Kupu-kupu ungu

50 23 11
                                    

Mendengar pertanyaan itu, Charla menoleh, dan menatap tajam mata Eira.
Dari awal Charla hanya percaya pada Eira, dan hanya ingin mengatakannya secara langsung pada Eira.

"Serius mau tau?" Charla mengatakan sambil menaikkan kedua alisnya.

"Serius La." Ucap Eira dengan nada khawatir.

Kini, mata mereka bertatapan.

Charla tersenyum.

"Penyakitku ini punya nama yang indah." Ucap Charla.

Eira kesal, bibirnya bergetar menatap senyum dan mata cerah itu.

"Kalau gosip dikampus tentang penyakitmu itu benar kenapa lo masih tersenyum?" Tanya Eira, nadanya bergetar seperti bahunya.

Eira kesal pada perempuan ini.

Kenapa dia tersenyum?

Harusnya tidak begitu.

Bukankah orang sakit tidak banyak tersenyum?

Kenapa dia dapat tersenyum tulus?

"Bisa-bisanya lo bilang begitu sambil senyum La. Jangan bercanda dong, dengar-dengar lo juga ga akan lama didunia kan." Eira berkata dengan nada sedikit kesal.

Bagaimana Eira tidak kesal, Charla mengatakannya seoalah dia sedang bercanda dengan penyakitnya, semua orang tau dia mengidap penyakit serius dan akan segera mati.
Tapi itu seperti bukan masalah baginya, memang ciri khas Charla yang murah senyum, Eira memaklumi hal itu, pikir Eira Charla sudah pasrah dengan keadaannya sekarang.

"Memang kenapa kalau aku mengatakannya sambil tersenyum? Charla memiringkan kepalanya. Eira terdiam memalingkan wajahnya. Enggan melihat wajah cerah itu.

"Katanya lo juga pernah di operasi, apakah itu benar?"

Charla masih tersenyum disana.

"Ya, benar operasi ginjal, karena itulah aku tidak boleh lelah dan akhirnya keluar dari voli, sekarang hanya kakaku sendiri yang masih bermain voli." Jelasnya.

"Jadi lo punya penyakit ginjal?" Tanya Eira lagi. Posisinya masih sama, tak mau menatap Charla.

Charla menggeleng.

"Bukan."

Jantung Eira mendadak berhenti.

"Lalu apa?"

Kali ini Eira menatap Charla, perempuan bermata bulat biru dibalik kacamata itu masih tersenyum, memakan beberapa permen dari kakaknya.

"Namanya penyakit Kupu-kupu ungu."

Eira nampak kebingungan, dia hanya mengernyitkan alisnya.

"Indah bukan?" Senyum Charla semakin lebar.

"Kupu-kupu ungu?" Eira bergumam.

"Iya.. Itu namanya."

"Apa-apaan itu?" Eira tersenyum tipis

Charla hanya tersenyum.

"Jadi? lo pingin ngejauhin gua mulai dari sekarang karena gua sakit dan mungkin akan mati?"

Eira menggeleng, dia tersenyum.

"Pemikiran macam apa itu?"

Charla tertawa. "Mungkin saja kan? Gua juga gak masalah tentang itu."

Eira menatapnya tajam.

"Hentikan pemikiranmu itu bodoh, apalagi lo ngomong begitu sambil tersenyum, itu mengerikan."

"Ngaca! Muka lo kalo lagi masam kayak Titan." Charla tertawa.

"Gue gak akan ninggalin lo kok." Tawa Charla mereda. Charla menatap Eira dengan masih memegang perutnya yang pegal sehabis tertawa.

"Bahkan jika sebentar lagi gua bakal mati?"

"Justru bagus bukan? Gua cuman perlu menemanimu sebentar saja." Eira tersenyum.

Charla menatapnya dengan tersenyum.

"Kalau begitu tetaplah bersamaku sampai gua mati ya, gua janji cuman buat waktu yang sebentar."
Charla mengacungkan jari kelingkingnya.

Eira mendengus. "Harusnya lo ga perlu berjanji begitu," Eira menautkan jari kelingking mereka.

"Gua lebih suka kalau bisa menemanimu lebih lama." Ditatapnya wajah Charla dengan senyuman paling tulus yang pernah dia miliki.

"Sayang sekali gua bakal mati sebentar lagi." Charla tertawa lagi, jari mereka masih bertaut.

"Setidaknya lo harus merubah janji lo tadi."

"Seperti apa?" Tanya Charla, mata bulat biru dibalik kacamata itu menatap langsung mata oranye Eira.

"Seperti misalnya, lo akan membuatku kerepotan lebih lama."

Charla tertawa.

"Baiklah, tolong berjanjilah tak akan meninggalkan orang sakit ini sehingga dia merepotkanmu untuk waktu yang lama." Jari mereka semakin bertaut.

"Gua janji ga akan ninggalin lo."

Purple Butterfly PromiseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang