11. Apology.

30 2 4
                                    

Semenjak peristiwa di parkiran hotel milik Noval, setiap kali Fana ke rumah Sonya ia selalu mencoba menghindari Targa. Fana sebenarnya sudah tidak marah atau mempermasalahkan peristiwa itu, tapi Fana malu atas pernyataannya pada Targa waktu itu. Saat sampai di rumah, Fana langsung memukul mulutnya yang keceplosan menyatakan bagaimana perasaannya selama ini pada Targa. Targa juga tidak mencoba berbicara pada Fana sedikitpun saat ia tidak sengaja berpapasan dengan Fana. 

"Mbak, kenapa? Kusut banget mukanya!" Ken mengagetkan Fana yang sedang melamun. 

"Ng-nggak apa-apa," elak Fana. 

"Kamu tumben main ke butik?" Fana mencoba mengalihkan perhatian agar Ken tidak bertanya yang macam-macam. 

Ken duduk di atas sofa yang berada di sudut ruangan Fana di butik. 

"Ibu sama Ayah lagi kencan! Aku bosen di rumah, sepi." 

"Yaudah. Satu jam lagi, kamu jemput Fahmi di tempat les, ya?"  

"Mbak nggak lagi berantem, 'kan, sama Mas Targa?" 

DAR! 

Pertanyaan Ken langsung menohok dada Fana. Mendengar nama Targa saja mampu membuat dadanya sedikit nyeri. 

"Cerita aja sama, Ken," Ken dengan santai membolak-balik majalah milik Fana, seakan-akan ia tahu semua masalah yang sedang menimpa Kakak perempuannya itu. 

"B-berantem? Hahaha ... kamu bercanda! Buat apa juga Mbak berantem sama Targa?" ucap Fana terbata-bata diiring tawanya yang terdengar garing. 

"Cih! Pake ngeles," Ken tau jika Fana, dan Targa sedang menjaga jarak karena Targa yang akhir-akhir ini sering menanyakan kabar Fana padanya. Itu sangat mencurigakan bagi Ken, kenapa Targa tidak langsung saja bertanya pada Fana? Begitu pikir Ken. 

"Kamu keluar, deh! Ganggu aja!" seru Fana kesal. Ia tidak ingin Ken tau. 

Ken beranjak dari duduknya.  

"Seriusan nyuruh Ken keluar? Padahal Ken mau ngasih tau sesuatu ke Mbak tentang Mas Targa," Ken berjalan pelan menuju pintu keluar, sengaja ia buat begitu karena ingin melihat rekasi Fana. 

Fana tampak menimang-nimang, sebenarnya Fana sedikit-tidak, sangat penasaran.  

Tap. Tap. Tap. 

Sepatu Ken membentur lantai kayu ruangan Fana, dan membuat suara.  

Fana memejamkan matanya dalam-dalam.  

"Oke. Tell me!" Fana menyerah. 

Sebuah senyum kemenangan merekah pada wajah Ken. Ken pun kembali duduk di sofa tadi. 

"Sebenernya, Ken Cuma nebak aja, sih. Lagian, Mas Targa aneh banget pake Tanya-tanya kabar Mbak Fana segala, kenapa nggak langsung Tanya ke Mbak aja coba?" 

"Targa Tanya apa?" Tanya Fana dengan nada sok tidak peduli. 

"Cuma tanyain kabar Mbak aja, sih. Menurut Ken, mending cepet selesaiin masalahnya, nambah dosa marah lama-lama sama orang," Ken mengingatkan. 

"Oh! Mas Targa juga cerita, katanya Mbak Fana marah ke dia, ya?" lanjut Ken. 

Fana menggeleng lemah. "Aku nggak marah sama Targa, aku Cuma ngerasa malu aja buat ketemu sama Targa," Fana menghembuskan nafasnya dengan kasar. 

"Malu? Buat apa?" Ken menaikkan satu alisnya pertanda bingung. 

"Ya, malu aja," 

Ken menghela nafas, "oh, ayolah!" 

RealityTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang