Penyebab : Bagian (1)

185 26 43
                                    

"Huh ... syukurin! Rasain! Makan petir gue! Kerja-an-nya cuman ganggu pertandingan gua aja!" ketus Halilintar.

"Waduh! Li, kenapa kau setrum dia?" tanya Solar kaget. 

"Li ... La ... Li ... La .... Panggil aku Kakak!" bentak Halilintar.

"Ck ... iya ... iya! Kak Li, mengapa Anda menyetrumnya?" tanya Solar kembali.

"Ah, mana diriku tahu .... Tanya saja dengan awan di langit biru," jawab Hali sekenanya.

"Ish ... Kakak! Serius nih!" hardik Solar.

"Yeh ... elu .... Lo kagak nengok gue marah tadi?" ucap Halilintar.

"Idih! Lo pikir, lo artis apa? Mesti di-perhatiin segala? Gue juga sibuk kali, sama fans gue. Ya ... nggak kayak lo, defisiensi fans .... Oops ...," respon Solar, meledek kakak sulungnya.

"Wah ... wah ... wah ... wah ...! Mulutmu itu loh, ya ...! Ngomong asal aja! Emangnya ... situ punya bukti apa, mengatakan saya begitu? Heh ... asal kamu tahu ... jumlah penggemar saya, lebih banyak, jika dibandingkan denganmu! So ... jangan bertingkah angkuh di depan saya, ya?" sanggah Halilintar.

"Eleh! Your news is just hoax, Hali ...! Masa kamu bisa punya fans, melebihi saya pula? Mustahil itu! Sorry ... i don't believe with your saying, Hali ...," sangkal Solar.

"Hoho ... kamu tidak percaya? Apakah saya perlu menunjukkan bukti autentik, yang tidak dapat terbantahkan?" tanggap Halilintar.

"Halah ... bukti autentik .... Dikiranya peninggalan sejarah, gitu?" kata Solar.

"E—eh ... siapa yang mengatakan, bahwa bukti autentik cuman ada di sejarah doang?" lontar Halilintar.

"Saya," sahut Solar singkat.

"Bukan kau, Ogeb! Maksudku, orang lain ...," tampik Halilintar.

"Gue juga orang lain, Bego!" potong Solar.

"Lo mau gelud lagi?" tantang Halilintar.

"Oh, iya dong! Harkat martabatku diinjak-injak hingga rata, tanpa bentuk! Sudah sewajarnya, saya melakukan aksi perlawanan terhadap penjajah!" ujar Solar lantang.

"Oi ... oi! Kapan mulai wawancara-nya kepada saya? Udah lama, saya tunggu dari tadi ...," sela Adu Du.

"Lah ... sejak kapan lo siuman, Dadu? Tumben gak kabur? Ada apa dengan lo hari ini?" berondong Solar.

"Heh ... masih belum jera kau, ya? Kuhantam kau sekarang juga!" seru Halilintar.

"E—eh ... jangan ... jangan dong! Jangan, ya? Saya jangan disetrum lagi, ya? Sakit, tahu! Mending ... aku buat diriku pingsan dua kali. Bagaimana? Setuju?" tawar Adu Du.

"Cara lo pingsan, gimana?" soal Halilintar.

"Nah, itu .... Ada Da ... eh, salah ... maksudnya, Halilintar sama Solar, tutup mata dulu ...," cakap Adu Du.

"Ho'oh ... terus?" interupsi Halilintar.

"Yah ... kemudian ... ehmm ... entahlah, aku tidak ingat," sambung Adu Du.

"Mari kuterka. Kau sebetulnya nggak tahu sama sekali cara pingsan sendiri, 'kan?" tebak Solar.

"Ehehe ... iya ... hehe ...," tutur Adu Du sembari tersengih.

"Sol," panggil Halilintar.

"Apa?" sambut Solar.

"Ingat! Investigasi kita," bisik Halilintar.

"Apa?" ulang Solar.

"Investigasi kita ... Boboiboy Solar, cucu bungsunya Aba," geram Halilintar.

"Huh, apa ...?" tanya Solar ulang.

"Investigasi kita, Bego nan Ogeb!" pekik Halilintar ke telinga Solar.

"Argh ...! Duh ...! Astaga ...! Telingaku sakit sekali!" rintih Solar.

"Hei, Alien Dadu .... Kau yang ciptakan ledakan di Pulau Rintis, sampai-sampai terjadi gempa bumi, 'kan?" tukas Halilintar.

"Seratus persen tidak mungkin, Li! Lihatlah! Aku sedang menggali markasku yang tertimbun tanah. Seumpamanya, dalang peristiwa ini adalah aku ... sungguh tidak masuk akal, jika aku rela menghancurkan kediamanku sendiri," jelas Adu Du.

"Lalu ... penyebab gempanya apa?"

"Jangan-jangan ...."

Bersambung ....

Fajar KelabuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang