T:FYT'2.

2.9K 259 7
                                    

♡Happy Reading♡

Terakhir yang aku ingat, kepalaku sangat sakit saat linggis itu menghantam kepalaku, rasanya mau pecah, ingin menjerit tapi tak bisa karna suara ku tercekak.

Tuhan, aku tak ingin hidupku hanya ku jalani dengan banyak dosa, berikan kesempatan untuku sekali saja paling tidak sampai aku menikah.

Yang aku lihat hanya ada kegelapan dan sayup-sayup mendengar seseorang yang sedang berbicara, bukan hanya satu melainkan banyak orang yang berbicara, tunggu! Mereka bukan seperti berbicara melainkan seperti melantunkan ayat-ayat Al-Qur'an. Tapi satu suara yang benar-benar jelas di indra pendengarku, suara tangisan seorang wanita yang entah mengapa begitu pilu.

Tuhan aku benar-benar ingin bangun. Berikan satu kekuatan untuk aku berbicara menghentiakan tangisan wanita itu yang menusuk relung hati, entah kenapa aku teringat ibu.

Setitik cahaya redup bisa ku lihat, aku benar-benar ingin membuka mataku, tidak jika memang benar ruanganya yang gelap aku mohon siapa pun hidupkan lampu atau apa pun itu, aku benar-benar takut kegelapan ini.

Semakin jelas wanita menangis itu terdengar di indra pendengarku, mataku seakan akan ingin terbuka saat merasakan tangan lembut yang mengelus permukaan wajahku.

"Rhea bangun sayang, mami sayang Rhea." Samar aku mendengar wanita itu memanggilku, memintaku bangun.

Bu, jika aku bisa aku ingin membuka mata ini yang begitu rekat seperti ter'lem dengan kuat. Ucapku dalam hati.

"Hikss bangun sayang, kamu mau ke korea-kan, mami izinin asal Rhea bangun, ya sayang," ucapnya lagi sambil menggoyangkan tubuhku pelan.

"Mi udah ikhlasin Rhea, biar dia tenang." Suara pria dengan nada rendah dan serak itu menyapa indra pendengaranku.

Tunggu! Tadi apa ikhlasin aku pergi? Jadi aku benar-benar udah meninggal. Ta-tapi kenapa aku bisa mendengar suara mereka.

Dengan sekuat tenaga aku mencoba mengerakan tubuhku, dan membuka mataku perlahan-lahan. Karna demi apa pun sakit sekali rasanya.

Dan aku berhasil menggerakan satu jari ku yang merambat kepada kakiku yang bisa ku gerakan. Akhirnya dengan rasa sakit yang amat di mata ku aku mengerakan mataku kesana kemari dengan terpejam.

Sinar silau masuk keindra penglihatan ku menandakan aku berhasil membuka mata ku yang amat sangat berat. Mataku mengedar kesana kemari melihat banyaknya orang yang mengelilingiku dengan membawa buku kecil yang bisa ku pastikan itu adalah yasin.

Tidak! Tidak lucu jika aku benar-benar mati dan hidup kembali, satu titik yang membuat mataku terpaku pada titik itu, wanita paruh baya yang tengah dipapah seorang pria paruh baya sambil menangis, seketika aku menebak wanita itulah yang menangisi ku saat aku tak sadar.

"Mami." Kata itu yang pertama aku ucap, entah kenapa aku ingin menyebuta kata mami alih-alih bunda yang notabenya orang tuaku.

Semua yang tengah mengelilingi ku memberhentikan bacaanya dan menatap dimana arah suara ku terucap.

Beberpa detik mereka hening membuat perasaan ku kembali tak enak, mungkin yang ada dipikiran mereka bagaimana bisa mayat yang mati bisa berbicara.

Ku edarkan pandanganku, mataku meneliti setiap orang-orang yang mengekilingiku. Seketika bibirku menyunggingkan senyum, ingin sekali aku tertawa melihat ekspresi meraka yang ketakutan, melonggo, bahkan ada juga yang sudah berlari terbongoh-bongoh menjahui ku.

Transmigrasi :figuran Yang Tersakiti (Hiatus)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang