45. Pertengkaran (2)

1.1K 169 8
                                    

Bagas memijat pelipisnya begitu kepalanya terasa agak pusing pagi ini. Lelaki itu berjalan melewati pintu kelas dan melihat Dika yang tengah membicarakan sesuatu dengan Alana. Namun obrolan mereka berenti saat menyadari keberadaannya di sana dan Alana kembali ke mejanya.

Dengan tidak menaruh rasa penasaran sama sekali, Bagas melewati meja Dika dan mengabaikan sapaan lelaki itu lalu duduk di bangkunya tanpa sepatah kata pun. Biasanya ia akan menyapa lelaki itu, namun kali ini tampaknya berbeda. 

Tidak lama setelahnya, bel pun berbunyi dan seorang guru masuk ke dalam kelas.

Jam pertama berjalan seperti biasa. Semua murid memperhatikan penjelasan seorang guru yang tengah menjelaskan salah satu materi di depan sana usai menuliskan beberapa poin penting di papan tulis.

Namun di tengah suasana khidmat itu, Mita diam-diam menatap Alana dan Bagas bergantian selama beberapa kali. Entah hanya perasaannya saja atau memang kedua orang itu kembali tak akur, namun ia merasa kalau kali ini masalahnya agak serius karena sejak tadi ia belum melihat baik Alana maupun Bagas bertegur sapa atau sekadar mengobrol. 

"Aneh," lirihnya. Gadis itu bahkan sudah menyadari ada yang tidak beres dengan pasangan suami istri itu sejak mereka sampai di sekolah. Alana menaiki bus sementara Bagas naik motor.

"Apa mereka bertengkar lagi?" Mita kembali bergumam. Di saat yang sama, ia buru-buru menegakkan tubuhnya dan pura-pura serius dengan buku saat gurunya mulai menjelaskan materi sembari berjalan memasuki salah satu barisan.

"Minggu lalu aku memberikan tugas pada kalian."

Bagas berkedip dua kali mendengar kalimat gurunya barusan. Matilah dia. Ia bahkan tak ingat dengan tugas sekolahnya karena suasana hatinya semalam benar-benar kacau.

"Untuk yang tidak mengerjakan, silakan Anda keluar dan berdiri di depan pintu hingga pelajaran usai," tegas guru itu seraya mulai mengambil satu per satu buku tugas milik muridnya. Kedua langkahnya berhenti tepat di meja milik Bagas dan menyadari gelagat aneh salah satu murid spesialnya itu.

"Ada apa, Bagas?" Ia menatap muridnya. "Kau tidak mengerjakan tugasmu lagi?"

Kini semua pasang mata di kelas menatap ke salah satu meja paling belakang itu.

"Maaf, Pak." Bagas berkata pelan seraya memberikan buku tugasnya. "Saya akan keluar." Ia beranjak dari bangkunya dan berjalan menuju pintu.

Gurunya menggelengkan kepala menatap pemuda itu. "Sifatmu itu masih sama saja," ujarnya seraya memeriksa buku milik Bagas.

Alana menatap Bagas yang sudah hampir mencapai pintu lalu bergumam pelan, "Bodoh."

"Tunggu. Kau sudah mengerjakan tugasmu, Bagas."

Kedua kaki Bagas berhenti dan pemuda itu memutar badannya. "A-apa?"

"Kau sudah mengerjakan tugasmu, lihatlah. Semuanya sudah terisi," ujar gurunya.

"Benarkah?" Bagas berjalan kembali ke bangkunya untuk memeriksanya sendiri. Sejak kapan dia peduli pada tugas sekolahnya?

Benar saja. Semua soal di bukunya sudah memiliki jawaban. Namun di detik berikutnya kedua mata milik Bagas langsung beralih menatap Alana yang tengah menulis.

"Kau bisa kembali duduk di tempatmu." Gurunya mengambil kembali buku yang ada di tangannya dan melanjutkan langkahnya ke meja lain.

"Wah, keren. Kupikir kau tak akan sudi membuka buku tugasmu." Dika memutar badannya ke belakang dan meninju pelan lengan Bagas.

Kedua mata Bagas masih menatap Alana sebelum akhirnya lelaki itu kembali duduk di bangkunya.

***

"Aku mau makan sup rumput laut!" Alana buru-buru memasukkan bukunya ke dalam tas.

"Astaga, lihatlah. Memangnya kau sedang ulang tahun?" cibir Mita seraya tertawa pelan. Salah satu tangannya lalu digandeng oleh Alana dan mereka berdua keluar kelas menuju kantin.

"Sebelum berangkat aku hanya makan sedikit. Mood-ku tadi sedang tidak begitu bagus."

"Kau bertengkar lagi ya, dengan Bagas?" tebak Mita.

"Ha? Tidak juga."

"Lalu kenapa kalian berangkat sendiri-sendiri?"

"Astaga, memangnya kenapa? Aku hanya sedang mau naik bus tadi. Sudahlah, ayo cepat—"

Kalimat Alana terputus saat lengannya tiba-tiba ditarik oleh seseorang hingga langkahnya berhenti. Gadis itu langsung menutup mulutnya begitu menyadari Bagas di sana dengan kedua mata yang mengarah padanya.

"Kapan kau mengerjakan tugas milikku?" tanya Bagas.

"Aku tidak mengerjakan tugasmu." Alana berusaha melepaskan tangannya namun Bagas justru memperkuat cekalannya.

"Kau pikir aku bodoh? Jelas-jelas yang ada di buku itu adalah tulisanmu, Al! Kapan kau mengerjakannya?!"

"Astaga, Bagas, kau ini kenapa?!" Mita melepaskan tangan Bagas secara paksa. "Kau harusnya berterimakasih karena Alana masih sudi mengerjakan tugas milikmu!"

"Kau tidak perlu ikut campur!" tegas Bagas seraya menatap tajam Mita. "Jawab aku, Alana!"

Alana menahan napasnya sejenak, "Semalam. Aku mengerjakan tugas itu semalam, memangnya kenapa?"

Jawaban Alana membuat Bagaa menyadari sesuatu. Gadis itu semalam terjaga hingga larut, apakah itu karena mengerjakan tugasnya?

"Aku melakukannya karena sudah tahu kalau kau tak akan ingat dengan tugas sekolahmu," ujar Alana.

Bagas menelan ludahnya. "Bisa kau berhenti peduli seperti itu padaku? Kita bisa menjalani kehidupan masing-masing, kan? Jadi berhenti ikut campur urusanku!" Suaranya meninggi hingga menggema di koridor. Beberapa orang yang berlalu-lalang di sana sampai menoleh.

"Kau ini kenapa?" Mita mendorong tubuh Bagas menjauh. "Kau tidak perlu membentak Alana di sini! Lagi pula ini kan hanya masalah sepele jadi kau tidak perlu berlebihan, kau harusnya berterima kasih!"

"Aku tidak bicara padamu!" Bagas kembali menatap tajam Mita. Ia lalu beralih pada Alana dan berujar, "dengar, Al. Jika kau memang ingin kita segera bercerai, berhentilah mengurusi kehidupanku dan jalani saja kehidupanmu sendiri!!" Ia mendorong bahu Alana kuat hingga gadis itu terdorong ke belakang.

"Apa yang kau lakukan?!" Mita mendorong tubuh Bagas dan menarik Alana ke belakangnya.

"Kenapa kau diam saja, Alana Putri?! Kau yang menginginkan semua ini jadi berhentilah bersikap seakan-akan kalau kau yang jadi korban di sini!!"

"Astaga, Bagas, apa yang kau lakukan?!" Dika berlari dari kejauhan dan segera menghampiri Bagas. Raka dan Arya yang juga menyadari ada yang tak beres menyusulnya tepat di belakang.

"Kenapa kau berteriak seperti itu pada Alana? Apa kau gila?" Dika mendorong tubuh Bagas agar menjauh.

Raka menatap Alana yang berdiri di belakang tubuh Mita. "Kau tak apa?" tanyanya, namun tak ada satu pun jawaban yang lolos dari bibir Alana.

Sementara itu kini Arya sibuk mengusir orang-orang yang menatap ke sana.

"Heh, apa yang kalian lihat? Kalian pikir ini tontonan gratis? Sana pergi!" Arya berteriak pada orang-orang hingga mereka semua pun kembali melangkah pergi dari sana.

"Sebenarnya apa yang terjadi? Kau tidak seharusnya memarahi Alana di sini," ujar Raka. "Tahan emosimu, Gas. Alana itu wanita." Ia membuang napasnya pelan dan langsung menjauhkan Bagas dari sana sebelum lelaki itu kembali mengamuk.

"Kau tak apa?" Mita memutar tubuhnya dan menatap Alana. Ia lalu menatap kedua tangan Alana yang mengepal di samping tubuhnya.

"Maaf, Mit. Kau bisa pergi ke kantin duluan. Aku sekarang sudah tidak nafsu makan."

Mita menatap Alana yang berjalan kembali ke kelas. 


-Bersambung-

Stupid Marriage (New Version) ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang