09. Reaksi

1 1 0
                                    


- - - - - - - - - -                                          - - - - - - - - - -

Dengan dahinya yang kini menempel di meja kantin, Tamara sungguh masih tidak percaya dengan kenyataan apa yang selama tiga bulan ke depan lagi akan dia hadapi. Sungguh, kalimat ingin menikah yang keluar dari mulutnya hanyalah sebuah kalimat, tidak ada 0,1% pun keinginan sungguhan didalamnya.

Tamara kini hanya termenung, dengan sepiring pasta yang sudah ia habiskan sampai tak tersisa sehelai pasta pun.

“Lo galau atau engga juga makan lancar ya,” sahut Anjani yang kini tengah dengan asik menyantap ice cream vanilla di tangannya.

“Anjaa, gue mau dijodohin, gimana dong,” tanyanya dengan nada bicara yang sungguh tampak lesu. Membuat rasa ice cream yang sedang dimakan Anjani menjadi agak sedikit hambar.

“Udah mending lo terima aja ya itu perjodohan, siapa tau cowok nya ganteng, siapa tau cowoknya tipe yang lo suka, gimana coba kalo gitu?”

“Ya tapi gue mau nyari sendiri buat jodoh mah, ga mau dijodoh-jodohin gini,” balasnya lagi, dengan kaki yang kini menghentak-hentak di atas tanah, memberitahu bumi bahwa saat ini ia sedang tidak setuju dengan keputusan semesta.

“Mba pesanannya,” sahut seorang pelayan bersama sebuah nampan berisi ice cream dengan rasa Mint chocolate.

“Oh iya,” dengan sopan Anjani mengambilnya. “Makasi mba.”

Takk

Menyimpan ice creamnya di hadapan Tamara, Anjani kemudian menepuk pundah sahabatnya.

“Cape kan lo galau? Makan itu dulu deh mending.”

Mengangkat kepalanya, sebuah senyum timbul di wajah Tamara, dengan lengan yang perlahan mengambil cup ice cream yang ada di depannya.

“Hehe, makasi Anjani,” sahutnya yang tak butuh waktu lama untuk langsung memasukan sesuap besar ice cream ke dalam mulut.

“Lo…” sahut Anjani tiba-tiba dengan jari telunjuknya yang tepat mengarah pada Tamara. “Gimana kalo calon jodoh lo itu punya pabrik ice cream?”

Menyimpan sendok ice cream yang baru saja dimakannya di dalam mulut, Tamara kemudian tampak berpikir. “Boleh aja sih, tapi gue mau jodoh sama arsitek,” rengeknya lagi.

“Oke oke,” angguk Anjani cepat agar sahabatnya kembali diam.

“Anjaa gue ga mau dijodohinn,” lagi lagi dan tanpa henti Tamara merengek.

“Ntar curhat deh ya sama Allah, tapi sekarang makan dulu tu ice creamnya, kuping gue sakit denger lo ngeluh terus dari tadi.”

“Oke, makasi, ice creamnya enak,” sahutnya datar namun dengan lengan yang tak berhenti menyuapi mulutnya dengan ice cream.

“Terimakasih atas perhatian dan waktunya.”

Sahut Gala pada anggota BEM karena rapatnya baru saja selesai. Kini ia beranjak membawa tasnya lalu berjalan ke pintu.

“Gue duluan,” sahutnya pada anggota yang masih ada didalam lalu keluar sembari membuka kaca matanya.

Our secret Marriage  Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang