Penyebab : Bagian (2)

139 20 24
                                    

"Jangan-jangan ...."

"Terjadi pencurian di kota!" seru Solar.

"Lah ... apa hubungannya, Sol?" tanya Halilintar bingung.

"Begini, Kak Hali .... Menurutku, para pencuri itu menggunakan bom atom, untuk membobol bank di kota kita ...," tutur Solar.

"Nah ... sekarang, aku jadi heran, Sol," sela Halilintar.

"Kenapa, Kak?" respon Solar.

"Aku heran .... Sebenarnya, siapa yang gila, ya? Kamu atau komplotan pencuri? Soalnya, antara kamu dengan mereka, beda-beda tipis, gitu," sindir Halilintar.

"Yeh ... nyindir lo! Heh ... itu mungkin saja terjadi, Bung ...!" tanggap Solar.

"Ah, nggak mungkinlah, Sol! Teori lo ngawur banget! Ngapain mereka pergi ke bank ... kalau niatnya ledakkin Pulau Rintis?" sanggah Halilintar.

"Aduh ...! Kak Hali tidak ingat, ya, sama peribahasa, 'Sambil menyelam, minum air?'" ujar Solar.

"Ndak," jawab Halilintar singkat.

"Haduh! Kakak ... Kakak .... Hal segampang itu saja tidak tahu ...? Hah ... dasar payah!" cemooh Solar.

"Bagus ... bagus ...! Ngomong aja teros, kayak gitu! Gua pastiin, lo bakal gua buat jadi abu gosok! Ngarti?" ancam Halilintar.

"Cuman itu?" lontar Solar.

"Apanya?" tanya Halilintar.

"Cuman itu gertakannya? Maksudku, gak ada lebih challenging, gitu? Seperti contoh .... Ehm, misal ... ditenggelamkan di Palung Mariana atau di-kick ke Antartika, gitu? Atau dijadikan umpan buaya Amazon? 'Kan lumayan buat diriku famous di medsos? Yah ... iklan gratis, gitu loh," lanjut Solar.

"Heh ... dasar lo, Sol, Maniak Gratisan! Mau terkenal, masih aja nggak mau keluar modal. Gimana sih, mau jadi selebriti?" leceh Halilintar.

"Yeh ... jangan begitu dong, Kak! Ingat prinsip dasar bisnis, 'untung sebesar-besarnya, rugi sekecil-kecilnya.' Nah ... kalau perlu, kerugiannya nol, biar keuntungan didapatkan maksimal," tandas Solar.

"Hah ... terserah lo lah. Gua lagi males berdebat sama orang lain sekarang," potong Halilintar.

"Malas atau kalah? Masa sama adik sendiri kalah?" ejek Solar.

"Gua kalah, karena gua menang," bantah Halilintar.

"Heleh .... Begini, nih, tabiat burukmu, Li. Keangkuhanmu tingkat tinggi!" ledek Solar.

"Oh, tidak apa-apa .... Ya ... minimalnya, aku memperkenalkan diriku sendiri tanpa mengorbankan harga diriku, tanpa memanfaatkan kemarahan orang lain untuk hal yang tidak etis," papar Hali, menohok lawan bicaranya.

"Ahaha ... mohon maaf, ya, saya merasa tersinggung atas ucapan Anda. Seorang selebriti kelas atas, seperti diriku, di-nyinyir oleh netizen yang bernama Boboiboy Halilintar, yang kualitasnya ... oh ... minim. Hohoho ... sorry, ya .... Tidak selevel dan tidak pantas Anda mengkritik saya," cetus Solar.

"Apa ... apa? Apa, tadi? Kurang? Heh, jangan sembarangan, ya, Anda bicara! Di mana data dan buktinya? Mana? Jangan asal berargumen, ya! Itu sama saja dengan pencemaran nama baik terhadap saya dan bisa dilaporkan ke pihak berwajib," tantang Halilintar.

"Hah ... sangat receh ancamanmu! Ketika merasa hal jeleknya tercium dan dibongkar, selalu berdalih data, data, data, dan fakta untuk membenarkan sesuatu. Padahal, apa engkau yakin, data-data tersebut valid?" serang Solar.

"Seratus persen valid! Bahkan, data-data ini sudah diperiksa dan dibenarkan oleh lembaga penelitian ternama, IPH!" tangkas Halilintar.

"IPH? Apaan tuh? Emang, punya siapa lembaga itu?" tanya Solar keheranan.

"Oh, jelas! Boss-nya saya dong!" ungkap Halilintar percaya diri.

Iyalah ... gimana nggak valid? Boss-nya dia, galak luar biasa. Palingan juga, sistemnya ABS, 'Asal Bapak Senang', cibir Solar di dalam hati.

"Kau bilang apa, Bo—" murka Halilintar.

"Loh ... kok kamu tahu isi benakku?" soal Solar kebingungan.

"Wah ... kurang ajar lo! Pedang Halilintar!" seru Halilintar.

"E—eh ... eh ... eh .... Eh, ingat, Kak .... Ingat .... Kita pecinta damai. Ehe ... peace ... peace," ucap Solar seraya menunjukkan salam peace dan tertawa ketakutan.

"Pis ... pas ... pis ... pas ... pis! Gua nggak peduli! Gua akan peduli itu, sehabis gua hajar lo! Rasakan ini!" hardik Halilintar.

"Noooooon!" jerit Solar.

"Ealah ... mau KO aja, masih saja sempat-sempatnya ngomong pake bahasa luar negeri. Mana gua gak tahu lagi, arti yang lo ucapin itu apa?" cakap Halilintar, teralihkan pikirannya.

"Ah ... biarin! Biar orang lain tahu, bahwa aku, Boboiboy Solar, ngerti Bahasa Perancis, iho ...," dalih Solar.

"Iya ... iya ...! Terserah lo! Ya, udah ... yuk, kita lanjutkan, acara penyetruman yang terkendala barusan. Saya memohon izin untuk mengulangi perkataan saya sebelumnya. Ehem ... ehem .... Pedang Halilintar! Rasakan ini!" pekik Halilintar.

"Nooooon!" jerit ulang Solar.

"Stooop! Stooop! Berheentiii! Kakek Aba pingsan dua kali!"

"Apa?"

Bersambung ....

Fajar KelabuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang