Bagan 14 · Pengakuan

223 48 11
                                    

KARAMEL menggigit bibirnya dengan gamang. Dalam ruangan ini, kamar Kevin, hanya tersisa dirinya dan Eliot.

"Kevin aneh nggak sih, Yot? Lo nggak curiga, gitu?" Gadis itu membuka obrolan.

"Hm?" tanggap Eliot, senyum miring masih menghiasi wajahnya. Jemari lelaki itu menari manja di atas layar ponsel.

"Gue bener-bener bingung, Yot. Walopun lo laknat dan minus akhlak, tapi kan tetep, lo sahabat gue. Ngga enak lah gue...." Gadis itu mulai meracau, membuat Eliot melirik dengan satu alis terangkat.

"Maksud lau?"

"Ya ... gimana-gimana juga lo kan udah nemenin gue dari orok. Gue bukan pager yang makan taneman, bukan teman nikung teman. Apalagi komentar Kevin barusan ...."

"Mel."

"Dia bilang gue cantik? Hah?? Dah gila. Cowok seganteng dia muji gue? Cantik, katanya? Aaarghhh, terus gue harus gimana, Yot? Mana jatung gue geder-geder gini pula, kaga bisa diatur ... gue bersalah banget kalo sampe ada apa-apa ...."

"Amel."

"Gue tau dia itu ngebet sama lo, Yot, dan walaupun hubungan kalian kayaknya ditentang sama bokapnya Kevin, tapi"

"DOI TUH NAKSIR ELO, GEBLEG!!" Suara Eliot jelas dan lantang, menggelegar bagaikan tamparan relaita di gendang telinga Amel.

"Hah? Jangan ngaco, Yot! Dia kan gebetan lo ...." Amel berusaha terbangun dari syoknya.

"Gebetan dari hongkong! Dia tuh nempelin gue terus biar bisa deket sama lau, Maimunah! Aduh, gue kira lo dah peka, udah dari dulu-dulu padahal ... ahh, malah ngira si Kevin lekong coba. Sumpah, goblok kok borongan." Eliot nge-rap sambil memijit pelipis kepalanya, menyayangkan sahabatnya yang dikata cantik tapi ternyata dongo luar biasa.

"Jadi ... Kevin nggak homo?" Amel menyimpulkan dengan hati-hati, berbalas tatapan tajam dari Eliot.

"Macho begitoh mana mungkin demen ama batangan, Amel ... aduduuh, kayaknya perlu gue geplak nih pala lo biar tuh otak yang gesrek balik lurus lagi." Eliot meremas udara dengan gemas, sementara Amel terdiam mencerna fakta baru ini dengan mulut menganga.

"Berarti ini seriusan nih, lo baru tau?" Pertanyaan lanjutan Eliot terlontar bersamaan dengan pintu kamar yang terbuka lebar.

Kevin berdiri di sana, menggenggam secarik kertas di satu tangan dan menenteng tumpukan kotak pizza di tangan lainnya.

"Baru tau apaan, El?" timpal Kevin yang mendengar potongan kalimat tadi. Cowok itu dengan sukses menyembunyikan ekspresi wajahnya. Dia tau. Dia dengar percekcokan mini Karamel dan Eliot dari dalam kamarnya. Gaduh. Begitu juga dengan gemuruh jantung Kevin. Sepertinya Eliot tidak main-main dengan isi pesannya tadi. Gw spill ke Amel ... Gw bakal bilang ke Amel kalo lo naksir.

"Baru tau kalo ukuran beha Amel naik satu cup," ceplos Eliot asal, membuat wajah Kevin bersemu merah sementara Karamel refleks memeluk silang lengannya erat-erat, menutupi dada. Ah, Eliot dan pengalihan isunya.

"Udah, biarin aja si Eliot. Gimana, Kev? Dapet sesuatu?" Suara Karamel terdengar normal, seakan tak ada bom atom yang baru saja di-drop oleh sobatnya.

"Eh iya, ini ...." Kevin menyodorkan kedua lengannya, di mana Eliot merogoh kotakan pizza dengan semangat, sementara Karamel meraih kertas dan melihat isinya. Mata Karamel membundar. Dua belas digit nomor telepon asing tertera disitu.

"Ini ... jangan bilang, kalo nomor ini ...." Gadis itu tak sanggup melanjutkan kalimatnya. Pandangan takjub tersorot langsung ke arah Kevin.

"Erm, iya, bener. Nomor itu terdaftar atas nama Kavion Krisnanto." Kevin menjawab sambil melayangkan pandang, tak mengindahkan Eliot yang mulai meng-unboxing makanan bawaannya tadi.

Dunia Kevin (𝘌𝘕𝘋)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang