5. Fahmi's Dad

46 3 2
                                    

“Fahmi, kamu nggak belajar nulis?”Tanya Fana pada Fahmi yang asik menonton film kartun di TV.

“Nggak, ah. Percuma Fahmi belajar, besok juga kalo Fahmi udah besar Fahmi bakal jadi orang sukses.”jawab Fahmi enteng.

Fana mengernyitkan dahinya. “Mana ada yang macem gitu! Kamu jangan ngaco!”

“Ada. Bunda. Percaya, deh, sama Fahmi!”Fahmi menyombongkan diri.

“Semua orang sukses pasti dulunya pake belajar, nggak ada orang sukses yang kerjanya males-malesan macem kamu.”

Fahmi mengerucutkan bibirnya dan menatap Fana yang sedang duduk di atas sofa. “Bunda dibilangin ngeyel! Percaya sama Fahmi!”Fahmi terus ngotot.

“Siapa yang bilang kamu bakal sukses besok? Kalo kamu males-malesan, ya, suksesnya nggak jadi.”Fana mencoba memberitau yang benar pada Fahmi.

“Mamanya Gian itu bisa baca masa depan orang, Bun. Terus dia bilang, kalo Fahmi besok waktu udah besar Fahmi bakal jadi orang sukses terus bisa ajak Bunda keliling dunia, punya rumah sendiri, punya mobil sendiri. Jadi Bunda nggak usah kerja lagi!”

Fana tersenyum dan mengerti maksud Fahmi. Ia mengelus kepala Fahmi dengan sayang. “Gini…”

“Bunda percaya kalo Fahmi besok pas udah besar bakal sukses. Tapi kalo Fahmi kerjanya Cuma males-malesan dan nggak mau belajar, Tuhan bakal jauhin ‘suksesnya’ Fahmi waktu besar nanti…”

“Memang banyak orang yang dulunya Cuma males-malesan, sekarang jadi orang hebat dan punya pangkat tinggi, tapi itu semua ada prosesnya. Mungkin dulunya mereka orang yang males dan nggak mau usaha sedikit pun, tapi suatu hari mereka sadar kalo semua yang mereka inginkan nggak bakal tercapai kalo mereka Cuma males-malesan, dan diem aja.”

Fahmi mengangguk mengerti. “Jadi kalo Fahmi nggak belajar dari sekarang, waktu besar nanti Fahmi nggak jadi orang sukses?”Tanya Fahmi.

Fana mengangguk. “Iya. Tuhan nggak akan wujudin ‘suksesnya’ Fahmi kalo Fahmi Cuma males-malesan.”

Fahmi berdiri dan mematikan TV. “Oke! Fahmi bakal belajar dari sekarang, biar Fahmi bisa ajak Bunda keliling dunia terus beliin Bunda rumah juga!”Fahmi terlihat semangat, lalu pergi ke kamarnya untuk belajar menulis.

Fana merasa bahagia melihat Fahmi tumbuh menjadi anak yang sangat pandai. Tidak perlu susah payah Fana menjelaskan sesuatu pada Fahmi, karena Fahmi langsung menangkap maksud Fana.

*****

Fana berjalan di suatu pusat perbelanjaan bersama Fahmi. Ia menepati janjinya pada Fahmi beberapa hari lalu. Fahmi terus berjalan dengan semangat saat Fana mengajaknya ke pusat perbelanjaan. Berbagai pertanyaan Fahmi tanyakan pada Fana saat ia melihat sesuatu yang baru pertama kali ia lihat dan temukan.

“Bunda. Badut itu dalemnya ada orangnya, ya, Bunda?”Tanya Fahmi sambil menarik ujung baju Fana.

Fana menoleh kearah Badut berkostum salah satu tokoh kartun yang sering Fahmi lihat. “Iya.”

“Emang nggak kepanasan di dalem sana?”Tanya Fahmi lagi, mata Fahmi masih tertuju pada Badut yang ia maksud.

“Pasti kepanasan, tapi mau gimana lagi? Pekerjaan dia emang gitu, ya harus di jalanin.”

“Kenapa nggak kerja yang lain aja? Jadi badut kan capek!”

“Itu memang pilihan mereka. Apa yang mereka pilih, mereka harus tanggung resiko sama pilihannya.”

Fahmi manggut-manggut mengerti maksud Fana. “Bunda. Fahmi mau mandi bola, dong!”Fahmi menunjuk sebuah istana balon.

Fana pun menuruti permintaan Fahmi. Fana membayar sebuah tiket masuk seharga dua puluh ribu pada pegawai yang menjaga di depan pintu masuk, setelah tangan Fahmi mendapat stampel bergambar bintang, Fahmi di perbolehkan untuk bermain sepuasnya.

RealityTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang