10. Pertemuan

1 0 0
                                    


- - - - - - - - - -                                          - - - - - - - - - -

Detik demi detik berlalu sampai akhirnya disinilah Tamara sekarang. Duduk di mobil bersama kedua orang tuanya dengan pakaian rapi untuk menghadap orang yang entah benar atau bukan adalah jodohnya.

Hanya menatap jalanan yang indah dengan berbagai lampu yang menghiasi. Tidak terlihat raut wajah apapun di wajah Tamara. Gadis itu kini sungguh tengah memikirkan apa yang harus ia katakan nantinya, kalimat apa yang akan mencairkan suasana, dan sebuah kemungkinan terburuk.

Tentang lelaki yang nantinya bisa saja tidak menyukai Tamara.

Gadis itu hanya menelan ludah kasar dengan kenangan pahit soal Gala beberapa hari yang lalu. Rasanya menyakitkan, memalukan, dan Tamara belum siap mengalami hal seperti itu lagi. Tapi itu adalah resiko dan kemungkinan terburuk, ia harus menyiapkan dirinya.

Sampai di restoran tempat perjanjian, Tamara menghirup banyak udara melalui hidungnya dan menghembuskannya perlahan. Membiarkan seluruh aura negatif yang ada di tubuhnya keluar, pergi bersama angin yang berhembus.

Keluar dari mobilnya, Tamara tampil sangat cantik dengan dress putih di atas mata kaki yang ia kenakan. Sebuah akseroris pelengkap terlihat di lehernya, ada sebuah kalung dengan liontin yang cukup besar untuk bisa dilihat dari jauh. Dengan rambut hitam nya yang terurai indah, Tamara tampil sangat memukau.

(Dress di foto atas)

“Ma…” rengek Tamara pada sang mama yang berjalan tepat di sampingnya.

“Sayang, kamu cantik, percaya sama diri kamu sendiri dan ga usah takut, okee, percaya sama mama,” Anita memberi semangat karena jangankan sang putri, ia juga merasakan bagaimana jantungnya berdebar semakin cepat melewati detik demi detik yang menegangkan ini.

Duduk di meja yang sudah dipesan, ternyata keluarga yang akan ditemuinya masih belum sampai. Dengan jantung yang berdetak semakin cepat setiap detiknya, Tamara merasa amat sangat tidak tenang.

“Ma, pa, Tamara mau ke toilet sebentar,” sahutnya kemudian beranjak, meregangkan jemarinya yang terasa kaku, rasa gugup benar-benar mengusainya.

Entah kenapa menghela nafas bekali-kalipun rasanya tidak berguna, rasa gugup, tegang, takut dan kenangan pahit itu berputar secara bersamaan. Entah kenapa juga Tamara merasa tidak bisa mengendalikan emosinya sendiri.

“Tamara?” sahut seseorang yang tentu saja membuat gadis itu menoleh, mencari sumber suara yang terdengar seolah memanggil namanya.

Terkejut, Tamara benar-benar terkejut. Orang yang baru saja memanggilnya adalah orang yang paling tidak terduga.

‘Gala? Dia tau nama gue?’

Menoleh ke kiri dan kanan, Tamara tidak ingin salah dengar karena faktanya, ia tidak pernah sekalipun menyebutkan namanya di hadapan Gala.

Berjalan maju, langkah Gala terlihat sama sekali tak gugup, dan tentunya hal itu membuat Tamara agak khawatir. Apa lelaki itu akan memarahinya lagi kali ini?

Namun tidak bisa berbohong, Tamara akui Gala tampil sangat tampan saat ini. dengan kemeja putih dan celana hitam, lelaki itu kini bahkan memakai jas. Entah apa yang akan dia lakukan dengan tampilan memukai seperti itu.

Our secret Marriage  Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang