"Akan ada terang jika kamu memilih tenang"
––––––––
Sore hari, Ruhi terbangun dari tidurnya di atas pangkuan Vano.
Ia diagnosa amnesia sementara.
Setelah mengetahui dan mendengar penjelasan lebih lanjut dari dokter, Vano berinisiatif untuk menceritakan semua tentang kehidupan Ruhi.
Mulai dari hal kecil sampai hal besar.
Ruhi sangat fokus mendengarkan.
Ia menatap intens pemuda yang setia berceloteh tersebut, karena menurutnya itu seru.
Tetapi, gadis itu tidak tahu.
Bahwa, Vano mati-matian menyembunyikan kegugupannya di balik wajah datarnya.
Hingga waktu berlalu dengan sangat cepat.
––––––––
Transmigrasi?
Tidak buruk––ralat itu lebih baik.
Karena di kehidupannya dulu, Ruhi menjalani hidup dalam kesepian dan kesendirian.
Sebatang kara, tanpa orang tua ataupun saudara.
Sedangkan, di kehidupannya kali ini ia punya Daddy, Kakek, Nenek, Adik laki-laki yang menggemaskan.
Bahkan ia juga punya banyak Abang, sama seperti yang sering ia harapkan dulu.
Namun, satu hal yang ia sayangkan, andai––andai saja sahabatnya juga bertransmigrasi seperti dirinya.
Pasti semuanya akan terasa sangat sempurna.
Jadi kangen Deon batinnya sambil menatap langit yang bertabur bintang.
"Dek, ayo sini masuk. Di luar dingin loh!"
"Iya, Bang"
Oh iya, ngomong-ngomong nama pemilik asli tubuh ini adalah Ruhi Uzilian Narendra.
Anak dan cucu perempuan satu-satunya keluarga Narendra.
"Bandel, kalo sakit lagi nanti gimana? kamu itu baru sembuh, inget kata dokter, nggak boleh dingin-dingin, tubuh kamu masih sensitif, Ruhi"
Ruhi cemberut.
"Abang cerewet" celetuk Ruhi pada Abang ketiganya, Rey.
"Heh, dibilangin juga!"
Ruhi tambah cemberut, matanya juga jadi sedikit berkaca-kaca.
Membuat semua orang yang ada dalam ruangan itu, gemas bukan main.
Galen terkekeh, Abang kedua Ruhi itu memeluk adik perempuannya dari belakang.
"Orang gila kaya dia ga usah didengerin, Baby"
"Bener banget, Kak. Harap maklum aja, baru keluar dari RSJ" kata Lio, adik laki-laki Ruhi.
Lengkap dengan unsur ejekan dalam nada bicaranya.
"Kalian jahat!"
Rey menatap mereka dengan tampang memelas.
Yang malah terkesan menjijikan.
Jelas, karena seorang Rey, si raja jalanan yang terkenal dingin dan kejam.
Memasang tampang seperti anak kucing yang masuk selokan.
Hell no!
Sangat tidak cocok!
"Tapi bener sih, Rey itu nggak waras"
"Ih, kok Daddy ikut-ikutan?!" protes Rey.
"Kenapa, nggak suka?"
Rey memegang dadanya, dramatis.
"Emang ya Rey itu anak pungut, sedangkan yang lain, anak hasil nyulik yang nggak ditebus. Karena beda sendiri, Rey selalu diperlakukan tidak adil!"
Setelah mengatakan itu, Rey beranjak untuk duduk di pojok ruangan.
Meratapi nasib.
Tiga orang yang menyaksikan itu––Daddy, Galen, dan Lio lantas tertawa kencang.
Berbeda dengan Ruhi, ia memasang raut bingung.
"Pungut itu siapa, Bang?"
Tunggu.
Iya juga ya, Pungut nama orang kah?
Atau nama hewan?
"Kapan-kapan tanya sendiri ya sama si curut" Galen mengelus surai hitam milik adik perempuannya.
Ruhi mengangguk-angguk lucu.
"Tapi nanti..." sahut Lio menggantung.
"Tunggu dia waras!" ucap ketiganya bersamaan, membuat Ruhi sedikit terperanjat.
Setelahnya, mereka kembali tertawa, termasuk Ruhi, walau ia tidak mengerti.
Ketawa aja deh seperti itulah suara batinnya yang tidak mau ambil pusing.
––––––––
Terima kasih sudah membaca!!
Semoga kedepannya cerita ini rame dan banyak peminatnya ya.
Sampai jumpa di part selanjutnya.
Salam, Jeffrandi.
Jumat, 22 oktober 2021
KAMU SEDANG MEMBACA
RUHIA WITHOUT A
RandomApa jadinya jika jiwa seorang gadis muda nan ceria masuk ke dalam tubuh gadis lain yang sudah memiliki tunangan? 22/10/2021