15

263 51 1
                                    

Zia awalnya berniat menunggu Juan selesai futsal, namun abang nya ternyata sudah menunggu. Ia yang memutuskan untuk mencoba tidak peduli dengan Juan, namun ia juga yang merasa paling khawatir saat kejadian seperti barusan.

“gua denger Juan gebok kiper,” Yoshua memulai percakapan.

“gua gak tau,”

“masa lu gak tau, deket gitu tadi posisinya,”

“kan gua di ruang serba guna,”

“terus lu gak nanya?”

“ngapain? udah lah Bang lu fokus bawa motor aja,”

Yoshua sebagai pria paham dengan posisi Juan saat ini, apalagi ia sangat bisa merasakan perasaan tulus Juan ke adik nya itu. Namun, ia tidak tahu kenapa adiknya bertindak sangat bodoh justru tiba-tiba mengabaikan perasaan Juan.

Sedikit ada rasa ingin membantu, tetapi ia merasa harus terlebih dahulu mendengar langsung penjelasan Zia.

Esoknya, Zia sedikit lenggang di sekolah karena semua urusan untuk KIR sudah rampung, tinggal tunggu jadwal keberangkatan saja.

“Zi, kantin gak?” Jea tidak pernah bosan mengajak Zia ke kantin, meskipun sebelum-sebelumnya selalu dijawab dengan gelengan. Tetapi kali ini berbeda, Zia mengangguk pertanda ia ikut ke kantin.

Mereka bertiga melangkah ke kantin selesai bel istirahat berbunyi. Mulut Jihan sebenarnya sudah sangat gatal untuk membicarakan tentang Juan, namun ia urungkan mengingat akhir-akhir ini Zia dan Juan seperti ada jarak, bahkan tidak saling ngobrol satu sama lain. Jea dan lain juga menyadari tapi merasa belum waktunya untuk membahas, sebelum mereka yang cerita terlebih dahulu.

Meja kantin yang mereka tempati selalu sama, seperti sudah hak milik saja. Siswa/siswi lain pun seakan mengerti juga meja itu punya mereka.

“aku nanti ada latihan futsal Ji, mendadak ganti latihan yang kemarin, gak papa ya kamu pulang sendiri?” Anak-anak futsal baru dikabari latihan hari ini dan Harbi merasa perlu untuk memberitahu pacarnya.

“kemarin emang kenapa Har?” pancing Jea pura-pura tidak tahu.

“ada trouble sedikit, jadi diberentiin latihannya,” jawab Harbi dengan sesekali melirik Juan.

“kamu kok gak ceritaaaa!!!!” protes Jea pada Jenanta hanya mereka berdua yang tahu kalau itu hanya acting.

“Jenanta kan ketua Je, jadi dia langsung bertindak dan pas pulang mungkin terlalu lelah jadi belum sempet cerita.” jelas Davi, ia menjelaskan panjang lebar takut ada perang dingin kedua di antara mereka lagi. Dalam hati Jenanta dan Jea tertawa, Davi sangat polos namun berniat baik agar mereka tidak bertengkar.

“makasih Dav,”

Juan hanya menunduk sejak tadi, mendengar percakapan sahabat-sahabatnya membuat ia merasa semakin bersalah. Mulai dari latihan mendadak, Jea dan Jenanta yang hampir bertengkar atau mungkin saja habis ini mereka akan beneran  bertengkar.

“sorry,” ujar Juan pelan dan masih dengan posisi menundukan kepala.

“kenapa Wan?” Jihan yang berada tepat di seberang nya kaget mendengar suara lirih Juan. Membuat semuanya kini memperhatikan Juan, termasuk Zia.

“gua gak ada maksud ngacauin latihan kemarin, pikiran gua lagi kalut. Lu Nan jangan sampe ribut sama Jea, gua minta maaf Je udah bikin Nanta sibuk,” semua terkejut? tentu. Kejadian sangat langka Juan merasa bersalah dengan sahabatnya apalagi sampai meminta maaf.

“Wan, lu gak abis kejedot atau apa gitu kan?” tanya Jenanta.

“Wan asli! gua malah takut lu kaya gini,”

“lu cerita dong Wan kalo ada masalah,”

“gua duluan ke kelas,” ujar Juan kemudian langsung meninggalkan kantin.

Semua langsung merasa tidak enak pada Juan. Davi memberanikan diri bertanya pada Zia. 

“Zia, gua mau nanya. Lu sama Juan kenapa?” 

Zia hanya bergeming, yang lain sudah tidak sabar menunggu jawaban Zia.

“lu berdua gak ada salah paham kan satu sama lain? gua takut aja kalo lu berdua tu cuma salah paham tapi karna udah terlanjur menyimpulkan sendiri jadi gini, harusnya kan bisa diomongin dulu,” Harbi yang lebih berpengalaman memberi petuah. 

“naah iya tuu, kenapa gak coba saling cerita aja yang ganjal di hati dan pikiran masing-masing siapa tau dapet solusi yang lebih baik daripada harus perang dingin,” tambah Jea. 

###

Hari ini harusnya Zia tidak ada rapat atau kegiatan yang membuatnya harus pulang telat. Tetapi, tiba-tiba guru pembina KIR meminta laporan pengeluaran-pemasukan. Mau tidak mau ia langsung membuat laporan itu, meminjam laptop sang abang yang sudah pulang terlebih dahulu karena ada les.

“makasih ya nak cantik, gercep banget kamu tu Ibu suka.”

“terima kasih juga Bu, saya izin pulang.”

“ohh iya hati-hati, kamu pulang sendiri atau sama abang?”

“sendiri Bu, abang saya udah duluan karna ada les.”

“ehh ya ampun, udah sore gini, sebentar Ibu cari orang buat antar kamu.”

“gak papa Bu, terima kasih. saya udah lagi cari grab kok,”

“jangan, ngeri.” Bu Finna melangkah keluar, mata nya menyusur semua area di depannya dan ia melihat empat laki-laki sepertinya sehabis ekskul.

“ganteng sini!!!” teriak Bu Finna pada empat orang tersebut karena memang hanya tinggal mereka yang terlihat.

Hello i'm back 🥰 don't forget to klik 🌟

I Love U #02 - Junghwan ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang