"Renjun kau yakin akan membiarkan Jisung disini?" Jaemin bertanya ragu. Dan Renjun menganggukkan kepalanya yakin. "Aku tidak apa."
"Lalu kau akan tidur dimana nantinya?"
"Entah." Jawab Renjun dengan entengnya sembari mengangkat bahunya.
"Di kamarku saja, ranjangnya cukup besar untuk satu orang." Tawaran Jeno disetujui Renjun. "Oke."
"Lalu sekarang apa?" Pertanyaan dari Haechan tak ada yang menjawab.
Cukup lama akhirnya Mark buka suara, "turun kebawah, kita bicarakan baik baik di ruang tengah, ayo."
Saat ini mereka semua sudah diruang tengah villa. Posisi mereka saat ini, Renjun dan Jeno duduk di lantai dan bersandar pada tembok. Lalu Chenle dan Mark yang duduk di sofa panjang dengan merebahkan kepala mereka. Setelah itu ada Jaemin yang duduk di sofa tunggal dan menunduk, juga ada Haechan yang duduk di lantai dan bersandar pada sofa yang ditempati Jaemin.
Haechan yang masih dengan lamunannya dan menatap ponsel. Di ponsel yang Haechan pegang terpampang jelas bagaiman lebar dan cerahnya senyuman Jisung di ladang kemarin sore dan tadi pagi. Kini ia sedang menyalahkan diri sendiri, ia menyesal, seandainya tadi ia tak menuruti perintah bodoh Jisung untuk meninggalkannya, mungkin hal ini tak akan terjadi.
Jaemin, Chenle dan Mark hanya merenung, pandangan mereka kosong, mata sembab dan merah serta jejak air mata yang mengering menghiasi wajah mereka.
"Mungkin ada pembunuh disini." Suara Jaemin memecah keheningan.
"Maksudmu?"
"Melihat luka goresan di lehernya juga tusukan diperutnya sudah pasti dia dibunuh." Jelas Jaemin, namun tak lama Jaemin bertanya sendiri, "tapi siapa dan kenapa?"
"Tak mungkin warga pemukiman, aku mengenal mereka tak mungkin mereka melakukan ini," ucap Chenle.
"Itu berati tak ada orang lain selain kita bukan? mungkin-," belum selesai Jaemin berbicara, Renjun cepat-cepat menegur Jaemin. "Hey, kau jangan kelewatan."
"Memangnya aku kenapa?" Tanya Jaemin sambil mengarahkan kedua tangannya seolah sedang membela diri.
"Kau baru saja menuduh semua yang ada disini kau tahu," ucap Haechan dengan menolehkan kepalanya menghadap Jaemin.
"Jaemin mengapa kau terlihat tenang? Bahkan kau juga seperti memancing keadaan yang tidak-tidak." Tanya Mark sambil memicingkan matanya pada Jaemin seolah mencurigai laki-laki berinisial J itu.
"Apa?! kenapa kau malah berbalik menuduhku?" Kata Jaemin membelalakkan matanya dan menunjuk dirinya sendiri, ia terkejut dengan apa yang diucapkan Mark.
"Dan Jeno, bagaimana kau bisa berani mencari Jisung sendirian, lalu menemukan ponsel dan sepatu miliknya?" Kini pandangan Chenle tertuju pada Jeno, setelah mengatakan kalimat tadi.
"Tu-tunggu kenapa kalian berdua menuduh Jeno dan Jaemin?" Renjun yang semakin bingung dengan keadaan pun menjadi takut sendiri.
"Bukannya sudah jelas? Kau dan Haechan tadi bersama Jisung hampir seharian. Mungkin saja saat Jeno dan Jaemin kembali, mereka merencanakan sesuatu?" Penjelasan Chenle tak tanggung tanggung untuk memojokkan kedua pria berinisial J itu.
"Jaga bicaramu Chenle!" Emosi Jeno pun menjadi tersulut, ia berdiri dan berteriak sembari menunjuk nunjuk wajah Chenle. Namun seolah tak peduli, Chenle menggeser arah pandangannya pada Renjun yang berada di samping Jeno. "Atau justru kau dan Haechan yang menjebak Jisung?" Dan melanjutkan tuduhannya.
"Hey!" Mendengar namanya ikut disebut, cukup membuat Haechan kesal dan meneriaki Chenle dengan lantang.
"Lalu kau?! kenapa kau dengan gampangnya menuduh kita?! Atau justru ada yang kau rencanakan?!" Tanya Renjun yang juga ikut berdiri di samping Jeno.
"Apa yang membuat kita harus masuk ke dalam posisi tersangka?! Kita berdua seharian di dalam villa." Jawab Chenle yang masih belum tergoyahkan dengan pertanyaan pertanyaan dari temannya itu. Namun dengan membulatkan matanya saat menjawab, cukup memahami mereka bahwa Chenle juga terkejut ia ikut tertuduh.
"Apa yang kalian harapkan dari mahasiswa yang kekurangan tidur ini?" Ucap Mark menengahi. "Aku kesini untuk menetralkan hidupku, oh ayolah." lanjutnya diiringi tawaan renyah darinya.
"Justru itu, mungkin kalian sudah merencanakan semua?" Ucapan Haechan membuat mereka semua yang ada di sana sedikit membatu.
"Apa yang ada di khayalan mu Haechan lee?" Tanya Chenle, lalu setelah sempat hening beberapa detik, "Aku yang memiliki tempat ini, dan aku tentunya sudah tahu bahwa disini hanya ada villa ibuku dan tak ada apapun yang ada dalam khayalan kalian itu." lanjutnya dengan tampak sedikit bingung dengan pemikiran teman temannya itu.
"Sebentar, ini kita sedang saling menuduh?" Tanya Jaemin.
"Hentikan!" Teriakan Renjun yang lantang cukup membuat semua pasang mata mengarah kepadanya. "Kalian semua tak ada yang bisa diharapkan." setelah itu Renjun pergi menaiki tangga menuju kamarnya diatas.a
"Kau mau kemana Renjun?" Tanya Haechan.
"Ke kamar." Jawab Renjun singkat tanpa menoleh ke Haechan.
"Kau tahan berlama lama bersama mayat?" Jujur Haechan bingung sekali dengan teman temannya saat ini. Tiba-tiba Jeno berbicara yang mampu membuat Renjun menghentikan langkahnya di tangga.
"Tetap di ruang tengah, jangan ada yang bergerak dari sini. Kecuali jika kau ingin dicurigai."
"Apa?" Serempak semuanya menjawab perkataan Jeno dengan jawaban yang sama. Jeno tak mempedulikan reaksi teman temannya, dia kembali berbicara. "Renjun turun dan kemari." Titah Jeno tegas.
Mendengar itu Renjun mendongakkan kepalanya dan menghela nafas, sungguh ia bingung dengan apa yang terjadi malam ini, Renjun berharap semua ini hanya mimpinya, semoga saja.
Halooo, apa kabar? Semoga semuanya sehat dan bahagia yaaa..
Oh iya aku besok Senin udh PTS nih, minta doanya yang terbaik yaa, sama sama mendoakan yang tebaik ajaa okee
Btw ini udh mau 300 reader aja, kaget bgt aku serius, pokoknya aku mau berterimakasih yang banyak ke kalian semua yang udh mau ngikutin dan nyempetin baca cerita ini. Ihhh love yuuu alll💕💗
See you Minggu depan.. baibaii
KAMU SEDANG MEMBACA
Inseventh killer ✓
Mystery / Thriller[END] "Aku membenci seseorang yang bahagia." "Justru dengan membenci, kau tak akan pernah mendapat kebahagiaan." Ft. NCT Dream WARN!! - (part 11, 16, 17) pembunuhan, darah, senjata tajam.