T:FYT'15

884 91 4
                                    

Rhea tengah bersiap-siap memakai seragam sekolahmya, dengan polesan make up tipis Rhea menyambar tasnya yang berada di meja belajar.

Melangkah menuruni tangga Rhea sesekali menguyah permen karet yang ia beli semalam.
Katanya biar keren gitu makan permen karet, padahal kalo makan peremen karet tuh hawanya pingin ditelen.

Sampai diruang makan Rhea melihat kaisha yang tengah memasak dengan menggunakan apron agar seragam sekolahnya tidak kotor.

"Tumben lo yang masak, bibi mana?"tanya Rhea yang sudah duduk didepan meja pantri.

"Bibi lagi pasar, lupa beli stok sayur dia, makanya gue cuman masak telur goreng sama nasi goreng"jawabnya sambil menaruh telur goreng dimeja makan.

"Papi sama mami kok gak keliatan sih kai?"tanyanya lagi.

"Om papi sama tente mami udah berangkat keluar kota"

"Loh kok gak pamit sama gue"

"Berangkat subuh, mereka gak tega bangunin lo jadi ya udah langsung berangkat aja"

Rhea manggut-manggut mendengarnya.

"Bang Afzal?"

"Tadi malem izin mu nginep mungkin udah disekolah"jawabnya yang sudah duduk dimeja makan, mereka makan dengan hening dan berangkat sekolah setelah makanan itu habis.

Rhea berangkat dengan menggunakan sopir sedangkan kaisha mengunakan ojek online.

Rhea memandang bangunan gedung tinggi dengan pandangan kosong, mengingat apa yang diucapkan Kaisha tadi malam membuat dadanya sesak, walau Rhea anak badung dan sulit diatur rhea tapi sangat menyanyangi keluarganya dulu.

Mendengar bahwa tubuhnya sudah berada di liang lahat harapan untuk kembali kehidupan lamanya pupus mengalir dengan air mata yang sudah ia tahan dari semenjak ia berada didunia ini.

Walau Rhea tak menampik ia bahagia disini, punya mama yang sayang, papa yang pengertian, dan abang yang overproktetif padanya, tapi rasa bahagia itu lebih besar dari rasa sayang pada keluarga nya dulu.

Ada satu janji yang Rhea janjikan dan rhea sesali tidak bisa menepatinya.
Dulu Rhea berjanji akan membantu mamanya dan kenyekolahkan adiknya sampai lulus kuliah dan agar mereka tidak hidup dalam kekurangan, sedangkan Rhea disini hidup bahagia bergelimang harta dan mereka kekurangan.

Tak terasa air mata menetes membasahi pipi tembamnya.

"... maaf"isaknya.

Rhea mengahpus air matanya dengan cepat sebelum sang supir melihatnya dan melaporkanya pada sang papi.

Sampai diperkarangan sekolahnya Rhea memandang kawasan sekolah elit yang menjadi tempat dimana segala rasa sakit cinta yang tak terbalaskan.

Keluar dari mobil Rhea bertepatan dengan kaisah yang sudah sampai duluan, menghampiri kaisha yang tengah duduk bangku samping parkiran motor Rhea mengajak kaisha menuju ruang kepala sekolah.

"... udah jangan nangis lagi Rhe, gue semakin bersalah sama lo ... "kaisha berkata dengan nada memohon.

"Gak lo gak salah, gue ... cuma kangen sama mereka, me-mereka pasti kesusahan hiks"air mata luruh begitu saja. Rhea tak pernah sekali pun melupakan keluaragnya dulu, walau hidup dalam keurangan tapi tak menampik rhea merindukan susana itu.

Kaisha langsung memeluk Rhea dengan erat, untungnya koridor yang menuju ruang kepala sekolah tengah sepi jadi tak ada yang melihat mereka.

"... Rhe?"

"Udah ayo! Kita kekepala sekolah, gue harap tak sekelas sama lo"katanya dengan senyum ceria menarik tangan kaisha, kaisha yang melihat dan berjalan dibelakanya hanya bisa mengela nafas.

"Rhe? Keluarga lo gak bakal kekurangan lagi, gue udah kasih setengah harta orang tua gue kemereka"kata kaisha tiba-tiba.

"A-apa?!"rhea menghentikan jalanya yang otomatis kaisha yang tengah ditarik tangnnya menabrak rhea.

"Apa yang lo bilang?!"tanyanya tak santai.

"?"

Kaisha tak menjawab ia sedang merutuk pada rhea yang sudah berhenti tiba-tiba.

"Kai lo tadi bilang apa, gue harap gue salah dengar"kata rhea.

Kaisha menghela nafas...

"Gue kasih sebagian harta warisan ortu gue ke keluarga lo, bagaiman pun ini salah gue Rhe, gue juga tau lo ada impian besar pada keluarga lo dulu, mama lo yang cerita kegue"katanya.

"Kai!! Harusnya lo gak lakuin itu!!"rhea marah karena mendengar fakta itu, bukan karena rhea tak tau diri atau tak tau trima kasih rhea seneng karena sekarang keluarganya mungkin sudah bercukupan mejalani hidup, tapi kenapa harus dengan harta ortu kaisha itu kan amanat orang tuanya kaisha.

"Gak papa rhe ... lagian harta segitu banyaknya gak akan biat gue seneng, hidup sendiri dengan bergelimang harta, lo tau gue buat novel juga agar gue bisa curhat sama karakter fiksi, pelarian gue ketika gue inget ortu dan betapa miris hidup gue"katanya.

Mereka terdiam sampai suara bel mengkagetkan mereka, cepat-cepat mereka melangkah menuju ruang kepala sekolah.

"Mari kita bahagia disini" ucap kaisha.

-TFYT-

Seperti yang kalian lihat aku semakin sedih jika mengigat keluarga ku yang dulu. Mama, aku benar-benar merindukan kalian.

Hari ini aku tak ada mood untuk menjalani hari-hari seperti biasanya, bahkan tadi saat guru tengah menerangkan pelajaran aku juga hanya melamun, masih memikirkan perkataan Kaisha tadi malam.

Dia berkata bahwa aku maksudku raga ku sudah berada diliang lahat dan tak mungkin aku kembali terjadi, bahkan katanya luka yang disebabkan linggis itu sangat parah. Dia bilang bahwa separuh tengkorak kepalaku hancur karena benturan linggis dan kepalaku.

Aku tak bisa membayangkanya, ditambah perasaan sang pemilik tubuh yang sedari kemarin meresahkan ku.

Aku yakin perasaan pemilik tubuh masih ada ditubuhnya, dan ini sungguh susah, aku hanya ingin hidup tenang Rhea Salsabila Adison kau pergilah perasaan sialan, kau sudah mati dan seharusnya perasaan kamu juga sudah lenyap bersama jiwa kamu, tapi apa ini?.

Aku melangkah menuju perpustakaan, ditengah perjalanan aku melihat dua sejoli yang tengah bermersaan yang tak tau tempat itu.

'Ck bahkan masih tertinggal rasa sesak'

Aku melangkah mencoba bodo amat pada dua sejoli itu, malah semakin aku melihat malah nanti hati ku ini menjadi sakit jadi jangan hiraukan anggap mereka patung yang dipahat dengan jelek.

Deg!

A-apa?

Tubuhku berdiri kaku, kaki bakhan seperti terlem dengan rekat dan seperti di timpa beton dari atas.

Disana mereka sedang bercumbu mesra dan disini hatiku sakit. Sialan

"Sialan! Perasaan sialan"

Aku memukul dada ku dengan brutal berharap rasa salit itu hilang, tapi bukanya malah melega rasanya tambah sakit saat melihat didepan sana dua orang sedang berciuman.

"Kenapa baru rasa hari ini, dimana kemarin! Bahkan kemarin-kemarin aku biasa saja melihat mereka"gumam ku lirih.

Aku berbalik berusaha agar tak menggagu mereka, dan ketika aku berbalik air mata yang sedari tadi aku tahan malah menetes membasihi pipiku.

Aku berlari berharap tak ada yang melihat aku yang tengah menangis, aku ingin bersembunyi dari semua orang dan aku ingin pergi tanpa rasa sesak ini.

-tamat-


Gak deng bercanda
Gaes jangan lupa vote dan komenya yaa
Jangan luoa juga polow akun Saa
Polow ig juga boleh, nanti Saa polbeck
@marisa.hati
Tuh ignya biar namabah teman

Bay bay
Sampai jumpa di episode selanjutnya. Do'a in biar Saa rajin ngetik drafnya biar semangat upnya.

'Padahal rajin kan tergantung niat😑'kata hati














Transmigrasi :figuran Yang Tersakiti (Hiatus)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang