Ranti mengeluarkan goody bag yang berisi bekal hari itu. Ia mengambil dua buah pisang raja dari dalam tasnya. Gadis berwajah oval itu kemudian membuka botol minum yang berisi air putih yang sudah dibacakan doa oleh Pak Darma saat tirakatan.
"Ingat, Nduk, minum air ini sampai habis dan bagikan satu buah pisang raja ini untuk temanmu di sekolah," kata Pak Darma setelah mengakhiri tirakatannya.
"Memang hanya boleh membaginya satu saja, Pak?" tanya Ranti keheranan. Satu sisir pisang raja itu berisi lima belas buah. Menurutnya semakin banyak ia berbagi maka hal itu semakin baik.
"Tidak, hanya satu saja. Berikan pada teman yang menurutmu sering mengganggu atau membuat kamu kesel. Tunjukkan bahwa kamu tetap baik meski dia sudah membuat kamu jengkel atau sakit hati. Jangan kamu membalasnya itu artinya kamu sama dengan dia. Ingat, Nduk, biarlah kamu tetap baik meski kadang orang tidak bersikap baik kepadamu. Biarlah Gusti yang akan membalasnya."
Ranti sangat jarang bercerita tentang teman-temannya, apalagi yang membuat jengkel itu adalah laki-laki. Hanya satu nama yang sering disebut di hadapan orang tuanya. Santi adalah nama itu. Mereka satu bangku saat di kelas satu, berbeda kelas saat di kelas dua. Meski kini mereka satu kelas lagi, tetapi Santi memilih bersebelah dengan Desi, teman sebangkunya sejak kelas dua.
Baru saja selesai menutup botol minumnya setelah menghabiskan beberapa tegukan air putih, sebuah tangan dengan cepat menyambar duluan pisang yang sudah tergeletak di meja Ranti.
Gadis pendiam itu tidak sempat menahannya. Lelaki itu hanya tertawa melihat Ranti hanya menatap tajam ke arahnya.
"Aku minta ya. Cacing di perutku teriak kelaparan. Tadi aku tidak keburu sarapan. Pisang ini aman, kan?"
Gadis itu tidak menjawabnya. Banu mengupas buah berkulit kuning tebal dengan titik-titik hitam dan segera menguyahnya. Pisang yang selalu ada dalam ritual tirakatan itu memang menjadi simbol harapan dan dambaan manusia sebagai raja yang bermartabat serta berbudi pekerti luhur. Pisang raja juga bermakna menjadi simbol agar manusia terhindar dari marabahaya.
Tak perlu aku mencari alasan untuk memberikan pisang itu kepadanya. Syukurlah dia sudah mengambilnya sendiri, batin Ranti. Ia seringkali tidak memahami mengapa harus melakukan perintah sang bapak yang terkadang menurutnya aneh, tetapi tidak bisa menolak. Meskipun sering dirasa aneh tetapi tidak pernah sekali pun ada perintah Pak Darma yang membuat dirinya atau orang lain celaka.
Alfan yang melihat keributan kecil itu pura-pura tak memedulikan. Ia segera menuju masjid sekolah yang berada di belakang perpustakaan untuk menjalankan salat Duha. Ranti pun segera keluar menuju toilet yang searah dengan masjid sekolah.
Dua baris kursi sudah tertata rapi di halaman sekolah. Mengambil latar ruang guru sesi foto angkatan itu diadakan. Tulisan kelas 12 IPS tiga sudah terpasang di papan sebagai penanda.
"Siswa putri duduk di kursi dan siswa putra berdiri. Papan nama kelas dipegang yang duduk paling depan. Semua sudah masuk dalam barisan, Ban? Coba kamu hitung!" perintah Bu Laksmi sambil memeriksa keserasian posisi siswanya.
"Kurang satu, Bu, siswa baru itu."
Banu tidak menyebut nama teman sebangkunya itu. Ia lebih sering menyebut siswa baru ketika Alfan tidak ada.
"Kemana dia? Masih banyak antrian foto angkatannya. Kelas IPA belum. Banu buruan cari Alfan!"
"Cari ke mana, Bu. Dia tadi tidak berpamitan ke saya."
"Kemana saja, ke kantin, ke perpustakaan, ke kamar mandi," ujar Bu Laksmi tegas.
Wajah Banu terlihat kesal. Ranti yang melihat ekspresinya spontan berkata, "Tadi saya lihat dia ke arah masjid sekolah, Bu. Mungkin masih ada di sana."
"Oh, jadi tadi kalian janjian di belakang sekolah ya?" tanya Banu sambil memutar tubuhnya menuju masjid sekolah. Baru beberapa langkah, dari arah belakang terlihat Alfan tergopoh-gopoh menuju barisan.
"Itu dia, Alfan," teriak seorang teman.
"Buruan, jangan bikin saya susah. Kita sudah nungguin kamu!"
Keduanya pun segera merapatkan barisan.
***
Kelas sudah berangsur sepi ketika Ranti mendekati Santi yang sedang mengikat tali sepatunya.
"Santi, aku bisa minta perpanjangan waktu untuk membayar iuran pembuatan album kenangan dan kaus tidak?"
Temannya itu sudah sering membantunya jika ada kesulitan keuangan. Ranti selalu berusaha mencari tambahan uang jika ada pengeluaran untuk kegiatan sekolah.
"Kenapa harus minta perpanjangan? Kamu sudah dibayari sama Banu," ujar Santi sambil mengerlingkan mata.
"Apa? Aku gak mau! Kembalikan uang itu ya, Santi. Aku masih bisa membayarnya sendiri, meski butuh tambahan waktu."
"Oke ini antar kita saja. Jika sampai batas waktu yang ditentukan kamu sudah bisa melunasi maka uang Banu akan aku kembalikan, tetapi jika belum, kamu tinggal bilang terima kasih saja sama Banu."
Ranti menyetujui meski keduanya adalah pilihan yang sulit. Ke mana ia akan mencari uang tambahan karena tadi disepakati bahwa setelah pemotretan album kenangan di sekolah. mereka akan mengadakan makan bersama di sebuah pemancingan sebagai acara keakraban. Tambahan uang yang Ranti segera harus dapatkan.
.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hijrah Cinta
RomanceTumbuh dan besar dalam limpahan kasih sayang kedua orang tua, tidak lantas membuat Ranti bisa melupakan kejadian yang menimbulkan trauma mendalam itu. Ketika teman-teman sebayanya bisa bermain dengan ceria, ia justru dihadapkan pada kejadian yang me...