03. Nothing - Bruno Major

2 1 0
                                    


- - - - - - - - - -                                          - - - - - - - - - -

Satu jam sebelum acara reuni dimulai, dan didepan cerminlah Tamara berdiri. Melihat apa pakaian yang digunakannya sudah pas di tubuh rampingnya atau belum. Karena jika belum, iamungkin akan mengantinya kembali sampai merasa puas.

Sebuah kemeja putih tulang digunakannya, lalu dimasukan ke dalam bawahan rok berwarna coklat muda yang terlihat sangat pas di pinggang rampingnya. Berputar, Tamara terlihat sudah puas dengan apa yag dipakainya.

“Pake gelang bagus ga?” tanya Tamara dengan kedua lengan yang merentang di depan Anjani.

“Bagus, soalnya polos bajunya,” angguk Anjani yang kini tengah duduk di tempat tidur Tamara.

Anjani tertawa kecil, namun tetap saja itu mengalihkan perhatian Tamara. Tidak ada hal yang bisa ditertawakan namun sahabatnya tertawa, ini cukup untuk menjadi pertanyaan yang bisa diajukan seorang Tamara.

Hanya mengerutkan keningnya kearah Anjani, tapi sebagai sahabat tentunya ia sudah mengerti tingkah sahabatnya sendiri.

“Lo yang bilang ga usah ada persiapan, tapi lo dandan begini ya jadi gue ketawa.”

“Ini ga dandan, cuma biar keliatan rapi,” balasnya cepat.

“Heleh, juju raja Ra, dandan buat siapa si? Varen ya?” Anjani menaik turun kan kedua alisnya.

“Aduh apaan itu kenapa jadi Varen, cape gue kalo ngomongin dia,” balas Tamara cepat karena jujur, lelaki itu yang biasa menyulut emosinya saat dikelas, karena mereka ada di jurusan yang sama.

“Ya kali aja gitu lo move on dari Gala, pindah ke Varen.”

“Turun banget ya standar gue kalo gitu, dari Gala yang hampir sempurna ke Varen yang jauh dari sempurna.”

“Kali aja gitu, kalo ganteng menurut gue mereka sama sih, Varen sekarang ga ngotak style nya.”

“Emang dari dulu dia ga ngotak, Varen ga pernah waras dari dulu,” sanyumnya pada Anjani dengan sudut bibir yang sangat lebar.

Hening melanda selama beberapa menit karena Anjani yang tengah membuka ponsel, Tamara juga terlihat cukup sibuk dengan make up nya.

“Ra.”

“Hm?”

“Gimana kalo ada Gala disana?” tanya Anjani tiba-tiba.

“Ya ga mungkin juga lah Ja, mau ngapain dia disana coba? Nongkrong gitu?”

“Ya iya, itu kan café jadi ya ga mustahil ada Gala disana.”

“Ga tau deh, males gue mikirinnya, yang jelas ga mungkin juga.”

Balas Tamara yang kemudian beranjak dari kursinya dan mengambil tas slempang. Gadis itu kemudian berjalan kearah pintu, dan berpamitan pada orang tuanya untuk berangkat ke acara yang tak akan lama lagi segera dimulai.

. . .

Sampai di café yang sudah menjadi tempat tujuan, Tamara membuka pintu secara perlahan dengan sebuah lagu yang tampak menyambutnya. Seorang penyanyi di tempatnya kini tengah memetik gitar sembari menyanyikan lagu nothing milik Bruno Major.

Sebuah lagu yang sangat cocok dengan suasana dan udara malam yang memabukkan. Hanya dengan berjalan masuk ke dalam café, suasana hati Tamara berada di titik terbaiknya. Jujur saja ia juga rindu dengan rasa ramai dan keasikan mereka selama sekolah dulu.

Waktu dimana yang ada di pikiran mereka hanya tentang datang ke sekolah, apapun yang terjadi pada nilai, apapun yang terjadi pada rapot, bukanlah hal yang harus dibesar-besarkan.

Berjalan, Tamara bersama Anjani langsung saja menuju meja yang sudah disiapkan. Seperti dugaan, masih belum ada siapapun yang datang.

“Ra, lo sampe sekarang masih deket kan sama Varen?” tanya Anjani tiba-tiba, yang membuat lawan bicaranya mengangkat kedua alis.

“Ya orang gue sama dia sama-sama masuk psikologi, gimana kita ga deket,” jawabnya sederhana.

“Iya juga sih, mungkin karena itu sih ya gue sering liat kalo kalian barengan, selalu keknya kalo lo ga lagi sama gue,” balas Anjani lagi.

“Kalo itu, Varen sering nganter gue pulang, dia juga sering satu kelompok sama gue, mungkin bisa dibilang ke kantin juga sama dia kalo ga sama lo,” sahut Tamara dengan kepalanya yang mengangguk pelan.

“Kenapa lo ga suka sama Varen aja coba? Kalian nempel terus padahal.”

Tertawa kecil, setelahnya baru Tamara membalas kalimat sang sahabat. “Gue sama Varen bener-bener pure sahabatan aja Anjani, dia bahkan suka curhat tentang gebetannya ke gue.”

“Ya udah deh terserah, intinya mau Gala kek mau Varen atau siapapun, gue cuma mau lo bahagia ujungnya ya my bestie.”

“Iya siap! Lo juga semoga jadian ya sama Rama.”

“Gara-gara elu sih gue disuruh ngikutin Gala, jadinya ya gue suka juga sama bestie nya si Gala,” sahut Anjani dengan senyumnya.

“Ya udah sih asal bahagia mah ga papa.”

“Lagi ngobrolin apa tuu, kepo gue jadinya,” sahut seorang gadis tiba-tiba, yang berjalan bersama seorang lagi menuju meja yang Tamara dan Anjani tempati.

“Widi cepet datengnya Anggi, halo Dea,” sapa Anjani ramah yang kemudian diikuti Tamara yang beranjak untuk menyambut dua orang yang baru datang.

Sementara itu di sisi lain, tak jauh dari meja yang Tamara dan Anjani tempati.

“Woi!”

Dengan sapaan, Tian menepuk bahu seseorang secara tiba-tiba, membuat Varen, si lelaki tinggi bertubuh semampai terkejut. Sungguh, Varen mengira jika Tian memergokinya tengah menguping, sampai ia mendengar kalimat yang dikeluarkan Tian selanjutnya.

“Lo ngapain disini? Ga kesana?” tanya Tian cepat setelah mereka saling berhadapan.

“Kaget gue Yan,” balas Varen yang hampir saja menjatuhkan ponselnya.

“Lagian lo ngapain disini? Ga ikut kesana?” tanya Tian lagi dengan cepat.

“Gue nunggu orang, baru perempuan yang dateng,” alibi Varen.

"Ohh, ya udah ayo," balas Tian yang dengan cepat melangkah, membiarkan Varen berjalan dibelakangnya.

‘Gala Wardhana?’

Gumam Varen dalam hati, dengan sorot matanya yang tepat mengarah pada gadis yang kini tersenyum lebar. Menyambut kedatangan orang-orang yang mulai berdatangan.

- - - - - - - - - -                                          - - - - - - - - - -

Jangan lupa absen bestie ^^

Our secret Marriage  Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang