Part 4: Surat Cinta Terkacau

270 69 22
                                    

Alexa berhenti sebentar di lantai dua dengan napas terengah-engah. Dia menaruh kardusnya di lantai dan duduk sebentar di salah satu anak tangga. Cola yang hendak berbelok menuju tangga lantai tiga pun menoleh dan tersenyum mengejek.

"Baru segini aja udah capek?" tanyanya sambil menyandarkan tubuh pada pegangan tangga dan sambil melipat kedua tangannya. Sudut bibir kanannya terangkat, seolah sedang mengejek Alexa.

"Lo enak naik tanpa bawa apa-apa. Gue cewek dan lo malah nyuruh gue naik lantai empat sambil angkat kardus berat ini!" seru Alexa dengan nada kesal.

"Halah, belum juga dua kardus. Buruan, naik!"

Mau tak mau Alexa kembali berdiri dan mengangkat kardusnya menyusuri lantai tiga dan empat. Sesampai di lantai empat, hanya ada satu ruangan kaca besar di sana. Terdapat stiker 'Auditorium' di pintu berwarna cokelat tua yang terbuka. Alexa sempat melihat Renata, Karra, dan Nia sedang mengobrol seru.

"Lo ngapain berhenti di sana? Buruan!" bentak Cola.

"Sabar, kek. Berat, tauk!"

Masuk ke ruang auditorium, Alexa berjalan sambil menunduk. Dia benar-benar malu menjadi tontonan para murid yang tengah mendengar pengarahan dari seorang pembina tampan yang berwajah oriental.

"Hei, sini saya bantu," pinta salah satu kakak pembina, saat Alexa hendak naik ke undakan menuju panggung.

"Te-terima kasih, Kak," ucap Alexa terharu.

Kakak pembina yang membantunya tersenyum sangat manis. Wajahnya yang ramah dan imut, Alexa pastikan kakak satu itu juga akan menjadi incaran banyak adik kelas, kecuali si mulut kaleng rombeng itu.

"Duduklah di tempat yang masih ada."

Alexa mengangguk dan turun dari undakan. Dia menoleh ke arah Renata duduk dan melihat Karra melambaikan tangannya secara diam-diam dari barisan tengah. Alexa segera menuju ke sana dan duduk di antara Karra dan Renata.

"Kok telat?" tanya Renata sepelan mungkin.

Alexa tertawa tanpa suara. "Semalam gue kirain masih Sabtu. Nonton basket sampai pagi dan dibangunkan mama yang kaget pukul setengah tujuh."

"Dasar!"

"Woy, nggak nyangka gue, lo berdua bisa pindah ke sini," kata Karra.

Alexa mengangguk sambil tersenyum ke arah Nia yang diam-diam melambaikan tangan dari sebelah Karra. "Ceritanya panjang. Nanti gue cerita. Itu yang lagi bicara di depan siapa?"

"Itu Edward, cowok paling tampan di sini dan idola karena dia kapten basket. Mirip Oppa-Oppa Korea gitu, kan?"

Alexa mengangguk setuju. "Kalau yang hukum gue? Si merek minuman itu, apa sih jabatan dia?"

Karra mengikik tertahan. "Dia wakil OSIS, Lex. Emang sengak, sih, tetapi tujuannya baik. Gini-gini, dia cowok yang setia banget. Yah... meskipun nggak ada yang tahu siapa pacar dia. Mungkin cewek dari sekolah lain."

Alexa pun teringat sosok cewek yang berlari keluar dari ruang tata usaha. Dia mengedarkan pandangannya dan melihat cewek itu duduk di barisan depan bagian kanan. "Bukannya yang itu, ya?"

Karra mengikuti arah telunjuk Alexa, lalu tertawa tanpa suara. "Dia? Dia itu ngejar-ngejar Cola, tapi nggak dapat. Padahal yang ngantre banyak!"

"Cantik kayak gitu pasti ngantre."

"Cantik, sih, cantik, tapi kelakuannya... amit-amit. Mentang-mentang papanya punya saham di St.Raphl, suka berlaku seenak jidat dan dengkulnya. Dulu kalau nggak ditahan sama Nia, hidungnya udah gue patahin."

Koala Prince: New EditionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang