Kucing Rumah Tangga

309 62 22
                                    

"Gak ada kata 'cuma' untuk menggambarkan sebuah profesi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Gak ada kata 'cuma' untuk menggambarkan sebuah profesi. Apalagi seorang ibu rumah tangga. Mereka tuh hebat-hebat. Berdiri di depan wastafel berpuluh-puluh menit itu hebat. Bangun pagi dan nyiapin semua keperluan suami itu luar biasa. Masakin makanan sehat dan enak buat keluarga itu perbuatan yang sangat terpuji. Kamu hebat, luar biasa, dan baik hati." Hanbin berbicara selembut mungkin pada Jennie yang menangis meraung-raung di bahunya. Istrinya masih rendah diri soal mengurus rumah dan mengurus dirinya.

"Gak ada pasangan yang sempurna, Jen. Kamu tahu itu. Sempurna itu ketika kita berdua. Kamu dan aku pasti akan bisa saling melengkapi. Gak apa-apa kalo kamu masih canggung mencuci baju, kan masih ada aku. Gak apa-apa kalo aku gak bisa cuci piring, kan ada kamu yang jagonya ngurus piring mahal." Hanbin tertawa kecil mengingat kerusuhan yang selalu dia buat ketika mencuci piring. Semua piring 'lucu' yang Jennie beli dengan harga yang sama sekali gak lucu itu habis masa hidupnya ketika berada di tangan Hanbin.

"Tetap aja. Aku masih banyak kurangnya," ucap Jennie. Nangisnya dijeda sebentar, kemudian dilanjut ketika Hanbin mengusap punggungnya dengan lembut. Ini suami gak capek gitu liat istrinya murung tiap hari? Sekali-kali ketok kek kepalanya biar bener. Kalo diginiin terus-menerus, yang ada Jennie makin manja. HUHUHUHU.

"Memangnya ada ya definisi mutlak baik-buruknya seorang pasangan?" gumam Hanbin retorik. Sejujurnya, dia bingung dengan perubahan emosi Jennie akhir-akhir ini. Perempuan anti ribet dan bodoamat apa kata orang itu akhirnya diserbu juga oleh penyakit banyak umat. Insecure.

Hanbin menghela napas. Perempuan itu emang gudangnya insecure. Bukan karena enggak merasa bersyukur. Justru sebaliknya, mereka selalu ingin menampilkan dan memberi yang terbaik. Baik untuk dirinya sendiri maupun orang terkasih. Namun terkadang untuk mendapatkan yang terbaik, mereka harus menembus aturan-aturan yang udah ditetapin masyarakat yang sayangnya patriarki abis. Hanbin berharap Jennie enggak menjadi korban produk yang dibuat masyarakat.

Hanbin gak akan terima semisal Jennie selalu menyalahkan dirinya terus seperti ini. "Aku tau apa yang ngeganggu kamu akhir-akhir ini." Apalagi? Selain Ibu-Ibu kompleks yang iseng menyindir istrinya yang selalu bangun siang. Pun dengan teman-teman Jennie yang ngakunya dekat, namun namanya terlupakan dalam memori Jennie. Manusia jenis mereka akan selalu mencari celah untuk mencela.

"Jangan kayak gini, Jennie. Tidur sampe siang gak akan pernah jadi dosa, kecuali kalo ninggalin salat subuh. Gak bisa masak pun bukan sebuah aib. Yang penting kan prosesnya. Kamu getol banget belajar masak walaupun dari tutorial youtube. Semua yang kamu usahain, pastiin semua itu berorientasi pada kamu, aku, dan orang-orang yang kamu sayang. Jangan pernah menuhin ekspetasi banyak orang. Kamu gak akan bisa dan pastinya bikin capek diri sendiri."

"HUHUHUHU." Jennie malah makin menjerit. Pokoknya dia bersumpah atas nama piring lucu yang harganya gak lucu, kalo dia gak akan pernah wts ataupun wtt Hanbin di olshop manapun. Gak akan pernah! Hanbin adalah anugerah yang paling indah yang pernah ada.

"Udah, capek." Ujar Hanbin ketika merasakan punggung Jennie naik-turun dengan cepat.

**

Nobody's perfect.

'Gak ada seorang pun yang sempurna.'

Kata-kata sederhana itu gak pernah Jennie dalami maknanya. Sekalinya dia pahami, kata-kata yang gak seberapa jumlahnya itu, menampar Jennie habis-habisan. Suami yang dia gadang-gadang sebagai seorang yang sempurna juga nyatanya enggak begitu.

Siapa suruh menaruh harapan begitu tinggi. Bukan salah Hanbin jika akhirnya pria itu memiliki satu kekurangan. Bukan salah siapapun. Salahkan semuanya pada harapan juga ekspektasi seorang Jennie.

Untuk pertama kalinya, pernikahan mereka terasa begitu dingin. Enggak ada pelukan erat yang membelenggu Jennie tiap malam. Enggak ada cengiran konyol Hanbin tiap pagi. Semuanya mendadak serba asing. Padahal Jennie masih terbangun di atas kasur yang sama dan dilindungi di bawah atap rumah sederhana yang mereka bangun sama-sama.

Pilihannya hanya tinggal dua. Berakhir dengan risiko kehilangan masing-masing atau bertahan dengan risiko hanya hidup berdua.

Jennie gak sebodoh itu untuk meninggalkan 'anugerah yang paling indah yang pernah ada'. Ketika dia mengatakan itu, dia bersungguh-sungguh. Menikah dengan Hanbin adalah anugerah luar biasa. Nikmat yang gak boleh didustakan. Hidupnya lengkap, tawanya lepas, semuanya cukup sesuai porsinya.

Namun, bagaimana jika Hanbin memilih sebaliknya ...

"Maaf telah banyak mengecewakan kamu. Enggak bisa memberi apa yang kamu inginkan. Kalau memang harus begini jalannya, aku ikhlas melepaskan kamu."

Kini, gantian Hanbin yang menangis tersedu-sedu di lututnya. Berkali-kali suaminya mencium punggung tangannya sambil mengucap maaf. Jika kemarin-kemarin Hanbin mampu menenangkannya dengan ucapan tulus dan perbuatan yang hangat, namun berbeda dengan Jennie. Dia enggak bisa melakukan apapun untuk menenangkan tangisan Hanbin. Sekedar mengucapkan, 'Enggak apa-apa' pun dia gak bisa.

Tatapannya kosong, jiwanya seakan direnggut paksa, apa benar Hanbin akan melepaskannya semudah itu?

Dunianya terasa hancur lebur detik itu juga.

14 November 2021, setelah Cosmos rilis dan Solo anniv

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


14 November 2021, setelah Cosmos rilis dan Solo anniv. 🤗🤗

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 28, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Kucing Rumah TanggaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang