"Apa?" pekikku dan Bang Geledek Merah, kaget bukan kepalang, saat mengetahui kabar tersebut. Pingsan kedua kalinya? Seriusan? Padahal, ini 'kan belum sampai sejam seusai siuman? Apa jangan-jangan karena dipicu oleh kelakuan abang-abangku lagi? Semua soalan itu memenuhi di benakku, hingga tiba-tiba ....
BRUSH ...!
"Hoi! Kenapa kau siram ke wajahku? Udah gitu, air selokan lagi yang dipakai! Iuww ... bweek ... jijik! Jijik banget! Bau! Hancurlah sudah popularitasku olehmu!" gerundelku.
"Yeh ... abis-nya, lo termenung kayak hendak dirasuki mahluk tidak kasat mata. Sebagai abang yang baik, daripada jadi, mendingan disiram aja, biar cepetan sadar. Gimana? Trikku jitu, 'kan?" tandas Gempa.
"Jitu apanya? Mukaku yang kinclong seketika ancur! Kulit indahku dan kurawat seperti adikku sendiri, musnah begitu aja! Tanggung jawab, Kak Gem!" omelku.
"Eleh .... Mau wajahmu di-apain, sampai mirip porselen pun, nggak bakal berubah .... Sama-sama ...," jelas Gempa.
"Sama-sama apanya?" selaku.
"Sama-sama jelek," lanjut Gempa.
"Ish, Kak Gem ...! Kirain akan bilang, jika aku luar biasa tampan bagaikan selebriti dalam negeri dan internasional," gerutuku.
"Idih! Percaya diri amat lo! Heh, lo ngomong diri lo ganteng seperti mereka, sama aja lo mendiskreditan terhadap artis-artis ... dan ...," beber Gempa.
"Orang yang pantas dibandingkan dengan artis, perihal kegantengan, ya, tentu saja saya, bukan Anda," imbuh Gempa.
"Wah ... wah ... wah ...! Anda sudah berani meremehkan saya, ya? Saya punya bukti yang menunjukkan bahwa saya memanglah ganteng dan cool. Ingin buktinya?" tawarku.
"Tidak, terima kasih. Saya tidak memerlukan bukti-bukti yang telah dimanipulasi oleh Anda," tolak Gempa seraya menukasku.
"Ohoho .... Begitu, ya ...? Apakah dikarenakan nyali Anda ciut, tahu bahwa semua ucapan Anda itu hanya omong kosong belaka, sehingga tidak menerima tawaranku ... heh?" sindirku sembari mencemoohnya.
"Sepertinya, masalah ini mencapai titik kebuntuan solusi. Saya telah mengupayakan penyelesaian damai, tanpa merugikan pihak mana pun. Namun, Anda menunjukkan keengganan berkooperatif dan memulai agresi terhadap saya, melecehkan harga diri saya di tempat publik. Oleh karena itu, dengan terpaksa, saya mengumumkan ... eh, maksudnya ... memulaikan duel di antara kita," urai Gempa.
"Hei ... hei ...! Sudah ... sudah, Gem, Sol! Kalian lupa Tok Aba ...? Entar ... kalau dia kenapa-kenapa, kita yang salah, Gem, Sol! Nggak sempat bantuin dia, cuma gara-gara kelahi hal beginian ...," tegur Halilintar.
"Apa lagi ... tadi pagi, terjadi gempa besar, entah karena apa. Aku khawatir akan keselamatan Taufan, Blaze, Ice, dan Thorn di sana," imbuh Halilintar.
"Tenang, Kak. Taufan, Blaze, Ice, dan Thorn sudah besar. Mereka itu mandiri, sesuai pesan dari ayah kita, ber-di-ka-ri," tutur Gempa.
"Tapi, Gem, perasaan Kakak tidak nyaman ...," ujar Halilintar.
"Kring ... kring ...! Telolet ... telolet ...! Solar ganteng ...! Telolet ... telolet ...!"
"Eh, ya .... Itu suara hp siapa, ya? Memuji diri segala," sindir Gempa.
"Itu hp-ku. Sebentar ... aku check dulu," jawabku, mengabaikan celaan Gempa, sambil merogoh handphone-ku ke saku celanaku.
Setelah mengambilnya, lantas, aku mengaktifkan telepon genggamku dan segera menerima panggilan telepon. "Halo, Kak Blaze .... Ada a-"
"Sol! Lo keluyuran ke mana sih? Cepetan ke sini, Sol! Rumah kita mau roboh!" pekik Blaze di telepon selular.
"Apa?"
Bersambung ....
KAMU SEDANG MEMBACA
Fajar Kelabu
FanfictionPara Boboiboy Elemental dan warga Pulau Rintis mengalami peristiwa yang tidak terpikirkan sebelumnya dan sulit untuk dilupakan oleh mereka, bahkan siapapun. Kejadian apakah itu? Bagaimana kronologinya? Penasaran? Ayo, ikuti terus kelanjutan ceritany...