#9

1.4K 250 33
                                    

Jam makan siang kini sudah selesai, semua pegawai kantor yang sedang beristirahat satu persatu meninggalkan caffe.

Tapi tidak dengan Aldebaran, ia masih dengan setia menunggu gadisnya, yang tak lain adalah Andin.

Melihat Aldebaran yang tak kunjung pergi dari caffe tempatnya bekerja, Andin pun lantas menemuinya.

"Kenapa gak balik ke kantor?" tanya Andin yang kini sudah berada tepat di hadapan Aldebaran
"Kan saya udah bilang, saya mau nunggu kamu, saya mau ngobrol sama kamu, duduk" ucapnya yang menyuruh Andin untuk duduk di hadapannya

Kini mereka pun duduk dengan saling berhadapan
"Mau bicara apa?" tanyanya
"Bicara tentang hubungan kita"

Sontak penyataan yang di lontarkan Aldebaran, membuat Andin terkejut. Hubungan? Jujur, ia belum memikirkan tentang hal itu.

"Jujur sampai detik saya masih mencintai kamu" ucapnya yang meraih tangan Andin untuk di genggamnya
"Sulit bagi saya untuk bisa melupakan wanita seperti kamu. Melupakan saja saya gak bisa, apalagi lagi harus melepaskan kamu, saya gak bisa Ndin" lanjutnya
"Saya mau tanya, apa kamu masih mempunyai rasa yang sama dengan saya?"

Andin hanya diam tak bergeming, ia bingung harus mengatakan apa pada Aldebaran. Detik kemudian ia pun menatap lekat manik mata Aldebaran, rasanya sudah sangat lama ia tak menatap pria yang didepannya kini.
Perlahan ia pun melepas tautan tangannya dengan Aldebaran, matanya kian memanas, tak terasa cairan bening itu lolos dari pelupuk matanya. Setelahnya ia pun buru buru langsung meninggalkan Aldebaran sendirian disana.

"Kamu kenapa sih Ndin selalu saja begini, kamu sudah muak dengan saya? Kamu mau Saya menghilang dari kehidupan kamu?. Saya hanya butuh jawaban dari kamu, apakah harus sesulit ini?" batinnya bergeming dengan mata yang masih dengan setia memandangi Andin walau perlahan hilang dari pandangannya.

×××

Andin berlari menuju ke toilet, disana ia menangis sejadi jadinya dengan mulut yang selalu ia bungkam supaya orang lain tak mengetahuinya.

Ia mengambil sebuah benda kecil dari sakunya, ia memandanginya dan mengenang kenangan yang tersimpan di dalamnya.

Ia mengambil sebuah cincin pemberian Aldebaran saat melamarnya dulu. Ia mengenang semua kejadian di malam yang manis itu sebelum malam yang manis itu berubah menjadi malam yang sangat pahit.

"Maafin aku mas, aku belum bisa kasih kamu jawaban yang pasti. Karna sampai sekarang aku masih bingung, bingung dengan keadaan hati aku. Aku masih cinta sama kamu sampai detik ini, tapi disisi lain, terkadang setiap aku memandang wajahmu, kenangan buruk saat orang tuaku berjuang antara hidup dan mati selalu saja menghantuiku" isak Andin dengan terus memandangi dan mengelus cincin itu

"Aku akan berusaha menerima semua takdir ini, walau susah aku akan tetap berusaha. Ku harap aku bisa secepatnya berdamai dengan keadaan ini, agar aku bisa menerima kamu di sisi hidupku. Percayalah mas, aku masih berharap kita bisa bersatu, lagi."
Detik kemudian ia pun mencium cincin itu, cincin yang belum sempat ia kembalikan pada Aldebaran.

Hari semakin larut, malam ini Aldebaran dan kedua orang tuanya akan bertamu ke rumah Andin atas permintaan Rosa, ibunya.
Katanya ia sangat rindu pan Queen, si gadis kecil yang sangat menggemaskan. Awalnya Aldebaran menolak karna mengingat hubungan dia dan juga Andin yang semakin merenggang, tapi Rosa selalu saja memelas pada Aldebaran, hingga akhirnya Aldebaran pun menuruti kemauan sang ibu.

Mobil nya kini sudah terparkir tepat berada di depan rumah Andin, mereka turun dan langsung mengetuk pintu rumah itu.

Seorang gadis kecil keluar dari sana
"Ayah, bunda, kak Al" celetuknya dengan senyum yang mengukir di bibirnya
"Hay sayang" ucap Rosa yang lantas segera memeluk tubuh mungil sang gadis.

Gadis kecil itu rupanya lupa dengan penuturan sang kakaknya kala itu, karna rasa rindu yang begitu menggebu mengalahkan itu semua. Mereka bertiga pun masuk kedalam rumah itu.

Rosa dan Pratama kini tengah bermain bersama Queen, sedangkan Aldebaran ia masih dengan setia berdiri di depan pintu menunggu kepulangan dari sang gadis.

Ia khawatir pada Andin yang tak kunjung pulang ke rumah, sementara waktu terus berputar dan hari semakin larut.

Gemuruh suara petir terdengar begitu memekakan telinga, membuat Queen yang tengah bermain menjerit ketakutan.

"Aaa bunda Queen takut" teriaknya yang langsung mendekap tubuh Rosa yang berada di samping
"Queencia kamu gak perlu, ada bunda disini" ucap Rosa yang semakin memeluk erat tubuh Queen
"Bunda kok, kak Andin belum pulang?"

Pertanyaan yang di lontarkan Queen, semakin membuat Aldebaran khawatir pada Andin, kenapa gadis itu tak kunjung pulang?
"Queen biasanya jam segini kak Andin udah pulang belum?" tanya Aldebaran

"Biasanya kalau kak Andin gak pakai motor, pulangnya memang agak telat kak" jawab Queen
"Eum gitu, yaudah sekarang kak Al cari kak Andin dulu ya, mah, pah, Al cari Andin dulu ya"
"Iya kamu hati hati ya"
"Iya pah"

Lantas Aldebaran pun langsung pergi dari rumah Andin, dan melajukan mobil miliknya untuk mencari keberadaan sang gadis.

×××

Di sebuah halte, seorang gadis tengah meneduh dari derasnya hujan yang mengguyur kota Jakarta malam ini. Ia sendirian disana menunggu hujan yang entah kapan berhenti.

Sembari menunggu ia membaca sebuah novel yang ia bawa, membacanya satu persatu kata sambil menikmati hembusan angin yang menerpa dan suara gemercik air hujan yang turun.

Tiba-tiba
.
.
.
.

Seorang pria duduk di sampingnya, membuat sang gadis terkejut. Ia pun menoleh ke arah samping mendapati seorang pria tampan yang kini sedang menatapnya.

Dia, Aldebaran, dan gadis itu tak lain adalah Andinina.
Aldebaran sudah sedari tadi menyusuri jalanan, mencari keberadaan Andin. Dan akhirnya ia menemukan gadis itu di sebuah halte, yang kebetulan halte itu adalah sebuah saksi bisu pertemuan pertama antara dirinya dan juga Andin.

"Kamu ngapain disini?" tanya Andin
"Saya nyari kamu, dan ternyata kamu ada disini, di halte tempat pertama kali kita ketemu" ucap Aldebaran yang membuat Andin membelakakan matanya

Ia pun mengamati halte tersebut, dan baru ia sadari ternyata halte itu adalah tempat pertemuan pertamanya dengan Aldebaran, dulu.

"Ngapain cari aku?"
"Ya saya khawatir lha sama kamu, saya takut kamu kenapa napa" ucapnya, sedangkan Andin ia hanya diam tak menjawab perkataan Aldebaran

"Ndin" panggil Aldebaran
Andin pun kini mengalihkan pandangannya, menjadi menatap pria yang di sampingnya
"Saya butuh jawaban kamu" ucapnya yang membuat Andin mengerutkan keningnya

"Jawaban? Jawaban apa?" tanyanya yang tak mengerti maksud dari perkataan dari Aldebaran
"Jawaban dari pertanyaan saya tadi siang, di caffe"

"Perasaan kamu ke saya sekarang bagaimana? Apa kamu masih mencintai saya? Jika tidak saya akan mundur secara perlahan, untuk apa saya berjuang untuk kamu yang sudah tidak mencintai saya lagi. Lebih baik saya sakit hati sekarang, dari pada nanti" lanjutnya
Entah apa yang di fikirkan Aldebaran, rasanya ia sudah lelah terus mengejar Andin, sementara Andin selalu saja menjauhinya seakan gadis itu tak lagi menginginkannya.

Mereka kini saling menatap, sedangkan Andin, ia masih saja diam dan tak menjawab pertanyaan Aldebaran. Sepertinya memang gadis itu sudah tak mengharapkan Aldebaran lagi.

"Mungkin memang kamu sudah tak mengharapkan saya lagi Ndin" batinnya bergeming dengan senyum tipis yang terukir di bibirnya.
Mungkin mulai sekarang ia harus belajar untuk melupakan Andin.

Aldebaran pun berdiri dan hendak pergi meninggalkan Andin sendirian disana.
Ia tak mau lagi berharap sang gadis mau menerimanya kembali.

"Mas"

×××

Cefatt vote!!!!

Wahh Aldebaran dah nyerah nih rupanya...
Capek ya? Sama kok aku juga Al.

I Always Love You Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang