39. Kunjungan Kawan Lama

20.4K 1.6K 8
                                    

Seorang pria menatap foto berukuran cukup besar yang terpajang di dinding tanpa berkedip.

"Berhentilah menatapnya. Kedua matamu bisa terlepas." Seseorang berujar hingga Radit tersadar dari aktivitasnya.

"Aku benar-benar tidak menyangka. Kau ... sudah menikah?" ujarnya tak percaya.

Bagas hanya menggaruk tengkuknya yang tak gatal dan duduk di sofa yang berseberangan dengan Radit.

"Maaf. Apartemen kami masih berantakan." Alana datang tidak lama kemudian dengan membawa segelas minuman untuk Radit.

Radit menatap Alana dan Bagas secara bergantian. Lelaki itu masih berusaha mencerna semuanya. Menikah? Bagas?

"Kemarin malam aku sempat berpikir kalau kalian berpacaran. Tapi apa ini? Kalian sudah menikah?" ujar Radit. "Sekarang aku mengerti ucapan Dika. Tentu saja Alana akan menolakku untuk mengantarnya. Ck! Suaminya berada di sebelahnya jadi mana mungkin ia menerima tawaranku. Apa yang sebenarnya terjadi? Kenapa kalian bisa tiba-tiba menikah?"

"Aku juga benar-benar tidak menyangka. Ini ... terlalu mendadak." Bagas melirik Alana yang duduk di sebelahnya.

"Kau bahkan tidak mengundangku. Jahat sekali."

"Saat itu tidak banyak orang yang diundang. Kau sendiri tahu kalau kami masih sekolah. Kau pikir bagaimana rasanya menikah di usia seperti ini?"

"Tetap saja, kau seharusnya mengundangku. Kau hanya mengundang Raka dan juga yang lain. Tapi kenapa kalian harus menikah sekarang? Bukankah akan lebih baik jika kalian menikah saat lulus?"

Alana menoleh pada Bagas. Bagas yang menyadarinya semakin gelagapan.

"I-itu kemauan ayahku."

"Jadi kalian dijodohkan?" Radit berkedip dua kali.

"A-apa? Tidak, bukan begitu!"

"Lalu?" Suasana hening selama beberapa saat sebelum akhirnya kedua pupil mata Radit membesar dan ia menatap Bagas curiga. "Heh,jangan bilang kau sudah melakukan sesuatu pada Alana!" tukasnya.

"Kau gila?! Tentu saja tidak! Astaga, kenapa isi otak semua orang hanya hal seperti itu? Aku sama sekali tidak melakukan apapun padanya!" Bagas mendadak sewot. Ia bahkan sampai menggeser posisi duduknya agar semakin menjauh dari Alana.

"Sikapmu itu agak aneh. Aku jadi berpikir kau sudah menghamilinya," celetuk Radit seraya meminum tehnya.

" Me-menghamili, kau bilang? Dasar kau sudah tidak waras!" Bagas melempar sebuah bantal di pangkuannya namun Radit berhasil menghindar.

Radit terkikih mendapati reaksi Bagas. "Baik, baik. Kau tidak menghamilinya. Tapi kan itu sebelum kalian menikah. Bukankah sekarang kalian sudah sah?" Ia mengangkat salah satu alisnya, lalu mengedipkan matanya pada Alana.

"Astaga, Radit!" Bagas sudah bersiap melompati meja sebelum akhirnya Radit berpamitan dari sana sebelum kepalanya berakhir menjadi pajangan dinding di apartemen itu.

"Haha. Kalau begitu aku permisi. Terima kasih sudah mengundangku kemari. Dan juga terima kasih untuk tehnya. Teh buatanmu benar-benar enak." Radit tersenyum lebar. Ia berdiri dari posisinya dan pergi dari sana.

Kedua mata Bagas masih menyala-nyala bahkan setelah pintu apartemen ditutup. Lelaki itu masih saja kesal dengan kalimat bodoh temannya tadi.

"Sudahlah. Temanmu hanya terkejut, jadi dia banyak mengatakan hal-hal aneh. Lagi pula kau juga kan tidak mengundangnya," ujar Alana seraya membereskan meja.

"Kau tidak dengar ucapannya tadi? Memangnya kenapa kalau kita sudah sah? Kita kan masih sekolah!" Bagas berjalan mengekori Alana.

Alana membuang napas kasar. "Jangan terlalu dipikirkan dan berhentilah mengoceh. Aku sedang tidak ingin berdebat dengan siapapun." Ia mulai menyabuni satu per satu peralatan makan di wastafel. Ia melirik Bagas yang kini tengah mencebikkan bibir di meja makan.

Stupid Marriage (New Version) ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang