Perpisahan

705 100 60
                                        

Sudah berjalan seminggu sejak di beritahunya tentang kontrak pernikahan itu, tapi suasa hati si surai pirang itu belum juga mereda

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sudah berjalan seminggu sejak di beritahunya tentang kontrak pernikahan itu, tapi suasa hati si surai pirang itu belum juga mereda. Sepertinya ia perlu membumi hanguskan semua orang yang ingin merebut Shika-nya, bila perlu damiyo beserta keluarganya ia bumi hanguskan juga—berani-beraninya mereka ingin mengambil Shikamaru-nya. Sementara Shikamaru yang melihat raut wajah kekasihnya masih dalam mode iblisnya, ia hanya bisa menghela napas. Sudah seminggu ini, ia mencoba menenangkan hewan buas yang meraung di dalam diri si pirang itu, tapi itu tidak menimbulkan efek apapun. Naruto melirik Shikamaru  sejenak sebelum sebuah pertanyaan lolos dari bibirnya, "Apa rencanamu, tidak mungkinkan kau hanya akan diam sajakan?"

"Menyusahkan—aku tidak punya rencana apapun!"

"Seperti aku tidak mengenal dirimu saja!"

Sekali lagi, helaan napas Shikamaru terdengar berat di telinga Naruto. Shikamaru mengatup mulutnya sejenak kemudian membasahi bibirnya sebelum mengeluarkan apa yang ada di dalam kepalanya, "Mungkin aku—akan menerima kontrak itu!" sontak penyataan itu membuat tubuh si pirang bergetar.

"Kau, jangan main-main!" Gengaman tangan si pirang, mengerat pada pembatas kayu kediaman Shikamaru. Semenjak Naruto di claim oleh Shikamaru menjadi miliknya, secara permanent mereka memutuskan untuk tinggal bersama. Dan saat ini, posisi mereka memang sedang berdiri di beranda depan rumah Shikamaru sembari memandang rusa-rusa yang berlarian saling mengejar di hutan Nara itu.

"Aku, tidak main-main Naru. Maafkan aku..." kepala berkuncir nanas itu menunduk sedih. Keputusannya saat ini sudah bulat. Ada banyak yang perlu ia pertimbangkan.

"Baiklah kalau itu keinginan mu, maka akan ku kabulkan. Berbahagialah selalu!" Naruto menghela napas sejenak sebelum melanjutkan ucapannya, "Aku akan mengambil misi di luar desa selama tiga minggu sebagai hunter-nin. Jagalah kesehatanmu. Jaga pola makanmu juga! Jaa nee—mate!"

Iris mata kuaci itu hanya melirik sisa-sisa kepulan asap yang ditinggalkan oleh Naruto. Sepeninggalnya Naruto, Shikamaru meremas dadanya sesak. Ini adalah ketetapan yang sudah ia pilih, apapun sebab akibatnya akan ia terima entah sekarang ataupun nanti!

"Bodoh! Kau telah melakukan kesalahan fatal!"

"Aku tahu itu, Akira. Tapi inilah satu-satunya jalan yang aku pikirkan."

🍁🍁🍁🍁

Tiga minggu sudah berlalu, ternyata Naruto benar-benar melakukan misi berbahaya seorang diri. Shikamaru menyesal telah melukai seseorang yang teramat ia cintainya itu. Ha... Jika di pikir-pikir baru kali ini Shikamaru merasa dirinya bodoh. Bodoh karena melepaskan cintanya. Bukan hanya cinta, tapi Naruto itu mate-nya. Mate yang akan menemaninya sampai ia mati. Tapi, ya sudahlah, toh semuanya sudah terjadi, sekarang tinggal dihadapi saja kehancuran hatinya itu.

"Janga melamun terus, Tsunade-sama memanggil tim kita ke menara sekarang juga!" itu suara sensei pembimbingnya, Asuma.

"Hm..." tanpa banyak bicara dan bertanya, Shikamaru bangkit dari pembaringannya. Saat ini, mereka—Shikamaru, Asuma, dan Shino tanpa Naruto, tengah berbaring di hutan Nara sembari menatap awan. Sebenarnya Asuma heran, kemana perginya Naruto. Si pirang itu bahkan tidak meninggalkan pesan untuknya, bertanya pada Shikamaru, sudah lebih dari 100 kali, tapi jawaban yang Asuma terima hanya sekedar gelengan kepala, atau bahkan berujung Asuma di acuhkan. Bertanya pada Tsunade sang godaime, sudah Asuma lakukan, tapi berujung pada bogeman menta yang Asuma terima. Sebenarnya mereka bedua—Shikamaru dan Tsunade kenapa menjadi sangat sensitive akhir-akhir ini jika itu mengenai Naruto. Ya sudahlah, anggap saja Naruto sedang cuti, kira-kira begitulah pemikiran final Asuma.

Deer and Kitsune Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang