Dalam hidup, ada beberapa hal yang memang lebih baik untuk disimpan dalam diam.
Begitupun bagi Hyun Jae. Ada banyak hal yang sulit ia ungkapkan, lebih memilih diam dan merahasiakan karena takut terjebak dalam sebuah kesakitan.
Apalagi semenjak ia...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Jeon Jungkook POV
Napasku berhembus tak beraturan, bahkan jantungku masih berdetak dengan kencangnya. Hatiku pun kembali sakit, aku merindukan Eomma. Aku sangat merindukan Eomma sampai-sampai dadaku terasa sangat sesak. Rasanya aku ingin mencoba bunuh diri lagi, aku benar-benar sudah tidak kuat.
Tapi sekarang, setiap kali aku berpikir untuk bunuh diri, aku terus teringat pada sosok gadis misterius yang mengacaukan rencanaku kemarin. Sebenarnya siapa gadis itu? Aku benar-benar penasaran.
Karena frustasi memikirkan itu, aku pun mengusap wajahku kasar, segera berdiri dan mengambil air minum. Tapi, tiba-tiba saja aku mendengar bel rumahku berbunyi.
Aku pun mengernyit heran, siapa yang datang bertamu sepagi ini?
Karena penasaran, aku pun berjalan menuju pintu utama. Tanpa berlama-lama, aku langsung membuka pintu itu. Namun, alangkah terkejutnya aku ketika melihat sosok gadis yang sudah berhasil menghancurkanku beberapa waktu yang lalu. Ji Ah.
"Ada apa lagi kau ke sini Ji?" tanyaku langsung.
"Kookie...kumohon maafkan aku, eoh? Hari itu...hari itu ak-aku... Aku salah...tapi aku janji tidak akan mengulanginya lagi... Maafkan aku..." ujarnya dengan nada memelas.
"Salah? Kau benar dan aku tidak bisa memaafkanmu." ujarku tegas.
"Sudahlah, hubungan kita sudah berakhir. Tolong jangan ganggu aku lagi, aku benar-benar kecewa padamu." ujarku sambil menjauhkan tangannya yang tadi menggenggamku.
*flashback on
"Tidak...tidak... Eomma aku mohon jangan tinggalkan aku...." lirihku di sela-sela tangisan.
Aku masih berlutut di samping jasad Eomma, ini benar-benar menyakitkan. Aku tak bisa berhenti menangis, semua ini benar-benar membuatku hancur.
Masih sibuk meratapi nasib, tiba-tiba saja sebuah ambulan datang. Beberapa tenaga medis turun dan segera menghampiri Eomma, mereka mulai mengangkat Eomma dengan sangat hati-hati.
"Ap-apakah ma-masih ada kesempatan?..." tanyaku dengan terbata-bata.
Namun, bukanlah sebuah jawaban yang aku terima, melainkan sebuah gelengan pelan yang sukses membuatku kecewa. Aku pun kembali menunduk, air mataku kembali menetes dengan derasnya. Aku benar-benar kehilangan Eomma. Tuhan benar-benar tidak memberikanku kesempatan kedua.
"Sabar tuan... Mari, ikutlah masuk ke dalam ambulan... Kita harus segera membawa Eomma mu ke rumah sakit..." ujar salah satu tenaga medis itu.
Aku pun mendongak, kuhapus air mataku dengan kasar. Benar, aku harus mendampingi Eomma. Aku pun mengikuti langkah tenaga medis itu untuk segera masuk ke dalam ambulan, namun tiba-tiba saja pergelangan tanganku dicekal dari belakang.