bagian empat

219 32 12
                                    

Sang Raja berkata, "Tangkap dia," dengan nada memerintah santai. Ketiga laki-laki bertubuh pendek itu mengambil tongkat perempuan tua itu. "Perempuan ini lebih kuat dari yang terlihat," kata salah satu dari mereka, kepalanya masih berdenging akibat pukulan tongkat perempuan tua itu sebelum mereka berhasil mengambilnya. Mereka memaksa perempuan tua itu berjalan kembali ke kamar menara yang bundar.


Sang Raja hampir mengabaikan keberadaan orang lain dan pergi ke balik kelambu itu, lalu menurunkan kelambu sutra di sana. Wajah lelaki yang tertidur itu tampak jelas di hadapan mereka. Dia melihat bahwa laki-laki yang tertidur itu benar cantik. Sebelum hari ini, sang Raja belum pernah melihat orang lain yang lebih cantik dari ibu kandungnya yang sudah wafat. Bahkan dahulu ketika ibu kandungnya sedang sekarat karena sakit keras, perempuan itu tetap secantik mawar.

"Jadi disinilah semuanya bermula," kata salah satu laki-laki bertubuh pendek.

"Pada hari ulang tahunnya," kata yang lain.

"Yah," kata laki-laki ketiga. "Seseorang harus melakukan tugas mulia itu."

Sang Raja belum pernah meragukan perasaannya sendiri terhadap tunangannya yang dia cintai. Segala hal tentang laki-laki yang tertidur itu menariknya untuk melihatnya dari jarak dekat.

Tempat tidur pangeran menghasilkan aroma harum yang samar ketika disentuh. Sang Raja melihatnya dengan tatapan takjub. Kulitnya seputih susu, tapi tidak kehilangan pias merahnya di tempat-tempat yang tepat, matanya terpejam dengan damai, dia tidak terlihat seperti seseorang yang sudah tertidur puluhan tahun.

Tanpa sadar, sang Raja terus melihat bibirnya yang ranum dan mendekatkan wajahnya.

"Kau pikir seluruh dunia akan bangun setelah kau menciumnya, heh?" perempuan tua itu bersuara. "Dongeng seperti itu hanya pengantar tidur anak-anak. Dongeng untuk orang dewasa kebanyakan berakhir tragis."

Tidak ada yang salah dari ucapan perempuan tua itu. Sang Raja juga tidak menampiknya, akan tetapi ucapan perempuan itu membuatnya kembali pada kenyataan. Lalu kembali menegakkan tubuhnya.

Dulu ketika sang Raja masih anak-anak, sebelum tahta ayahnya digulingkan dan diambil alih oleh-oleh ibu tirinya, dia pernah melihat perempuan jahat itu pergi membunuh burung-burung merpati dan memakan mereka. Merobek kulit di atas jantung burung-burung malang itu lalu mencongkel jantung mereka dengan kuku ibu jarinya yang tajam dan memakannya mentah-mentah. Sehingga jari perempuan itu berlumur darah.

Sang Raja memperhatikan perempuan tua itu, dan melihat apa yang dicarinya: tatapan yang sama yang ia lihat di mata ibu tirinya, dan ia tahu makhluk apa sebenarnya perempuan tua itu.

"Aku mengenal perempuan sepertimu... Jadi kau tidak perlu berpura-pura lagi," kata sang raja.

Perempuan tua itu tertawa geli menampilkan giginya yang tajam dan menyeramkan, "Tidak masalah, toh aku sudah memanggil mereka. Mereka akan datang untuk menangkapmu."

"Ini menara tertinggi," kata sang Raja. "Dan orang-orang yang tertidur tidak bisa bergerak cepat. Kita masih punya sedikit waktu untuk berbincang, Yang Mulia Kegelapan."

"Siapa kau? Untuk apa kita berbincang? Darimana kau tahu begitulah seharusnya kau menyebutku, tunanganku tercinta?" perempuan tua itu bergerak lebih gesit dari yang mereka kira dan berhasil melepaskan diri. Sang Raja bahkan tidak terkejut lagi ketika perempuan tua itu menyebutnya tunangan. "Orang-orang kerdil itu harus berhenti tepat dimana mereka berdiri, sekarang juga. Aku tidak suka mereka, dan kau, anak muda. Kau juga akan tertidur."

"Tidak." kata sang Raja.

Para kurcaci berdiri diam di tempat mereka berdiri, dan mereka bergoyang pelan ke kanan-kiri, dan memejamkan mata.

TAETEN - the sleeper and the spindle (FINISHED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang