Acara resepsi tengah terlaksana, terpampang wajah bahagia dari kedua mempelai yang kini di dudukkan di atas pelaminan. Sembari di selingi tamu undangan yang berbaris untuk bersalaman dan mengucapkan kata selamat.
Sementara aku sendiri dibuat sibuk menjadi kepercayaan Mamah mengurus terlaksananya acara hajatan ini. Maklum di kampung memang seperti ini. Mengurus konsumsi di belakang karena memang memasak sendiri. Mengurus bagian suvenir yang juga di susun sendiri oleh keluarga dalam.
Ah pokoknya di lakukan secara mandiri. Untung dari pemilik pratag ada seksi bersih-bersihnya jadi aku agak kebantu. Bahkan di dapur juga ada yang mengatur makanan yang harus di keluarkan apa saja jadi aku hanya tinggal iya iya saja.
Kok rasanya yang punya acara siapa yang capek siapa. Kakiku sudah benar-benar pegal, jalan kesana jalan kesitu. Di panggil di sana di panggil ke situ, aku sampai pusing mengatasinya. Belum lagi suara soud dangdutan bikin kepala serasa mau pecah.
Pokoknya setelah acara bubar nanti aku bakal marah-marah sama Mamah dan teh Isfa, harusnya aku enak menikmati acara bukannya jadi kacung seperti ini.
"Ziah, kardus mi kamu taro di mana? Yang ini habis." itu suara dari arah dalam rumah.
"Ziah kita butuh cabe banyak, suruh orang lain beli lagi. Buruan yah." ada lagi dari arah dapur.
"Ziah kakakmu sudah waktunya ganti baju, tolong." dan yang itu dari atas pelaminan.
Aku sudah hampir meneteskan air mata, tak tahan lagi jika semua orang butuh bantuanku. Sementara aku di sini sendirian, bibi ternyata juga sama tengah sibuk dengan makanan yang akan di bawa pulang para tamu.
"Ziah, jangan nangis. Saya akan bantu kamu, tenang yah." tapi disaat seperti ini aku masih beruntung. Mas Izal ternyata mau membantuku.
"Makasih Mas, kepala Ziah udah mau pecah. Cape Mas." lirihku tertahan karena aku yang sudah hampir menangis.
"Iya, sekarang apa yang bisa saya bantu?" tanya Mas Izal padaku.
"Pertama bilang sama ibu-ibu di dalam rumah mas, sisa mi nya ada di belakang deket kompor.
"Trus, cari bang Cuplis suruh dia beli cabe 5 kg lagi. Tolong yah mas, ini Ziah mau anter teh Isfa dulu ganti baju." aku menjelaskan kesusahanku pada Mas Izal dan sekalian membagi tugas.
"Iya, saya ngerti yasudah saya kedalam rumah dulu."
"Makasih yah Mas."
Setelahnya kami berpencar menyelesaikan tugas masing-masing. Aku yang segera menghampiri Teh Isfa dan membantunya berganti baju. Setelah selesai mereka tidak langsung ke atas pelaminan lagi melainkan ingin berkeliling kampung mencari spot foto bagus untuk mereka berfoto.
Aku heran cuma buat dapat foto bagus saja harus keliling sekampung begini. Padahal di atas pelaminan juga tidak kalah cantik dan estetik, tinggal kitanya saja pinter-pinter bergaya yang bagus.
Setelah cape berkeliling pengantin didudukan kembali di atas pelaminan. Tapi aku yang ikut berkeliling dan cape juga malah harus kembali mengatasi masalah orang lain di belakang layar acara hajatan ini.
Tak ada kesempatan sebentar saja untuk aku berleha-leha. Lalu tugasku kemudian akan menyusun makanan baru yang kubawa dari dalam rumah menggantikan makanan yang sudah kosong di meja tamu, namun tangan seseorang tiba-tiba menarikku untuk duduk di kursi.
KAMU SEDANG MEMBACA
JANGAN RENGGUT MASA DEPANKU
General Fiction"Mas Rizalga... Tunangannya Ziah... Kapan buka matanya?" suaranya terdengar sangat bergetar,namun berusaha dia untuk tidak menangis. "Katanya Mas Izal bakal berusaha bahagiain Ziah, mana buktinya?... Ziah gak minta banyak, cuma minta satu..." terde...