekitar villa itu, untuk menyelidiki berbagai bukti. Ada juga yang berpencar mencari mayat Jaemin dan juga Haechan. 

Renjun sedari tadi hanya diam saat proses interogasi berlangsung, semua yang menjawab pertanyaan pertanyaan detektif dan polisi itu hanya Jeno seorang. Mata Renjun terus mengawasi mobil polisi yang tepat berada disebrangnya, disana terlihat jelas sosok Mark lee yang tengah memejamkan matanya didalam mobil polisi dan yang lebih buruk lagi ia sedikit tersenyum, seolah olah mobil polisi itu akan membawanya ke pantai. 

Gila.

Benar benar menyadari sosok Mark lee membuat Renjun ikut gila. Baru pertama kali seumur hidup Renjun melihat orang yang ditangkap polisi bereaksi seperti Mark, terlewat santai. Renjun kesal dan dendam tentu saja, bahkan jika ia bisa, ia akan membunuhnya detik itu juga. Namun sayangnya Renjun tidak bisa. 

Mata Renjun memerah dan terus mengawasi Mark, Jeno yang berada di sebelah Renjun menoleh dan menyadari itu, hanya bisa memegang tangan Renjun yang diborgol dengan tangannya, harap harap Renjun masih memiliki kesadaran dan tetap tenang. 

Tak lama beberapa petugas keluar dari villa dengan membawa kantong orange dimana di dalamnya ada mayat Jisung. Melihat itu membuat Renjun kembali terisak.

"Ji..."

Jeno dengan suaranya yang sudah bergetar meminta izin kepada detektif dan polisi yang berada di depannya untuk melihat Jisung yang terakhir kali. Para polisi dan detektif saling bertukar pandang sebelum akhirnya mengizinkan Jeno dan Renjun. 

Saat Renjun dan Jeno keluar dari ambulance, mereka berdua langsung menghampiri mayat Jisung dan mengamatinya dengan seksama. Namun sepertinya Renjun sudah habis kesabarannya, ia langsung berbalik ingin menghampiri Mark. Mengingat tangan Renjun dan Jeno yang diborgol bersamaan membuat Jeno cepat-cepat menghentikan Renjun. 

"Hay kau dasar setan! Jika kau benci hidupmu kenapa tidak kau sendiri saja yang mati! Arghh mati saja kau sialan! Aku bahkan tak sudi menangisimu nanti! Dan juga, aku menyesal mempunyai teman gila sepertimu!" 

Renjun terus berteriak dengan Jeno yang tetap menghalangi Renjun untuk menghampiri dan menyerang Mark habis habisan, terlihat sekali dari ekspresi Renjun yang semarah itu.

"Renjun tenanglah, disini bukan hanya salah Mark, bahkan dengan hukum semua ini adalah kesalahan Chenle." 

"Huh kau membela sepupu sialan mu itu?!" Bentak Renjun dengan mendorong Jeno, "Chenle tak akan pernah membunuh temannya sendiri jika tidak Mark yang meracuni pikirannya! Aku tau Chenle tak seburuk itu, mungkin Chenle memang pembunuh tapi yang membunuh teman-teman kita adalah mark! Sepupumu itu!" Renjun mendongakkan kepalanya, "ah aku bahkan tak yakin kau masih mengakuinya sebagai saudaramu." 

Entah mengapa mendengar perkataan Renjun yang terakhir mampu mengundang emosi Jeno, Jeno menarik kerah baju Renjun. "Jaga omonganmu atau kau kumasukkan dalam daftar tersangka?!" peringatan dari Jeno, lalu ia menghempaskan Renjun. Yah mereka tak bisa saling berjauhan juga, jangan lupakan tangan mereka yang diborgol bersamaan. 

Mendengar Renjun membelanya, ia hanya bisa menangis di tempat persembunyiannya seperti pengecut. 









halooo, ini panjang bgt pasti yaa, aku ngejar chapter soalnya TT, ini ternyata udah chapter 20 dan aku kaget bgt..

aniwai hepi 20 chapter and 500 readers!!! aku ga nyangka bgt ini udh jauhhh TT padhl waktu itu aku cmn iseng iseng doang, alhamdulillah bgt ada yg sukaa, terimakasih semuanya!! happy satnight 💕💕



Inseventh killer ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang