"Tenang saja, sesuatu yang sudah ditakdirkan untukmu tidak akan menjadi milik orang lain"
––––––––
Kanan-kiri, atas-bawah, dan berputar.
Seorang gadis dengan wajah cantik rupawan tampak celingak-celinguk di dalam ruangan serba putih itu.
Ini rumah sakit ya? batinnya bertanya.
Terdiam sejenak, ia beralih turun dari ranjang.
Kemudian, berjalan ke arah sebuah cermin besar.
"Kok muka Ruhi tambah cantik?"
Belum sempat mencerna apa yang terjadi, tiba-tiba pintu ruangan terbuka lebar.
Menampilkan seorang pria tampan berpakaian jas hitam formal yang selaras dengan warna rambutnya.
Tanpa kata, pria itu berjalan menuju sofa hijau di ujung ruangan, lantas mendudukinya.
Tatapan dingin dari pria yang tidak diketahui namanya itu mampu membuat Ruhi sedikit gugup.
Hening beberapa saat.
Sampai akhirnya pria itu berdecak, wajahnya tampak sangat kesal.
"Ngapain lo disitu?"
"H––hah?" sahut Ruhi, linglung.
"Duduk!"
Ruhi mengangguk kaku.
Ia berniat mengambil tempat di sebelah pria itu, tapi sebelum ia berhasil duduk, suara decakan kembali terdengar.
Yang tentu saja berasal dari pria itu.
Mungkin lebih baik duduk di ranjang itu yang Ruhi pikirkan.
Sebelum sebuah tangan besar menarik tubuhnya, menyebabkan ia oleng, dan terjatuh di atas pangkuan pria itu.
Ruhi menampilkan raut bingung.
Sementara, pria yang memangkunya itu melayangkan tatapan sulit diartikan.
Hening menghampiri lagi.
Mereka, atau lebih tepatnya orang yang berbeda jenis kelamin dengan Ruhi yang tengah sibuk dengan pikirannya sendiri.
"Kita sebenernya lagi ngapain sih, Om?"
Om?! wtf?!! batinnya.
Pria itu kembali berdecak, kali ini dengan volume yang lebih keras.
Ruhi menghela napas pelan––ralat lelah.
Kenapa pria yang sedang berada di satu ruangan yang sama dengannya ini sangat suka membuat suara decak menyebalkan itu?
Apakah itu adalah hobinya?
Jika jawabannya ya, maka menurut Ruhi itu adalah hobi yang sangat aneh.
"Om––"
"Jangan panggil gue Om!"
"Terus, Ruhi harus panggil apa?"
"Vano"
"Apa?"
Belum sempat Vano ingin berdecak lagi, Ruhi dengan cepat menutup mulutnya dengan kedua tangan kecilnya.
Hal itu membuat telinga Vano memerah seketika.
Wajah Ruhi dan dirinya sangat dekat, membuatnya jadi salah tingkah sendiri.
"Jangan decak-decak terus, Ruhi pusing tau dengernya!" ujarnya dengan mata melotot.
Bukannya seram, Ruhi malah terlihat sangat lucu di mata Vano.
Pria tampan itu lantas melepaskan tangan Ruhi yang menutupi area sekitaran mulutnya.
Dan dengan segera mengecup pipi gembul kemerahan milik Ruhi.
Berkali-kali dan sangat lama, seakan tidak ada hari esok.
"Gemes" gumamnya di sela-sela kegiatannya.
Sedangkan, Ruhi yang diperlakukan seperti itu terlihat biasa saja, tidak mempermasalahkannya sama sekali.
Ia malah disibukkan dengan hal lain, yaitu mempertahankan matanya lengket dan memberat.
Namun, karena tidak tahan akan kantuk yang menyerangnya, ia menjatuhkan kepalanya di ceruk leher Vano.
Mendusel-duselkan hidungnya, mencari posisi paling nyaman.
Vano tersenyum kecil, satu tangan ia gunakan untuk memeluk pinggang Ruhi.
Dan satu tangan lainnya mengelus lembut punggung gadisnya itu.
Apa? gadisnya?
"Sweet dream, Honey" bisiknya pelan sembari mencium pelipis Ruhi.
Setelah itu, ia ikut terlelap, menyusul gadis cantiknya ke alam mimpi.
––––––––
Terima kasih sudah membaca!!
By the way, pake nada iklan yakult.
Hargai author~
Pencet bintang terus komen~
Ehe, sok atuh dilanjut bacanya.
Salam, Jeffrandi.
Jumat, 22 oktober 2021
KAMU SEDANG MEMBACA
RUHIA WITHOUT A
RandomApa jadinya jika jiwa seorang gadis muda nan ceria masuk ke dalam tubuh gadis lain yang sudah memiliki tunangan? 22/10/2021