57. Tragedi yang Terulang

8.3K 239 32
                                    

"Kenapa kau berangkat sendiri? Mana Alana?" Mita menatap Bagas yang berjalan melewati mejanya, bahkan Dika juga ikut menatap pemuda yang baru saja sampai itu.

"Buku tugasnya ketinggalan, jadi dia kembali lagi ke apartemen." Bagas membuang napasnya pelan seraya meletakkan tasnya di atas permukaan meja.

"Lalu kenapa kau tidak ikut? Dia bisa telat, apalagi cuaca sedang mendung seperti ini." Dika memutar posisi duduknya ke belakang hingga bisa menatap Bagas.

"Ya Tuhan, si bodoh itu. Kalian sendiri tahu kan, dia itu sangat keras kepala. Aku bahkan sudah menyuruhnya agar melupakan bukunya itu dan menyalin tugas milikku tapi dia tidak mau dan memilih kembali—"

"Bodoh, bodoh. Kau ini memang lelaki paling bodoh, kau tahu!" Tiba-tiba Mita menginterupsi seraya menggebrak mejanya, "Harusnya kau juga keras kepala! Kau bisa mengejarnya dan kalian bisa berangkat dengan menggunakan motor jadi kalian tak akan terlambat."

"Astaga, kenapa kau malah jadi marah-marah padaku? Sudahlah, dia juga sebentar lagi akan sampai," ujar Bagas. "Kau kan temannya jadi kau sendiri tahu bagaimana sifat keras kepalanya itu. Lagi pula masih ada waktu sebelum bel jam pertama. Lihat?" Ia menunjuk jam tangan yang melingkar di salah satu pergelangan tangannya.

Rahang Mita sudah mengeras dan gadis itu sudah bersiap memukul Bagas di detik itu juga.

"Bukan itu masalahnya, Gas. Mungkin masih ada sisa waktu sebelum bel, tapi masalahnya sekarang sudah hujan," ujar Dika.

Kepala Bagas langsung menoleh ke arah jendela dan di luar sana hujan sudah turun dengan cukup deras. Kedua pupil mata lelaki itu melebar dan ia buru-buru mengeluarkan ponselnya untuk menghubungi Alana.

"Dasar bodoh!" Mita mendengkus dan gadis itu pun memilih untuk kembali ke tempatnya. "Kuharap Alana tidak sampai kehujanan. Awas saja, akan aku sedot kepala si Bagas sialan itu sampai otaknya keluar jika sampai terjadi sesuatu." Ia melirik Bagas dengan kedua ujung matanya yang tajam.

Dika seketika menelan ludahnya. "He-heh, Gas. Kurasa kau harus menyewa seorang pengawal mulai hari ini, atau kau akan benar-benar menjadi bangkai di usia muda."

"Ha? Apa yang kau bicarakan—" Kalimat Bagas terputus saat pandangannya tak sengaja bertumbuk dengan kedua mata Mita. Gadis itu membuat gerakan seperti memotong di sekitar lehernya, hingga kedua pria di belakang sana menelan ludah dengan susah payah. Salah satu sudut bibir Mita naik, lalu ia mendudukkan tubuhnya di bangku.

Kedua mata Bagas berkedip dua kali, "A-astaga, gadis itu! Apa dia tidak bisa sekali saja tak membuatku merinding? Dasar psikopat!"

Dika diam-diam melirik Mita yang kini bermain ponsel. Lelaki itu semula mengira kalau Alana adalah gadis yang paling menyeramkan di kelasnya, namun ternyata ia salah, karena ternyata sosok Mita Apriska jauh lebih menyeramkan.

***

Lima menit, sepuluh menit, hingga dua puluh menit. Bagas semakin kehilangan konsentrasinya dan lelaki itu tak bisa duduk dengan tenang. Beberapa kali ia menatap ke arah pintu kelasnya yang menutup, lalu beralih mengecek ponselnya berharap mendapat sebuah notifikasi balasan dari Alana namun ternyata nihil.

"Gadis bodoh itu! Pergi ke mana dia?!" batin Bagas kesal sekaligus cemas. Ia teringat kejadian saat di bus dan juga saat Alana diganggu oleh lelaki lain.

Stupid Marriage (New Version) ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang