12

261 50 4
                                    

Setelah Zia selesai sholat, Juan mengajak Zia keluar keliling komplek yang kebetulan ada danau buatan tidak jauh dari rumah Juan. 

“ayo, dari pada di rumah aja berasa lama,” ujar Juan.

“i-iyaa,” Zia sedikit gugup, pasalnya setelah semalam ia menyadari perasaannya pada Juan membuat dirinya  kikuk bila harus berdekatan dengan Juan. Sebagian diri Zia merasa Juan juga memiliki perasaan yang sama dan sebagian lainnya merasa Juan tidak memiliki perasaan padanya hanya sekedar rasa biasa pada teman.

Mereka berkeliling komplek dengan motor, Juan sesekali mengajak Zia berbincang. Zia menanggapi namun pikirannya kemana-mana.

“lu boleh jajan dipinggiran gitu gak sih Zi?” 

“hmm.. tergantung sih,”

“tergantung ketauan bokap lu apa ngga?” ujar Juan sambil tertawa.

“naaah itu,” Juan tertawa mendengarnya.

“ih Ju ada ayunan,” seru Zia begitu motor Juan melewati taman bermain.

“lu mau naik ayunan?” Juan memelankan laju motor nya.

“iyaaa, mumpung sepi,”

“ng-ga sepi Zi, itu rame orang.”

“maksudnya lagi gak ada yang naik,”

“yaa gitu dong bilangnya, gua jadi panik kirain gua melihat sosok-sosok tak kasat mata,” Juan memarkirkan motor nya tepat di samping taman bermain.

“kenapa emang kalo lu bisa liat sosok tak kasat mata? takut?” ledek Zia.

“yaaa menurut lu aja,” tawa Zia tak tertahankan. Ia menaiki ayunan dan Juan yang mendorong.

Zia sangat senang, seperti anak kecil. Hampir 10 menit ia berada di atas ayunan dan suara teriakan bahagiannya tak juga reda. Juan semakin semangat mendorongkan ayunan tersebut.

“udah Ju, capek.” pinta Zia agar Juan berhenti mendorong ayunan nya. Juan menuruti dan duduk di ayunan sebelahnya.

“udah puas?” tanya Juan dengan nada seakan ayah menanyakan anak nya.

“udah, seru banget!”

“kaya anak kecil aja,”

“gak yaa, gak ada tulisan ayunan hanya untuk anak kecil,”

“bukan gitu, seneng lu sederhana banget kaya anak kecil,” ucap Juan, Zia mematung kenapa Juan selalu bisa membuat dirinya terbang hanya dengan ucapannya.

“o-oh iya dong, makanya ortu gua makmur sampe sekarang,”

“berarti misal nanti ortu gua gak makmur, itu karna gua yaa?”

“beda keluarga, beda prinsip.”

“berarti biar hidup gua makmur gua harus berkeluarga sama lu,” ucap Juan menoleh ke arah Zia, yang ditatap hanya bisa melototkan mata nya terkejut dengan ucapan pria di sampingnya.

Juan melihat ekspresi terkejut Zia pun tertawa.

“kenapa? gak mau ya?” tanya Juan.

“Juan!”

“kenapa Zia?”

“diem!”

“tadi manggil, disautin disuruh diem.”

“udah lu diem aja mending gak usah bersuara,”

“suara rakyat dong gua, dibungkam.”

“udah ayo balik aja mending,” Zia sudah tidak tahan lama-lama di dekat Juan ditambah dengan ucapan-ucapannya yang bikin jantung  serasa mau copot.

“orang pinter kalo salting lucu banget,” Zia tidak lagi menanggapi ia sibuk melihat ke arah lain, seakan-akan ia tidak mendengar ucapan Juan.

###

Mereka sampai rumah tepat 10 menit sebelum adzan maghrib. Juan langsung mandi dan pergi ke masjid. Selama Juan sholat di masjid,  Zia disuruh menunggu di kamar nya.

Sekitar jam 7 Zia dikabari bahwa keluarganya sudah sampai rumah saat ia yang sedang makan malam bersama keluarga Juan. 

“kamu pulang diantar Juan aja, kakak kamu pasti capek misal harus jemput kesini,” 

“e-eh ngerepotin Om, aku udah kabarin abang kok, tinggal nunggu dibales aja,” 

“deket ini kok, Juan juga pasti seneng-seneng aja tuh,” ledek Ayah Juan. 

“Ayah,” Juan memperingati kedua orang tua nya agar tidak berbicara yang tidak-tidak  di depan Zia. Namun, Zia salah mengartikan sepertinya. 

“gapapa Om, Juan juga pasti capek seharian ini” 

Makan malam selesai, Zia buru-buru menelpon abang nya untuk dijemput. Ia tidak mungkin mengharapkan dianter Juan saat Juan nya saja tidak mau. 

“ayo gua anter aja,” ujar Juan ia mendengar Zia menelpon abang nya. 

“gak usah, abang gua udah otw,” Zia mendadak jutek, ucapannya terdengar sangat datar di telinga Juan. 

Juan tidak paham kenapa nada bicara Zia menjadi jutek. “lu masih marah yang tadi di taman ya?” Juan ini sepertinya punya lupa ingatan jangka pendek, bisa-bisanya ia melupakan kejadian di meja makan 10 menit tadi dan justru mengingat kejadian jam 5 sore tadi. 

“kenapa gua harus marah?” 

“sorry.. sorry misal bikin lu gak nyaman sama perkataan gua, gua gak bakal ngulangin, janji.” ujar Juan buru-buru. 

Zia memasang wajah kecewa, kenapa Juan tidak paham. Ia tidak marah dengan perkataan Juan di taman tadi justru ia sangat berbunga-bunga mendengarnya. 

Juan tidak sadar cara dia menghentikan ucapan Ayah nya yang sedang menggoda dirinya dan Zia membuat Zia berpikir Juan tidak suka padanya dan tidak ingin digoda tentang Zia oleh Ayah nya. Kemudian Juan menghampirinya, ia pikir Juan sadar apa yang sudah ia ucapkan tadi. Zia sudah akan langsung memaafkan misal Juan langsung tersadar. Namun, salah, Juan justru meminta maaf atas ucapan manisnya. Zia semakin merasa hanya dia yang memiliki perasaan, tidak dengan Juan. 

Juan hanya suka menggodanya, pikir Zia. Zia kecewa dengan kenyataan dan pikirannya sendiri. Sejak malam itu, ia bertekad untuk tidak akan menanggapi semua perkataan manis Juan. 

….

Hi! Jika kalian suka cerita ini, tolong bantu vote dan beri feedback dengan bahasa yang baik di comment yaa.. ✨

—flawersun🌻

I Love U #02 - Junghwan ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang