18

223 27 16
                                    

"Hangatmu masih sama.. Candu.."

Sudah menjelang tengah malam, namun kedua insan tuhan yang sedang bercinta ini enggan mengakhiri malam mereka. Namjoon terus menciumi tangan Jae dimana wanita itu sedang ia dekap dengan kehangatan. Balkon kamar menjadi saksi bisu tumpahnya kekhawatiran Namjoon.

"Aku mohon ya, sayang. Jangan bekerja lagi. Sudah dirumah saja, aku berjanji akan menjadi suami dan ayah yang baik untuk Taki. Aku tak akan meninggalkan kalian lagi." Ucapan itu terus menerus keluar dari bibir seksi pria paruh baya itu.

Jae menyamankan posisinya semakin mendekap mantan suami. "Kau itu, menikahiku saja belum sudah menyuruhku berhenti bekerja."

"Iya aku berjanji, setelah semua urusan ini selesai, kita akan menikah kembali di gereja yang dulu. Ya ya, berhenti bekerja ya.. Aku tak ingin kau terlalu lelah. Nanti, kita tinggal bersama Eomma, Appa, Jungkookie, dan Taki. Rumah ini tetap akan menjadi milikmu."

"Namjoon, berhentilah mengoceh. Aku sedang tidak dalam mood untuk mendengar ocehanmu.." Jae mengecup sekilas bibir Namjoon, membuat pria itu manyun.

"Ck, kau ini. Ya ya.."

"Aku fikirkan dulu.."

Namjoon tersenyum mendengarnya. Ia langsung memeluk erat wanitanya dan menciumi setiap inci kepalanya. "Terima kasih, sayang."

.
.
.
.
.

Keesokan paginya, Namjoon sengaja mengurung Jae dikamar agar wanita itu tidak pergi bekerja. Wajahnya bahkan masih pucat, dan memaksa untuk bekerja. Pintu kamar sudah digebrak berkali-kali oleh Jae agar Namjoon membukanya. Namun pria itu malah pergi dengan menggendong Taki untuk bersiap sekolah.

"Mommy kok dikunciin sih, dad.."

"Mommymu sedang sakit, dan ingin bekerja. Kalau tambah parah bagaimana? Biar istirahat dulu." Namjoon menurunkan Taki ketika sampai dimeja makan. "Makan dulu terus mandi. Daddy mau telepon sopir baru om Jungkook dulu, supaya bisa berkenalan dengan om Jungkook."

"Euhm, okey dad." bocah itu menyendok sereal kedalam mulutnya. Neneknya masih membantu pamannya untuk bersiap sarapan. Membantu Jungkook mencuci muka dan gosok gigi.

Taki beberapa kali mendengar suara Jae yang minta dibukakan. Mana tega ia mendengar rintihan itu, namun jika ia membukanya, ia juga takut ibunya semakin sakit. Sekarang ia mendengar perkelahian kecil antara ayah dan neneknya, dimana ayahnya sedang dimarahi oleh neneknya karena mengunci ibunya.

Bocah berumur delapan tahun itu hanya menggeleng pasrah. "Orang dewasa itu rumit untuk dipahami." dan kembali menyuap sereal cokelat gandumnya yang seru.

Tak berselang lama, datanglah Jungkook yang sedang berjalan menggunakan kruk dan tersenyum sumringah. Matanya menelisik meja, berharap menemukan apa yang ia cari. "T-taki lihat sereal dimana tidak? Om Jungkook mau sereal. Iya sereal itu seperti punya Taki. Enak. Om Jungkook mau.."

Saat Jungkook selesai mengoceh, Taki tersenyum dan menarik kursi agar pamannya itu duduk terlebih dahulu. "Om duduk sini dulu, aku buatkan serealnya. Sebentar ya."

Dan saat itulah Taki menaiki tangga kecil portable yang tersedia di dapur, meraih sereal diatas kulkas, dan mengambil susu di dalam kulkas. Ia juga membawa mangkok dan sendok.

Di meja makan sendiri, Jungkook sudah bertepuk tangan tertawa cekikikan. Dan ketika ia senang, biasanya kepala Jungkook juga susah untuk diam, alias kembali tidak fokus. "T-taki pintar. Gomawo. Gomawo gomawo. Aku mau buat serealnya sendiri."

Dan Taki mempersilahkan setelah menyiapkan semuanya didepan sang paman. "Ini. Nanti kalau sudah, panggil aku ya, om."

Jungkook tidak menjawab, ia bergerak sebagaimana mestinya anak yang berkebutuhan seperti dia. Mencoba membuka toples sereal dengan perlahan, dan menuang susu dengan sedikit tumpahan.

A D O R A B L E (KNJ)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang