"Hani, di mana kursiku?" tanya seorang gadis dengan ketus pada salah satu temannya, saat ia menyadari bahwa kursinya tidak berada di tempat yang semestinya.
"Hyumi bertanya pada Hani?" Dengan lugunya gadis berpita pink itu balik bertanya.
"Menurutmu, memangnya bertanya pada siapa? Sudah jelas aku berdiri di hadapanmu."
"Siapa tahu, 'kan Hyumi bertanya pada kekasih Hani. Lagian Hyumi kenapa sih setiap hari marah-marah terus. Sensitif sekali, rasanya seperti puting Hani yang sedang tumbuh saja."
Lelaki yang sedari tadi sedang memoleskan cat kuku pada gadis berpita pink itu-- menahan tawa ketika mendengar ucapan sang kekasih yang membuat dirinya jadi ingin mencoba menyentuh puting tersebut. Kira-kira rasanya seperti apa, ya? Bagaimana sensasinya?
"Ah ... Jimin ... Kuteknya berantakan!" rengek Hani pada kekasihnya yang tidak sengaja memoleskan cat kuku keluar jalur.
"Oh maaf, ya, sayang ...." Jimin langsung membersihkan kutek berwarna pink itu di jemari Hani.
"Jadi, di mana kursiku?" Hyumi kembali bertanya pada dua insan yang memiliki dunia dalam planetnya sendiri itu, malas sekali melihat ke-uwuan yang membuat dirinya merinding.
Apakah Hyumi iri melihat ke-uwuan mereka yang memiliki pasangan? Oh, tentu tidak. Hyumi ini tidak iri sama sekali dengan hal semacam itu. Dia itu cantik, manis, dan bertubuh sexy pokoknya sempurna dan cocok sekali kalau diajak berkencan atau dipamerkan pada teman-teman.
Sebenarnya banyak sekali siswa di sekolahnya yang ingin menjadikan Hyumi sebagai kekasih mereka tapi mereka tidak pernah berani menyatakan perasaannya karena sifat ketus Hyumi itu membuat mental meraka menciut sebelum menyatakan. Terkecuali untuk siswa kelas sebelah, itu tidak berlaku.
"Dia membawa bangku mu ke tengah lapangan sebelum kau datang." Sadar bahwa Hyumi masih di depan mejanya seolah meminta jawaban lebih mendetail-- siapa dalang dari semua ini, "siapa lagi kalau bukan dia," imbuh Jimin penuh penekanan yang melirik Hyumi sembari melanjutkan kegiatan mengecat kuku kekasihnya.
Hyumi sudah tau dia yang dimaksud Jimin itu siapa dan tentu ini memang ulah lelaki kelas sebelah. Detik itu juga ia langsung mengepalkan tangan kemudian memutar badan dan melangkah menuju keluar kelas.
Setelah ia berada di luar ruang kelas, netranya langsung berpendar ke seluruh bagian lapangan-- dan, ya, ia menemukan bangkunya berada di tengah lapangan itu.
"Min Yoongi, sialan!" umpatnya dengan emosi yang ia tahan. Mengepalkan kedua tangan sambil menghentakkan kakinya. Kesal bukan main pada lelaki kelas sebelah.
Hyumi masih berdiri dengan menimang apa yang mesti ia lakukan, sebab saat ini sedang hujan. Jika ia tidak bergerak mengambil kursinya yang sendirian di tengah lapangan itu yang diguyuri air hujan, ia tidak akan bisa mengikuti pelajaran, tetapi jika ia mengambil bangku itu, tentu resikonya ia akan basah-basahan.
KAMU SEDANG MEMBACA
BELAMOUR 4.0
RandomPeliknya hitam dan merah predestinasi biarkanlah jatuh hingga inti bentala. Eksis mintakat untuk dolan dan penuh dengan manisan lebah. Coba biarkan sanubari dan serebrum menerima esensi hidup yang syahda dan jenaka. Predestinasi memang sekali-kali m...