Bagian 5

134 17 4
                                    

Bercanda tipis-tipis biar enggak stres.

H
A
P
P
Y

R
E
A
D
I
N
G
_______________________

Galau? Jika dipikir seperti 'bukan Abi banget'. Kalau saja ada yang memergoki dirinya tengah galau saat ini, mungkin akan diejek habis-habisan, apalagi Kakek Jhun yang pastinya akan tertawa paling kencang.

Paling tua dan paling kencang.

"NGAPAIN GALAU?"

Sungguh, suara nenek-nenek yang satu ini patut diapresiasi atas cemprengnya yang tiada tara. Jika Abi tahu ada ajang lomba yang diadakan Pak RT waktu itu, dia akan mengusulkan untuk diadakan lomba adu suara keras. Mungkin Nenek Komasya akan meraih juara pertama, lalu disusul istri Pak RT, dan juga Mami-nya Hengka. Tapi yang terakhir ini berbeda, lebih berkualitas kalau kata Abi.

"Gisa mana, Mbah?" tanya Abi.

"Ke klinik berobat, semalem jatuh dari pohon mangga. Gara-gara kamu inih cucu saya ketularan bego!" tuduhnya.

"Itu mah keturunan dari neneknya," gumam Abi pelan.

"Eh calon mantu, lanjut dimana kamu?" sahut seseorang.

Abi menoleh ke arahnya. Siapa lagi jika bukan Ibu Gisa yang sangat menyayangi Abi, melebihi kasih sayang Pak Tani kepada Malika si kedelai hitam pilihan. Ibu yang satu ini sama cerewetnya dengan Nenek Komasya, namun suaranya lembut dan nyaman didengar.

"Yang deket-deket sini aja, tapi Kakek kaya kurang setuju kalo Abi kuliah," jawabnya lesu sebab itulah alasan dirinya galau saat ini.

"Loh kenapa? Kalo soal biaya kayaknya gak mungkin, apa ada problem lain?"

"Nggak tau juga, katanya berbahaya. Ribet si Kakek mah," keluhnya.

"Masa iya jatuh dari pohon lukanya kaya bekas digebukin, kalo memar gitu masuk akal," kata perempuan itu.

Jangankan berpikir soal itu, Abi saja masih bingung mengapa gadis itu malam-malam naik ke pohon mangga. Jika yang melakukan adalah Hengka ataupun Fendy, dia tidak heran, sebab mereka memang setengah edan. Namun ini Gisa, gadis yang kata Fendy terkenal sebagai gadis elegan dan feminin.

"Menurut kamu logika gak kalau jatuh dari pohon lukanya kaya dicambuk?"

"Disabet ranting sama daun mungkin," jawab Abi.

"Masuk aja ke dalem, Tante bikinin minum."

Perempuan itu menariknya ke dalam rumah. Selama dirinya hidup, mungkin baru kali ini dilayani layaknya tamu 'beneran'. Biasanya Abi maupun Hengka hanya disuruh mengambil air minum sendiri di dapur. Berbeda dengan Kakek Jhun yang akan disambut dan dilayani layaknya tamu agung.

Tak sengaja kaki kanan Abi menyenggol sebuah benda yang sepertinya jatuh di lantai. Lelaki itu menunduk untuk mengambil benda tersebut. Sebuah novel yang terkesan elegan, ditulisi nama gadis itu dihalaman paling belakang. Kelihatannya menarik, namun Abi sama sekali tidak tertarik membacanya, mungkin jika ada versi film dia ingin menontonnya.

"Aduh, itu anak kalo abis baca buku suka ditaruh sembarangan," ujar si Ibu dengan membawa nampan yang ditumpangi minuman di atasnya.

"Makasih, Tante." Abi tersenyum ramah.

"Ini ceritanya bagus loh, tapi Tante gak baca sampai selesai, belum ada waktu."

"Desain sampulnya bagus, Tan. Tapi kok gak ada nama penulisnya, ya?" tanya Abi dengan membolak-balikkan buku itu.

Prince MahesaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang