the truth

6 0 0
                                    

Beberapa waktu lalu, dua kembar itu memutuskan untuk berbagi hal ini kepada si abang dan adik. Bukan tanpa alasan, sudah beberapa hari ini abang bertanya ada apa ke mereka. Namun keduanya malah kompak diam tidak menjawab, kalimat yang keluar hanyalah "biasa lah bang BEM" "biasa bang tugas kelompok sama Azka lagi stress banget nyari ide" atau "gapapa". 

Tapi sepertinya Devan sudah tidak percaya lagi dengan alibi yang keluar. Ia memutuskan untuk melakukan introgasi dadakan. 

Keempatnya duduk berhadapan di sofa studio. Ya, disinilah mereka, bukan dikamar siapapun melainkan di studio musik. Devan sudah memasang muka serius berharap bisa mengetahui sesuatu.

"Bang mukanya jangan kayak mau nerkam orang" Zeata merenggakan tubuhnya, berpura-pura tidak tau apapun. Padahal dia tau hal ini akan terjadi suatu saat nanti. Devan itu peka dengan situasi. Orang asing saja dia tanyakan, apalagi dengan keluarganya.

"Kalian mau bohong sampe kapan, hm" mampus, Zidan dan Zeata langsung bertatap mata seakan keputusan diambil saat itu juga. Mereka sudah tidak bisa melanjutkan kebohongan ini.

Lelaki itu mengatur duduknya, lalu membuka pengakuan. "Gini sih bang sebenernya masalah ini ada hubungan sama mimpi yang pernah gue sama Zea ceritain ke lu. Dan karena terlalu penasaran kita mutusin buat omongin hal ini ke mama sama papa supaya semuanya jelas" Netranya jatuh ke perempuan yang tepat ada dihadapannya, meminta untuk melanjutkan pengakuan tersebut.

"Penjelasan yang kita dapet adalah aku dan Zidan, kita masih punya satu orang lagi"

Singkat, padat dan jelas. Devan tersandar lemas ke sofa, sementara Kenan berusaha mencerna penjelasan singkat yang baru saja didengar. 

"jadi maksudnya aku tuh masih ada satu abang lagi?" Alisnya terangkat dengan mulut yang sedikit terbuka, masih syok. Yang ditanya juga hanya menjawab dengan anggukan.

Hening. Semuanya duduk terdiam, masing-masing dengan pemikiran sendiri. Belum ada keberanian untuk melanjutkan obrolan. Hal sebesar ini belum pernah terjadi sebelumnya. Makanya tidak tau harus memberikan respon yang bagaimana. 

Tidak lama kemudian, Devan bangkit dari duduknya. Kakinya melangkah menuju pintu bermaksud untuk keluar lalu kembali lagi. Tapi yang lain malah ikut berdiri dan mengikuti langkah kakak tertuanya. Badannya memutar balik, memerintah agar kembali duduk.

Dia menuju ke kamar dan mengambil sesuatu di laci bawah kasur, tempat barang pribadinya disimpan rapat-rapat. Tidak ada yang boleh menyentuh bagian itu. Tangannya mengenggam remat tiga pasang kaus kaki kembar yang sudah lama disimpan, sejak 6 tahun lalu.

Pintu studio kembali terbuka, menunjukkan Devan didepan pintu. Setelah duduk, diletakkan kaus kaki itu di atas meja. Yang lain hanya bisa menatap bingung.

"Kalian tau kenapa abang keluarin ini?" Semuanya menggeleng.

Devan melanjutkan kalimatnya "Ini abang temuin 6 tahun lalu digudang, dan setiap kali ngeliat itu. Pertanyaan yang sama selalu muncul. Kenapa ini ada 3 pasang" Pertanyaan sederhana yang Devan tanyakan selama 6 tahun belakangan akhirnya terjawab, satu per satu titik terang mulai muncul. 

Dua mata indah itu menatap lamat-lamat kaus kaki tersebut. Air matanya jatuh tanpa dikomando, makin lama makin deras. Bahkan sampai mengeluarkan suara khas orang menangis. Zidan hanya bisa menatap saudara kembarnya, kali ini dia sudah tidak punya tenaga lebih untuk menenangkan orang lain. Tapi, tiba-tiba Kenan berpindah ke sebelah Zeata dan langsung memberikan pelukan hangat seorang adik. Tangannya menepuk nepuk punggung si kakak. Padahal dia sendiri juga menangis, tapi seorang adik ga akan pernah bisa liat kakak perempuannya menangis sendirian. 

"Selanjutnya kita harus ngapain" Zidan menatap lemah ke Devan, dia benar-benar hilang arah. Rasanya semua energi yang dimiliki terhisap habis untuk menangis. Devan yang biasa selalu menjawab pertanyaan dari adiknya, baik besar ataupun kecil bahkan yang tidak penting pun. Kali ini bibirnya terkunci rapat, tidak ada jawaban yang bisa diberikan. Ia juga butuh waktu untuk memahami semuanya secara menyeluruh. 












our lifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang